KOMPAS.com - Hari ini 52 tahun lalu, tepatnta 4 April 1968, menjelang petang, Martin Luther King, Jr tengah berdiri di balkon kamarnya di Motel Lorraine, Memphis, Tennessee.
Sebuah peluru menembus tubuhnya. Peluru itu menembus rahang dan melukai tulang belakangnya.
King segera dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong ketika tiba di Rumah Sakit Memphis. Dia meninggal dunia pada usia 39 tahun.
Martin Luther King, Jr dimakamkan di kampung halamannya di Atlanta, Georgia pada 9 April 1968.
Puluhan ribu pelayat hadir untuk memberikan penghormatan terakhir saat peti jenazah King melintas diangkut sebuah kereta yang ditarik oleh dua ekor keledai.
Beberapa bulan sebelum peristiwa pembunuhannya, Martin Luther King menaruh perhatian dan rasa prihatin terhadap ketimpangan ekonomi di Amerika Serikat.
Dia kemudian menggalang kampanye warga miskin untuk memperjuangkan kesetaraan ekonomi, termasuk unjuk rasa warga miskin antar-ras di Washington DC.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Jesse James Dibunuh Rekannya demi Imbalan 10.000 Dollar AS
Berkunjung ke Memphis, Maret 1968
Pada Maret 1968, ia berkunjung ke Kota Memphis. Kunjungannya untuk memberi dukungan terhadap aksi mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja sanitasi Afro-Amerika yang mendapat perlakuan sangat buruk.
Pada 28 Maret 1968, sebuah aksi unjuk rasa buruh yang dipimpin oleh King berakhir rusuh dan menewaskan seorang remaja kulit hitam.
Kerusuhan itu memaksa King untuk meninggalkan Memphis walaupun dia berjanji akan kembali lagi di bulan April untuk memimpin aksi unjuk rasa lainnya.
Melansir History, King kembali ke Memphis pada 3 April 1968 dan memberikan pidato terakhirnya yang sangat dikenang.
"Kita akan menghadapi hari-hari yang sulit ke depan. Namun, itu tidak menjadi masalah lagi bagi saya, karena saya sudah sampai di puncak gunung...dan Dia (Tuhan) mengizinkan saya untuk naik ke gunung itu," kata King.
"Saya sudah melihat ke sekeliling dan saya melihat Tanah yang Dijanjikan. Saya mungkin tidak akan ada bersama kalian di sana. Namun, saya ingin kalian memahami, sebagai sebuah bangsa, kita akan mencapai Tanah yang Dijanjikan itu," ujar dia.
Baca juga: Orasi Cucu Martin Luther King Jr dalam Aksi Pengetatan Aturan Senjata
Selanjutnya, pembunuhan Martin Luther King Jr...
Pembunuhan Martin Luther King Jr
Sehari setelah berpidato, 4 April 1968, King tewas ditembak oleh seorang sniper. Pembunuhan King lantas memicu kerusuhan di banyak kota di seluruh AS.
Pemerintah federal bahkan harus mengirimkan Garda Nasional ke Memphis dan Washington DC untuk mengendalikan situasi.
Malam harinya, polisi menemukan sebuah senapan berburu jenis Remington 30-06 di trotoar dekat sebuah ruamh yang berjarak satu blok dari Motel Lorraine.
Selama beberapa pekan penyelidikan, berdasarkan kesaksian sejumlah saksi mata dan sidik jari yang tertinggal di senapan menunjukkan bahwa pelaku pembunuhan adalah James Earl Ray.
Ray adalah seorang kriminal yang kabur dari sebuah penjara di Missouri pada April 1967 saat menjalani hukuman penjara seumur hidup karena melakukan perampokan.
Pada Mei 1968, perburuan besar-besaran untuk menemukan James Earl Ray digelar.
FBI kemudian menyimpulkan Ray mendapatkan paspor Kanada dengan menggunakan identitas palsu, yang pada masa itu sangat mudah dilakukan.
Pada 8 Juni 1968, para penyidik Scotland Yard menangkap Ray di sebuah bandara di London saat dia mencoba terbang ke Belgia, sebelum menuju ke tujuan akhirnya Rhodesia atau Zimbabwe di masa kini.
Setelah diekstradisi ke Amerika Serikat, Ray disidangkan di Memphis pada Maret 1969.
Dia akhirnya mengakui perbuatannya demi menghindari hukuman mati. Pengadilan akhirnya menjatuhkan hukuman 99 tahun penjara untuk James Earl Ray.
Setelah vonis dijatuhkan, tiga hari kemudian Ray mencoba mencabut pengakuannya.
Dia mengklaim bahwa dirinya tidak bersalah dan hanya menjadi korban dari sebuah konspirasi yang lebih besar.
Dia mengklaim, pada 1967, seorang pria yang hanya dikenalnya dengan nama "Raoul" menemuinya dan merekrutnya untuk menyelundupkan senjata api.
Pada 4 April, dia sadar akan dikorbankan dalam rencana pembunuhan Martin Luther King dan kabur ke Kanada.
Upaya pembelaan ini ditolak pengadilan sebagaimana puluhan permintaan pengadilan ulang yang diajukan Ray selama 29 tahun berikutnya.
Pada 1990-an, janda dan anak-anak Martin Luther King Jr menyatakan dukungan mereka terhadap klaim James Earl Ray dan menyebutnya tidak bersalah.
Mereka kemudian menyebut adanya konspirasi yang melibatkan pemerintah dan militer AS.
Selama bertahun-tahun berikutnya, pembunuhan King dievaluasi oleh komite tentang pembunuhan politik parlemen, jaksa wilayah Shelby COunty dan tiga kali dievaluasi oleh Kementerian Kehakiam AS.
Semua investigasi tersebut berakhir dengan kesimpulan yang sama, yaitu James Earl Ray membunuh Martin Luther King, Jr dengan motif kebencian.
James Earl Ray, yang menjalani vonis hukuman 99 tahun penjara, meninggal dunia di dalam lembaga pemasyarakatan pada 23 April 1998.
Baca juga: NSA Pernah Awasi Martin Luther King dan Muhammad Ali
Perjalanan hidup Martin Luther King Jr
Mengutip pemberitaan Kompas.com, 4 April 2019, Martin Luther King Jr lahir pada 15 Januari 1929 di Atlanta, Georgia, AS.
Ia merupakan putra dari pasangan pendeta Martin Luther King Sr dan Alberta Williams King yang merupakan keturunan Afrika-Amerika.
Lahir di tengah keluarga pendeta membuat King Jr tumbuh sebagai anak yang religius.
Akan tetapi, kehidupan masyarakat selatan AS yang saat itu masih lekat dengan rasisme membuatnya mengalami banyak pengalaman buruk.
Nama Martin yang dikenal sampai sekarang bukan nama aslinya.
Dia terlahir dengan nama Michael Luther King Jr. Nama Martin didapat ketika ayahnya melakukan perjalanan ke Jerman dan terinspirasi dari pemimpin Reformasi Protestan pada abad ke 16, Martin Luther.
Terinspirasi oleh perjuangan Martin Luther, ayah King Jr mengubah namanya sendiri dan putranya yang ketika itu berusia 5 tahun dengan nama depan Martin.
Martin Luther King Jr berperan besar dalam perlawanan mengakhiri undang-undang pemisahan rasial antara keturunan Afrika Amerika dengan warga kulit putih di AS, terutama di wilayah selatan.
Namanya mulai dikenal di level nasional saat menjadi pemimpin Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan (SCLC) yang menyuarakan perlawanan tanpa kekerasan oleh masyarakat kulit hitam Amerika untuk mendapatkan hak-hak sipil mereka.
Perjuangan dan peranannya dalam melawan praktik undang-undang pemisahan rasial itu membawanya menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian pada 1964.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Indonesia Lakukan Transplantasi Wajah Pertama
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.