Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Perawat Meninggal karena Corona, PPNI Minta Stop Stigmatisasi

Baca di App
Lihat Foto
REUTERS/Yuan Huanhuan
Dokter dan perawat di Rumah Sakit Rakyat Kuga Nomor 2 Chuanranbing membungkukan badan sebagai bentuk penghormatan bagi korban meninggal di Region Otonomi Xinjiang, China, pada 4 April 2020.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebanyak 10 perawat di Indonesia dilaporkan meninggal dunia karena terpapar virus corona. Meskipun demikian, stigmatisasi terhadap perawat masih dijumpai dan mengundang keprihatinan organisasi perawat. 

Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) telah mengeluarkan sikap terkait adanya stigmatisasi negatif terhadap rekan-rekan perawat di berbagai daerah terkait virus corona Covid-19.

Stigmatisasi ini terjadi di antaranya ketika pengusiran perawat dari kos yang ditempatinya, bahkan, ada pula penolakan pemakaman jenazah perawat yang positif terinfeksi virus corona di Semarang.

Untuk itu PPNI mengeluarkan sikap melalui siaran pers yang dikeluarkan Jumat (10/4/2020) dan diunggah melalui akun Instagram @DPP_PPNI.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Poin utama yang disampaikan dalam keterangan resmi itu adalah kecaman keras terhadap stigmatisasi negatif terhadap tenaga perawat terkait wabah Covid-19.

Penolakan yang ditunjukkan oleh sejumlah masyarakat disebut sebagai tindakan yang tidak manusiawi.

Selain itu, PPNI juga menegaskan jenazah perawat yang ditolak untuk dimakamkan di Semarang telah melalui proses pemulasaraan yang disyaratkan, sehingga tidak beralasan jika penolakan itu muncul. 

Baca juga: Ketika Wuhan Berangsur Pulih Pasca 11 Minggu Lockdown akibat Covid-19

Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah meminta Pemerintah untuk menjaga martabat para tenaga medis khususnya perawat.

Kemudian, Harif juga mendesak aparat berwajiib untuk mengusut tuntas kasus penolakan dan segala macam stigmatisasi yang diarahkan pada para perawat.

"Hentikan stigmatisasi dan intimidasi terhadap perawat di tempat kerja dan di tempat tinggalnya, dan tidak ada kejadian serupa dan berulang yang akan menurunkan semangat juang dan motivasi perawat dalam pelayanan yang penuh dengan risiko serta mengancam nyawanya sendiri," kata Harif dalam keterangan tertulis.

Selain itu, Ketua Bidang Sistem Informasi dan Komunikasi Rohman Azzam saat dihubungi Jumat (10/4/2020) siang juga mengaku sangat menyayangkan aksi penolakan yang dialami sejumlah perawat di berbagai wilayah di Indonesia.

Khususnya, penolakan pemakaman jenazah perawat NK, Kamis (9/4/2020), yang sebelumnya bertugas di RS Karyadi Semarang.

"Kami sangat menyayangkan respons yang berlebihan dari masyarakat, padahal prosedur, tata laksana, atau pemulasaraan jenazah itu sudah sedemikian rupa dilakukan rumah sakit. Mulai dari dia sakit sampai dia dibawa ke tempat pemakaman itu sudah diberlakukan sesuai standar dan safety," kata Rohman.

"Ini sayang ada masyarakat yang memprovokasi sehingga terjadi penolakan. Ini kita juga lagi berkomunikasi dengan banyak pihak termasuk pemerintah kota Semarang untuk ini tidak terjadi lagi," lanjutnya.

Baca juga: Dampak Corona, Pemandangan Ini Muncul dari Himalaya hingga Jakarta

10 perawat meninggal karena corona

Sejauh ini, PPNI mencatat sudah terdapat 10 orang perawat yang terkonfirmasi meninggal akibat terinfeksi virus corona.

Namun, untuk berapa banyak perawat yang mengidap Covid-19 masih dalam pendataan pihak PPNI. 

"Kasus meninggal kami sudah ada 10 orang datanya, itu terjadi di berbagai tempat. Memang yang terbanyak di Jakarta, kasus ini. Positif yang terkena covid saya belum update datanya, ada di satgas," jelas Rohman.

Berbicara soal pengusiran perawat dari tempat tinggalnya, Rohman meminta masyarakat untuk bisa memahami kondisi yang ada secara dewasa.

Menurutnya, setiap tenaga kesehatan sudah tahu apa yang harus dilakukan sebelum keluar dari rumah sakit dan pulang ke tempat tinggalnya.

Ada sejumlah prosedur yang harus mereka lakukan untuk memastikan tidak ada penyakit yang dibawa.

"Kalau dia (perawat) mau pulang ke rumah, pasti dia sudah prepare dari lokasi rumah sakit. Dia sudah tahu itu bagaimana mengamankan, meskipun memang sulit, tapi dia lakukan itu. Kemudian rumah sakit sekarang juga sudah mulai memfasilitasi, misalnya diantar, ada mobil jemputannya. Nah itu kan cara-cara yang dilakukan supaya safety," ungkap Rohman.

Para tenaga perawat disebut membutuhkan istirahat untuk menjaga stamina tubuhnya di tengah tuntutan profesi yang begitu tinggi saat ini.

"Bekerja di situasi stres seperti ini kan energi habis. Dia butuh istirahat supaya stamina dia bagus, imunitas dia enggak menurun. Bayangkan kalau dia mau pulang istirahat, ditolak. Akhirnya dia terpaksa ke rumah sakit lagi, situasi di rumah sakit kan banyak risiko. Dia stres," ucapnya.

Baca juga: Baru Mengetes 52 Orang Per 1 Juta Penduduk, Bagaimana Tes Virus Corona di Indonesia?

Ajak masyarakat pahami kondisi perawat

Kejadian pengusiran beberapa di antaranya terjadi di Jakarta Utara, Rawamangun, Jakarta Timur, dan Solo Baru, Jawa Tengah.

Rohman mengajak semua masyarakat untuk bisa memahami bahwa perawat dan tenaga medis lainnya merupakan orang yang akan menolong mereka apabila mereka alami masalah kesehatan.

Jadi, jangan sekali pun memperlakukan mereka dengan tindakan yang tidak manusiawi.

"Saya khawatirnya, teman-teman (perawat) itu menurun semangatnya, lalu dia menolak ditugaskan. Siapa yang akan merawat yang sakit. Itu masyarakat yang bersikap seperti itu dia tidak memikirkan ke situ. Coba kalau misal dirinya atau anggota keluarganya yang mengalami sakit?" ujar Rohman.

Akibat adanya stigmatisasi dan penolakan yang terjadi, PPNI menginisiasi pada semua perawat di mana pun bertugas untuk mengenakan pita hitam sebagai tanda berkabung dan solidaritas.

"Iya betul, jadi bermula dari kasus penolakan-penolakan itu tadi, stigma ini tidak boleh dibarkan. Kita lakukan gerakan mengenakan pita hitam," ucap Rohman.

Gerakan ini dimulai pada hari ini sesaat setelah surat pernyataan dikeluarkan pagi tadi. Namun, waktu pelaksanaan gerakan ini belum dipasikan akan berlangsung hingga kapan.

"Kita lihat saja nanti respons yang terjadi. Kita juga sedang pantau terus," ujarnya.

Baca juga: Desainer Ini Buat Tutorial Cara Bikin Masker Kain untuk Cegah Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi