Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 20 Mar 2020

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Esensi Belajar Online adalah Komunikasi Humanis, Bukan Hanya Soal dan Tugas

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi
Editor: Laksono Hari Wiwoho

Oleh: Sinta Paramita, SIP, MA

PENYEBARAN penyakit Covid-19 yang kian meningkat di Indonesia berimbas pada pembatasan ruang gerak masyarakat dalam berinteraksi, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan.

Pemerintah mengarahkan seluruh peserta didik dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk melakukan seluruh proses pendidikan ke dalam ruang virtual.

Banyak aplikasi gratis yang tersedia untuk mendukung belajar online, seperti Google Classroom ataupun Zoom Meeting. Namun demikian, berbagai keunikan muncul mewarnai proses belajar online.

Keunikan tersebut adalah perbedaan generasi antara pengajar dan peserta didik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak dapat dimungkiri peserta didik saat ini adalah generasi yang dekat dengan teknologi, atau banyak ahli menyebutnya generasi milenial.

Salah satunya adalah Tapscoot, penulis buku Grown Up Digital: Yang Muda yang Mengubah Dunia, membagi generasi milenial ke dalam delapan kriteria berikut ini.

  1. Kebebasan: generasi milenial menginginkan kebebasan dalam segala hal yang mereka perbuat, dari kebebasan memilih hingga kebebasan berekspresi;
  2. Kustomisasi: generasi milenial senang membuat sesuatu sesuai dengan selera (kustomisasi dan personalisasi);
  3. Penyelidikan: generasi milenial senang melakukan penyelidikan terhadap barang-barang dalam bisnis online. Penyelidikan bisa berupa perbandingan barang, memberikan ulasan dan lain-lain;
  4. Integritas: generasi milenial mencari integritas korporasi dan keterbukaan sewaktu mereka memutuskan yang akan mereka beli atau di mana mereka akan bekerja;
  5. Kolaborasi: generasi milenial mengandalkan kolaborasi dan relasi bisa melalui media sosial atau berbagai saluran dalam media baru;
  6. Hiburan: generasi milenial ingin hiburan dan kegiatan bermain tetap ada dalam pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan sosial mereka;
  7. Kecepatan: generasi milenial membutuhkan kecepatan dalam berselancar dalam media baru. Tidak hanya dalam video game;
  8. Inovasi: generasi milenial merupakan para inovator dengan mencari cara-cara inovatif untuk berkolaborasi, menghibur diri, belajar, dan bekerja sama.

Kedelapan karakter inilah yang juga harus dicermati pengajar dalam mengembangkan belajar online.

Sumbangsih Tapscoot di atas dapat dijadikan acuan dalam merancang belajar online yang menyenangkan.

Belajar online butuh kebebasan dalam mengeksplorasi lebih mendalam terhadap materi yang diberikan.

Peserta didik milenial memiliki kemampuan untuk menciptakan Kustomisasi suatu karya sesuai dengan keinginan mereka.

Sifat penyelidik menjadi kekuatan peserta didik milenial untuk menganalisis suatu kasus permasalahan, mereka mampu menyelidiki dan menemukan solusi berdasarkan penelusuran data secara online.

Tidak hanya itu dalam belajar online membutuhkan kolaborasi, hiburan, dan inovasi di dalam prosesnya, sehingga peserta didik tidak merasa bosan dan jenuh ketika sedang belajar online.

Dengan begitu belajar online dapat memupuk rasa humanis, integritas, profesional, dan entrepreneurship.

Perlu dicermati belajar online tidak melulu memberikan soal dan tugas, tetapi komunikasi humanislah yang merupakan esensi dalam belajar online.

Gaya komunikasi humanis yang baik mampu membangun hubungan baik antara pengajar (guru atau dosen) dan peserta didik. Sehingga, kegiatan belajar online dapat terjaga mutu dan kualitasnya.

Selain itu, dukungan akses dan teknologi yang memadai membuat kegiatan belajar online menjadi sempurna.

Ada enam cara untuk menjaga mutu dan kualitas belajar online, salah satunya meningkatkan kemampuan pengajar.

  1. Melengkapi instrumen pembelajaran dengan sistem internal pada masing-masing institusi pendidikan. Contohnya membuat bahan ajar yang menarik, melengkapi absen online, dan lain-lain;
  2. Tanggap terhadap perubahan kebijakan dan teknologi;
  3. Memberikan tugas sesuai dengan materi yang sedang diajarkan;
  4. Memberikan tanggapan dan masukan yang memotivasi terhadap setiap tugas;
  5. Merespons setiap pertanyaan peserta didik dengan baik;
  6. Menyapa peserta didik dalam ruang virtual.

Enam cara di atas tentunya bukan sekadar formalitas atau aksesoris teknologi dalam belajar online, melainkan cara alternatif yang bisa digunakan sebagai indikator menjaga mutu dan kualitas belajar online di saat darurat penyebaran Covid-19.

Tidak mudah memang untuk memulai hal tersebut, tetapi tidak bijaksana pula belajar online hanya memberikan soal dan tugas, tanpa adanya komunikasi yang humanis di dalamnya.

Penulis teringat akan film Black Mirror di salah satu episode berjudul Nosedive. Pada episode tersebut, teknologi hanya dijadikan aksesori untuk menunjukkan mutu dan kualitas berdasarkan rating atau bintang pada suatu hal.

Misalnya saja, jika seseorang atau lembaga tersebut memiliki bintang empat dan lima, artinya mereka adalah sesuatu yang terpopuler dan berkelas, mereka mendapatkan kemudahan akses apapun lantaran dianggap sebagai sosok yang kredibel.

Namun sebaliknya, memiliki bintang tiga ke bawah dapat diartikan sebagai seseorang atau lembaga yang harus dijauhi.

Walaupun banyak perdebatan ilmiah tentang film tersebut, ada sisi positif yang bisa lihat dari cerita film tersebut.

Film ini memberikan pandangan baru, dengan adanya rating dapat menciptakan kepercayaan akan suatu hal.

Tentunya hal sudah terjadi saat ini, ketika kita ingin memesan hotel, kebanyakan pengguna aplikasi selain membandingkan harga mereka melihat rating dari hotel tersebut.

Contoh lain, ketika kita ingin membeli barang pada salah satu aplikasi, kita cenderung melihat bintang yang dimiliki toko tersebut, semakin berbintang maka semakin tepercayalah toko tersebut. Hal serupa hampir terjadi diberbagai sudut ekonomi saat ini.

Perlahan tetapi pasti, saat ini kita akan terbiasa berdampingan dengan teknologi. Teknologi secara harfiah semata-mata hanyalah alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Kembali lagi pada belajar online, dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk belajar di rumah, dapat menjadi ruang inkubator untuk melatih pengajar dan peserta didik terbiasa memanfaatkan teknologi dalam proses belajar online.

Hal tersebut akan menjadi cikal bakal keunggulan bagi institusi pendidikan di masa yang akan datang, masa di mana teknologi dan komunikasi humanis memiliki peran yang sangat penting.

Sinta Paramita, SIP, MA
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi