KOMPAS.com - Informasi mengenai penularan virus corona melalui udara beredar di media sosial dan grup-grup percakapan.
Salah satu narasi yang beredar menyebutkan virus corona bisa melayang di udara selama 8 jam.
Sementara, narasi lainnya, dibagikan sejumlah pengguna Twitter, salah satunya @star777up.
Dalam narasi twitnya, ia menuliskan bahwa peneliti-peneliti di Jepang menyatakan virus corona bisa menular lewat udara.
Benarkah virus corona bisa menyebar melalui udara?
Sejumlah penelitian menemukan potensi ini, tetapi masih dalam penelitian terbatas dan belum merujuk pada sebuah kesimpulan bahwa virus corona dipastikan bisa menular melalui udara.
Oleh karena itu, yang menjadi rujukan hingga kini adalah pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pernyataan WHO
WHO menyatakan, Covid-19 menular melalui droplets atau percikan yang keluar saat seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara.
"Kamu bisa saja tertular virus jika berada dalam rentang jarak 1 meter dari penderita Covid-19," kata WHO, dikutip dari Instagramnya pada Jumat (10/4/2020).
Selain itu, penularan juga bisa terjadi saat menyentuh permukaan yang terkena droplets terkontaminasi dan secara tak sadar menyentuh mata, hidung, dan mulut sebelum cuci tangan.
Sebuah penelitian yang diterbitkan New England Journal of Medicine menemukan bahwa virus dapat hidup hingga tiga jam kemudian di udara, hingga empat jam pada tembaga, hingga 24 jam pada karton dan dua hingga tiga hari pada plastik dan stainless steel.
"Kami sama sekali tidak mengatakan bahwa ada transmisi (penularan) virus secara aerosol (sistem tersebarnya partikel halus zat padat atau cairan dalam gas atau udara), tetapi penelitian ini menunjukkan bahwa virus tetap bertahan untuk jangka waktu yang lama dalam kondisi tersebut, sehingga secara teori dimungkinkan," ujar pemimpin studi Neeltje van Doremalen di National Institute of Allergy Infectious Diseases, seperti dikutip USA Today.
Pernyataan Ahli
Ia mengatakan, informasi mengenai penularan virus corona melalui udara adalah tidak benar.
Hingga saat ini belum ada pembuktian secara ilmiah mengenai penularan virus corona melalui udara.
"Itu informasi tidak benar. Sampai saat ini belum ada bukti virus corona menular malalui udara (airborne)," kata dr. Ari saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/4/2020).
Ia menyebutkan, penularan virus corona dapat terjadi apabila droplets yang keluar dari seorang pasien positif terhirup oleh orang lain yang berada di dekatnya.
Ari mencontohkan, hal itu bisa terjadi, misalnya, saat seorang pasien positif Covid-19 melakukan perawatan ke dokter gigi.
"Misal si pasien positif ini tiba-tiba batuk lalu dropletsnya lepas. Droplets tersebut bisa saja terhirup oleh dokter atau perawat yang ada di dekatnya yang tidak memakai masker," kata dr. Ari.
Ia kembali menekankan, hingga saat ini, penularan virus corona terjadi melalui droplets atau percikan yang menempel di permukaan benda atau tangan.
Penularan akan terjadi jika tangan yang menyentuh permukaan benda dengan virus corona di atasnya, kemudian menyentuh bagian wajah termasuk mata, mulut atau hidung dengan tangan yang sudah terpapar droplets tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat diingatkan untuk rajin mencuci tangan dan membawa hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60 persen saat bepergian.
Waspada penularan dari orang tanpa gejala
Hal lain yang perlu menjadi perhatian masyarakat adalah potensi penularan virus corona melalui orang tanpa gejala.
Artinya, ada seseorang yang sebenarnya positif Covid-19, tetapi ia belum merasakan gejala apa pun.
Proses penularan bisa terjadi meski orang tersebut tak menunjukkan gejala demam, batuk, dan pilek.
Hal inilah yang mendasari WHO meminta semua orang menggunakan masker ketika berada di tempat publik.
Masker yang disarankan adalah masker kain. Sementara, masker bedah dan N95 diperuntukkan bagi tenaga medis.
Penggunaan masker diyakini bisa menekan penyebaran dan penularan virus corona.