Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pasien Positif Covid-19 Tanpa Gejala, Jalani Isolasi Mandiri di Rumah

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi virus corona
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary


KOMPAS.com - Sejumlah studi menemukan bahwa tak sedikit penderita Covid-19 yang tidak menunjukkan gejala atau asimptomatik.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kemudian menambahkan satu kategori yaitu Orang Tanpa Gejala (OTG), namun statusnya adalah positif terinfeksi virus corona.

Kepada Kompas.com, Sabtu (4/4/2020), W (41), seorang yang ditetapkan sebagai OTG Covid-19 berbagi ceritanya.

Ia kini tengah menjalani karantina mandiri di rumahnya, di wilayah DKI Jakarta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut W, ia kemungkinan besar tertular virus corona saat dirawat di rumah sakit setelah menjalani sebuah operasi.

Pasca-operasi, ia ditempatkan satu kamar bersama seorang pasien yang ternyata diketahui positif Covid-19.

Baca juga: Pertama Kalinya Lonjakan Pasien Virus Corona Tanpa Gejala Terjadi di China

Awal tertular

W menceritakan, ia dirawat di ruangan yang sama, sebut saja di Rumah Sakit X, dengan seorang pasien yang terakhir diketahui positif Covid-19, seorang dokter, sebut saja dr. A, selama 2 hari.

Selama 2 hari itu, mereka menggunakan satu kamar mandi yang sama di ruang perawatan itu.

Ketika itu, dr. A belum diketahui mengidap Covid-19, sehingga pihak rumah sakit masih menempatkannya di ruang perawatan bersama pasien umum lainnya.

W dan pasien tersebut mulai berada pada kamar yang sama pada 9 Maret 2020 malam,  hingga akhirnya W dinyatakan pulih dari operasinya dan boleh kembali ke rumah pada 11 Maret 2020.

"Waktu Beliau (dr. A) lewat, tirainya kan saya buka sedikit, terus Beliau tanya, 'Sakit apa Pak?' (W menjawab) 'Saya habis operasi'. (dr. A kembali menjawab) 'Oh kalau saya demam sudah 5 hari enggak sembuh-sembuh'" ujar W menceritakan ulang perbincangan singkat dengan dokter A.

Dari situ, ia dan sang istri yang ikut menjaganya di rumah sakit mulai khawatir bahwa pasien yang dirawat satu ruangan bersamanya itu menderita Covid-19.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Gejala yang ditunjukkan dr. A mirip dengan Covid-19 yang ketika itu sudah terkonfirmasi masuk ke Indonesia.

"Waduh Bapak ini demam, batuk-batuk, gejala-gejalanya (Covid-19) ada di situ. Tapi kok dia ditempatkan bareng kita ya. Kami enggak pernah komunikasi lagi (setelah mengetahui gejala yang ditunjukkan dr. A)," kata W.

Setelah kurang lebih sepekan berada di rumah, W menerima pesan berantai WhatsApp dari istrinya yang menyebutkan dr. A telah meninggal pada 12 Maret 2020 dan dimakamkan keesokan harinya.

Dr. A dinyatakan positif Covid-19.

"Begitu saya baca namanya, saya kaget. Saya bilang ke istri saya. 'Wah kalau gitu kita harus tes'," kata W.

Saudara dr. A, yang kebetulan merupakan teman W, menceritakan, pihak keluarga juga tidak mengetahui bahwa dr. A positif terinfeksi virus corona. Segala proses pengurusan jenazah hingga pemakaman berjalan seperti biasa.

"Setelah itu, saya ambil inisiatif besoknya (19/3/2020). Ini gimana nih, kan jadi agak panik waktu itu. Kami 2 hari 2 malam bersama dia, sharing kamar mandi yang sama," ujar W.

Ia dan istri pun mendatangi RSPI Sulianti Saroso untuk mengajukan tes virus corona pada keesokan harinya.

Datang di pagi hari, mereka baru  bisa bertemu dengan tim medis pada sore hari karena banyaknya antrean.

Setelah menceritakan latar belakang dan niatnya untuk melakukan tes, W dan istri hanya diminta untuk memantau kondisi kesehatannya.

"Saya cuma diwawancara saja, karena kondisinya saya sehat dan hampir tidak ada gejala," ujar dia.

Jika dalam 3 hari setelahnya menunjukkan tanda-tanda, mereka diminta kembali untuk menjalani tes toraks dan darah di RSPI Sulianti Saroso.

Baca juga: Infeksi Virus Corona Tanpa Gejala pada Anak Muda dan Pentingnya Social Distancing

Jalani tes

Pada 20 Maret 2020, W mendatangi RS X dan meminta pertanggungjawaban karena telah menempatkannya bersama seorang pasien Covid-19. Namun, tidak ada respons yang diberikan RS X ketika itu.

Keesokan harinya, 21 Maret 2020, ia bertemu dokter bedah yang menangani operasinya dan menceritakan apa yang dialaminya hingga dibantu mendapatkan rujukan untuk menjalani tes.

"Dokter bedah ini bantu saya untuk dirujuk ke salah satu dokter di rumah sakit itu. Nah, pas saya dirujuk, kemudian dari manajemen rumah sakit itu ada yang menghubungi saya juga. Hari itu juga kami melakukan tes toraks di rumah sakit tempat saya dirawat sebelumnya. Kami melakukan tes toraks dan tes darah gitu," ungkap W.

Menurut dia, hal ini bentuk tanggung jawab rumah sakit karena telah menempatkannya satu ruangan dengan pasien positif Covid-19.

Dari hasil tes yang keluar 9 hari kemudian, 30 Maret 2020, paru-paru W dan istri diketahui baik-baik saja dan tidak terdapat bercak apa pun.

Sementara, dari hasil tes CRP, leukosit W diketahui rendah, dan leukosit istrinya normal.

"Kalau leukosit rendah itu menunjukkan ada infiltrasi virus ke dalam darah," sebut dia.

WW pun kemudian dinyatakan positif Covid-19.

"Saya baru dapat hasilnya tanggal 30 kemarin, hari Senin, hasilnya positif, istri saya negatif," kata W.

Setelah itu, ia dirujuk ke dokter paru dan diberikan sejumlah obat-obatan, salah satunya klorokuin.

Meskipun positif Covid-19, W mendapatkan surat rekomendasi untuk melakukan perawatan mandiri di rumah selama 14 hari.

Alasan isolasi mandiri di rumah karena kondisinya fisik dan kesehatannya yang dinilai baik.

Baca juga: Bagaimana Aturan Isolasi dan Karantina Diri karena Virus Corona? Ini Panduannya

Isolasi mandiri di rumah

Sebelum dipastikan positif Covid-19, W sudah mengisolasi diri di rumah bersama istrinya. Mereka berinteraksi seperti biasa, karena masih meyakini tidak terjangkit virus corona.

Namun, setelah hasil tes keluar, W langsung mengarantina diri di kamar yang terletak di lantai 2. Sementara, semua anggota keluarganya tinggal di lantai 1.

"Ya interaksinya paling kalau taruh makan ditaruh di depan kamar atau ditaruh di balkon gitu, nanti saya diberi tahu," kisah dia.

Ia dan keluarga disiplin menjalankan aturan isolasi, mulai dari menjaga jarak, menjaga kebersihan, tidak keluar rumah, makan makanan yang bergizi, berjemur setiap pagi, dan mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.

Bahkan, alat makan dan minum yang digunakan W dipisah dari alat yang digunakan anggota keluarga lainnya.

Di lantai 2, W menggunakan kamar mandi sendiri.

W juga telah melaporkan kondisinya ke ketua RW tempatnya tinggal.

"Saya juga sudah memberi tahu RW setempat, tapi RW setempat 'Ya bapak karena kondisinya baik dan sudah isolasi diri di rumah, kami memutuskan untuk tidak mengiformasikan ke lingkungan, karena menjaga supaya tidak panik warga di sini'," cerita W.

Baca juga: Atasi Rasa Kesepian Selama Isolasi Diri di Rumah, Lakukan 5 Cara Ini

Anggota keluarga jalani tes

Tak hanya W dan istri, seluruh anggota keluarga yang ada di rumahnya juga menjalani tes karena secara otomatis menyandang status Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Tes itu juga mereka jalani di RS X karena ia mengaku telah menghubungi Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Akan tetapi, tidak memiliki alat yang dibutuhkan.

W meminta bantuan dokter yang selama ini memantau kondisinya untuk melakukan tes Covid-19 bagi keluarganya.

Akhirnya semua anggota keluarganya, kecuali ia dan istri, menjalani rapid test dan PCR pada Sabtu (4/4/2020).

Hasil dari tes diperkirakan akan keluar sepekan setelahnya.

Adakah gejala yang dirasakan W?

Meski mengaku sehat dan tidak mengalami gangguan kesehatan berarti, WW mengaku ada gejala ringan yang dirasakannya sebelum dan setelah dinyatakan positif Covid-19.

Saat belum dinyatakan positif, W mengaku mengalami pilek dan tenggorokan kering. Namun, ia mengatasinya dengan banyak minum hingga gangguan itu hilang.

"Sekarang enggak ada sih, sama sekali enggak ada. Kecuali kalau pakai AC gitu, tidur, pasti kayak ada gejala mau pilek. Saya matiin AC-nya, oh ini mungkin cuma alergi AC," kata dia.

Sementara, istrinya justru sempat mengalami demam selama 2 hari dengan suhu di atas 37 derajat celcius.

"Istri saya malah sempat demam tinggi 37,5 itu tanggal 13-14 Maret. Tapi setelah itu turun, enggak pernah demam lagi. Bahkan hasil tesnya dia negatif juga, padahal kami tidur sekamar dan sebagainya," ujar W. 

Pertama kali mengetahui fakta bahwa dirinya ternyata positif mengidap Covid-19, W mengaku kaget dan tidak menyangka.

Alasannya, karena ia merasa tidak ada gejala pada tubuhnya dan ia dalam kondisi yang sehat.

"Pasti kaget ya, saya shock juga. Jadi 'Kok gue ya', sempat ada pertanyaan gitu," ujar dia.

Namun, ia mencoba mengelola emosinya.

"Pikirannya kan langsung antara hidup dan mati, karena Covid ini kan antara hidup dan mati, sementara tubuh saya sehat. Tapi syukurlah saya masih bisa mengelola emosi saya dengan baik sampai saat ini. Saya berusaha tenang," ungkap dia.

Dukungan

Dalam menjalani hari-hari masa isolasi seorang diri di kamar, W mengaku dukungan dari lingkungan sekitar sangat berarti baginya untuk melawan virus yang ada di tubuhnya.

Dukungan ini membuatnya yakin bahwa Covid-19 bukanlah akhir dari segalanya dan semuanya akan bisa diatasi.

"Support dari teman-teman, teman-teman kantor, dari teman-teman yang lain, keluarga, itu sangat membantu. Me,berikan penghiburan, kekuatan, membuat saya merasa enggak sendiri. Walaupun saya di kamar saya sendiri terus," kata W.

Baca juga: Bosan Berdiam Diri di Rumah? Berikut 5 Hal yang Bisa Dilakukan Saat Isolasi karena Virus Corona

Tes lanjutan

Saat ini, ia masih harus menjalani sisa masa isolasi yang akan berlangsung hingga 13 April 2020.

Setelah itu, W akan kembali menjalani tes untuk mengetahui apakah virus masih ada atau sudah berhasil ditangani.

"Rekomendasinya kan saya isolasi mandiri 14 hari, setelah itu makan obat-obatan yang diberi, saya minum vitamin, makan-makanan yang sehat, buah, dan sebagainya. Itu semua saya lakukan," kata W.

Selama menjalani isolasi di rumah, W mengaku selalu berkomunikasi dengan dokter yang memantau kondisi kesehatannya, dan memberikan kabar terbarunya setiap hari.

Pesan

Sebagai seorang yang sudah dinyatakan positif mengidap Covid-19, W meminta setiap orang untuk melindungi dan menjaga dirinya, serta mengikuti anjuran pemerintah.  

"Buat saya, masyarakat kita harus disiplin menuruti imbauan pemerintah untuk social distancing, jangan kumpul-kumpul, dan physical distancing, jaga jarak meskipun di rumah," kata W.

"Kalau keluar, please amankan dirimu, pakai masker lah kalau bisa ya dobel. Kalau harus naik kendaraan umum, sebisa mungkin physical distancing. Yang kurang dari kita itu disiplin sih. Kalau kita enggak disiplin ini berbahaya," lanjut dia.

Aktivitas di luar rumah berisiko karena kemungkinan bertemu orang lain yang tidak diketahui kondisinya akan menjadi potensi penularan virus corona. 

"Bahayanya keluyuran kan kita enggak ngerti ya, soalnya virus ini kan enggak kelihatan. Kita enggak ngerti, kita keep in touch dengan siapa, kita bertemu dengan siapa, apakah orang itu positif Covid-19 atau tidak, kita enggak ngerti," kata W.

Baca juga: Cerita Julie, Jalani Hari-hari Isolasi hingga Dinyatakan Sembuh dari Virus Corona...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Serial Infografik Virus Corona: Apa itu OTG?

 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi