Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita WNI yang Tinggal di Italia: Dari Lockdown, Aturan Belanja hingga Tes Corona

Baca di App
Lihat Foto
STEFANO CAVICCHI
Kehidupan sehari-hari di Nembro, salah satu kota yang paling terkena dampak virus, selama penguncian nasional Covid-19 Coronavirus, Italia, 15 Maret 2020 EPA-EFE/STEFANO CAVICCHI
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Italia menjadi negara yang memiliki kasus infeksi virus corona terbanyak kedua setelah China dengan 24.747 pasien positif penyakit Covid-19.

Pada tanggal 9 Maret 2020, pemerintah Italia mengumumkan penerapan tindakan-tindakan isolasi di seluruh negara atau lockdown.

Fajar Kelana, WNI yang sejak 2017 tinggal di Italia berbagi cerita kondisi di negeri itu dari ibu kota, Roma.

Dia menceritakan, setelah pada Selasa diberlakukan lockdown di seluruh negara, menyusul kemudian dilakukan total shutdown pada hari Kamis (12/3/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bedanya lockdown sama shutdown, pas lockdown toko-toko masih buka tapi dibatasi pengunjungnya dan tutup jam 6 sore. Kalau total shutdown semua toko tutup kecuali supermarket dan apotek," ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (16/3/2020).

Denda 260 euro

Tak hanya itu, aturan juga diperketat. Untuk yang keluar rumah harus membawa self declaration yang menjelaskan tujuan kenapa di luar rumah: belanja, kerja, urusan kesehatan dll.

"Kalau ndak bawa self declaration ini bisa didenda. Jumlahnya sekitar 260 euro (sekitar Rp 4,3 juta) dan kalau melawan bisa dipenjara 3 bulan," kata dia.

Baca juga: Daftar Wilayah di Indonesia yang Melaporkan Kasus Positif Corona

Aturan untuk belanja juga diperketat. Satu keluarga yang boleh keluar rumah belanja cuma satu orang. sedangkan apabila ke supermarket berdua, yang boleh masuk ke dalam cuma satu.

"Yang lain nunggu di luar," tuturnya.

Tak hanya itu, masuk supermarket juga harus antre untuk menjaga jarak antar orang. Untuk mengurangi adanya kerumunan di dalam supermarket, arus keluar masuk orang diatur.

"Satu keluar, satu boleh masuk, yang antre juga jaga jarak minimal 1 meter. Jadi di beberapa supermarket sering terlihat antrean lumayan panjang," ujar dia.

Taman dijaga polisi

Menurut pria asal Pontianak, Kalimantan Barat itu, mulai Sabtu akhir pekan lalu taman-taman mulai di jaga polisi setelah sebelumnya masih ada orang yang nongkrong di taman untuk berolahraga.

"Jadi hampir semua ruang publik sepi di sini. Atau tepatnya, semua ruang publik ndak bisa diakses," jelas dia.

Namun meskipun demikian, kebutuhan bahan pokok dijamin pemerintah dan tidak dirasakan ada kenaikan harga.

Truk pengangkut bahan pangan masih jalan seperti biasa. Pemerintah menjamin stok tetap aman, selain juga karena Italia salah satu industri utamanya adalah makanan.

Baca juga: Selain Budi Karya Sumadi, Ini Pejabat Negara di Dunia yang Positif Virus Corona

Di Roma menurut Fajar tidak terlihat ada panic buying. Hal itu yang menurutnya membuat harga-harga tetap stabil.

"Mau belanja tiap hari bisa kalau mau. Malah belanja itu bisa jadi alasan keluar rumah biar ndak bosen. Di supermarket SOP juga bagus. Jarak diatur dan dibekali sarung tangan dari pihak supermarket. Jadi terasa aman," beber dia.

Selain itu, pria yang pernah menempuh studi di Universitas Negeri Yogyakarta itu mengatakan, transportasi publik masih berjalan normal.

Untuk WNI yang berada di Italia, KBRI di Italia juga membuat posko untuk memantau virus corona.

Ajakan flashmob

Kebijakan kuncian di hampir semua wilayah Italia menjadikan warganya banyak berdiam di rumah. Fajar mengatakan, untuk mengusir kebosanan, ada ajakan buat bikin flashmob. Ajakan-ajakan itu dibagikan melalui whatsapp. 

Yaitu beryanyi di beranda rumah untuk menjadikan penyemangat. Bahkan playlist-nya juga sudah ditentukan.

"Ada juga tepuk tangan untuk apresiasi pekerja medis. Di daerah perumahan rame sekali," ungkap dia.

Mengenai banyaknya kasus virus corona di Italia, Fajar menilai golongan manula memang menjadi yang paling rentan terinfeksi.

Baca juga: Apa Itu Pandemi Global seperti yang Dinyatakan WHO pada Covid-19?

Data dari International Institute for Applied System Analysis (IIASA) yang dirilis 2018, populasi manula dengan usia 65 tahun ke atas di Italia mencapai 22,4 persen. Apabila total penduduk Italia sekitar 60 juta jiwa, maka 13,4 juta di antaranya adalah manula. 

Prosentase itu berada di peringkat kedua terbanyak di dunia setelah Jepang dengan 26 persen populasi.

"Di kota kecil di sini, orang-orang nongkrong isinya manula itu banyak. Bayangin aja kayak di Jogja, warkop atau alun-alun yang nongkrong kakek-kakek sama nenek-nenek. Itu di kota kecil ya, bukan di kota besar kayak di Roma. Di sini punya masalah anak muda ndak mau tinggal di desa. Jadi desa isinya orang tua," beber dia.

Tes virus corona

Ditanyakan mengenai tes untuk virus corona di Italia, Fajar menyebut, orang yang ingin dites untuk memastikan dirinya bebas dari virus corona tinggal menghubungi dokter.

"Kalau merasa punya gejala atau merasa pernah punya kontak fisik yang berbahaya tinggal telepon hotline dan nanti diarahkan harus gimana," jelasnya.

Dia juga menyarankan agar pemerintah Indonesia bisa transparan membuka data soal penyebaran virus secara transparan dan rencana pemerintah bagaimana untuk mengatasi virus corona.

"Di sini (Italia) semua info gampang diakses di sosmed resmi dan hotline. Trust terhadap otoritas itu sekarang penting banget. Kalau kepercayaan itu hilang, bisa bahaya. Orang bisa panik dan memperburuk situasi," sarannya.

Baca juga: Para Akademisi Dunia tentang Corona: Dari Pandemi, Isolasi hingga Reaksi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi