Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Anak Krakatau Erupsi, Bagaimana Pantauan Terakhir Gunung Merapi?

Baca di App
Lihat Foto
Dok. PVMBG
Penampakan Gunung Merapi dari Pos Selo, Boyolali, Senin (18/11/2019) pukul 06.02 WIB.
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Gunung Anak Krakatau yang mengalami erupsi pada Jumat (10/4/2020) malam masih ramai diperbincangkan publik.

Gunung Anak Krakatau tercatat mengalami erupsi sebanyak dua kali pada pukul 21.58 WIB dan 22.35 WIB, dengan kolom erupsi setinggi 200-500 meter dari puncak.

Selain gunung dengan tinggi 157 meter dari permukaan laut ini, banyak juga yang bertanya dan membicarakan kondisi Gunung Merapi saat ini.

Beberapa waktu lalu, Gunung Merapi, yang masuk dalam dua wilayah, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga mengalami erupsi.

Gunung berketinggian 2.968 meter dari permukaan laut ini, berada pada tingkat aktivitas level II atau waspada.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melansir informasi resmi, Gunung Merapi mengalami erupsi pada 10 April 2020 pukul 09.10 WIB.

Data seismogram menunjukkan, erupsi Merapi kemarin berdurasi 103 detik, dengan amplitudo 75 mm.

Tinggi kolom 3.000 meter dari puncak dan tiupan angin menuju ke arah barat laut.

Baca juga: Gunung Merapi Kembali Meletus, Tinggi Kolom Capai 3.000 Meter

Pantauan pengamatan

Berdasarkan laporan aktivitas Gunung Merapi pada 3-9 April 2020, terlihat kubah lava dalam kondisi stabil, di mana potensi bahaya berupa awan panas dari runtuhnya kubah lava dan lontaran material vulkanik dari letusan eksplosif.

Sementara itu, pantauan pengamatan pada 10 April 2020 pukul 18.00-24.00 WIB menunjukkan bahwa Gunung Merapi terlihat jelas hingga tertutup kabut.

Rekaman seismograf mencatat adanya 1 kali gempa letusan, 18 kali gempa ditunda, 15 kali gempa frekuensi rendah, 6 kali gempa hybrid, 1 kali gempa vulkanik dangkal, dan 7 kali gempa tektonik lokal.

Tidak diperbolehkan ada aktivitas masyarakat di area dalam radius 3 kilometer dari puncak.

Sementara, di luar radius tersebut, masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa.

Masyarakat diminta untuk mewaspadai bahaya lahar saat terjadi hujan di sekitar puncak Gunung Merapi.

Terkait dengan VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation), pada 2 April 2020 pukul 15.10 WIB, mengirimkan kode warna orange, dengan abu vulkanik teramati dengan ketinggian 5.968 meter di atas permukaan laut atau sekitar 3.000 meter di atas puncak.

Baca juga: Gunung Merapi Meletus, Hujan Abu Tipis Terjadi di Sleman 

Gunung Merapi

Gunung Merapi terletak di perbatasan empat kabupaten yakni Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten di Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan tatanan tektoniknya, Gunung Merapi terletak di zona subduksi, di mana Lempeng Indo-Australia menujam di bawah Lempeng Eurasia yang mengontrol vulkanisme di Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Gunung ini muncul di bagian selatan dari kelurusan dari jajaran gunungapi di Jawa Tengah mulai dari utara ke selatan yaitu Ungaran-Telomoyo-Merbabu-Merapi dengan arah N165 E.

Kelurusan ini merupakan sebuah patahan yang berhubungan dengan retakan akibat aktivitas tektonik yang mendahului vulkanisme di Jawa Tengah.

Aktivitas vulkanisme ini bergeser dari arah utara ke selatan, di mana Gunung Merapi muncul paling muda.

Sejarah letusan

Sejarah letusan Gunung Merapi secara tertulis mulai tercatat sejak abad ke-17, di mana letusan sebelumnya tidak tercatat secara jelas.

Berdasarkan data yang tercatat, gunung ini meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata sekali meletus dalam 4 tahun.

Masa istirahat berkisar antara 1-18 tahun, yang berarti masa istirahat terpanjang yang pernah tercatat yaitu selama 18 tahun.

Secara umum, letusan Merapi pada abad ke-18 dan abab ke-19 masa istirahatnya relatif lebih panjang, sedangkan indeks letusannya lebih besar.

Akan tetapi tidak bisa disimpulkan bahwa masa istirahat yang panjang akan menentukan letusan yang akan datang relatif besar.

Karena berdasarkan fakta, beberapa letusan besar tejadi dengan masa istirahat yang pendek.

Atau sebaliknya, pada saat mengalami istirahat panjang, letusan berikutnya ternyata kecil.

Terdapat pula kemungkinan bahwa periode panjang letusan pada abad ke-18 dan abad ke-19 disebabkan banyak letusan kecil yang tidak tercatat dengan baik, karena kondisi saat itu.

Jadi besar kecilnya letusan lebih tergantung pada sifat kimia magma dan sifat fisika magma.

Karakteristik letusan

Gunung Merapi berbentuk sebuah kerucut gunung api dengan komposisi magma basaltik andesit dengan kandungan silika (SiO2) berkisar antara 52 - 56 persen.

Morfologi bagian puncaknya dicirikan oleh kawah yang berbentuk tapal kuda, di mana di tengahnya tumbuh kubah lava.

Letusan Gunung Merapi dicirikan oleh keluarnya magma ke permukaan membentuk kubah lava di tengah kawah aktif di sekitar puncak.

Munculnya lava baru biasanya disertai dengan pengrusakan lava lama yang menutup aliran sehingga terjadi guguran lava.

Lava baru yang mencapai permukaan membetuk kubah yang bisa tumbuh membesar.

Pertumbuhan kubah lava sebanding dengan laju aliran magma yang bervariasi hingga mencapai ratusan ribu meter kubik per hari.

Kubah lava yang tumbuh di kawah dan membesar menyebabkan ketidakstabilan.

Kubah lava yang tidak stabil posisinya dan didorong oleh tekanan gas dari dalam menyebabkan sebagian longsor sehingga terjadi awan panas.

Awan panas akan mengalir secara gravitasional menyusur lembah sungai dengan kecepatan 60-100 km per jam dan akan berhenti ketika energi geraknya habis.

Inilah awan panas yang menjadi ancaman bahaya yang utama.

Dalam catatan sejarah, letusan Gunung Merapi pada umumnya tidak besar.

Bila diukur berdasarkan indek letusan VEI (Volcano Explosivity Index) antara 1-3, dengan jarak luncur awan panas berkisar antara 4-15 km.

Pada abad ke-20, letusan terbesar terjadi pada tahun 1930 dengan indeks letusan VEI 3.

Meskipun umumnya letusan tergolong kecil, namun berdasarkan bukti stratigrafi di lapangan ditemukan endapan awan panas yang diduga berasal dari letusan besar Merapi.

Melihat ketebalan dan variasi sebarannya, diperkirakan indeks letusannya VEI 4 dengan tipe letusan antara vulkanian hingga plinian.

Letusan besar ini diperkirakan terjadi sekitar 3000 tahun yang lalu.

Disebutkan, sejak tahun 1768 sudah tercatat lebih dari 80 kali letusan.

Di antara letusan tersebut, merupakan letusan besar (VEI ≥ 3) yang terjadi pada periode abad ke-19 (letusan tahun 1768, 1822, 1849, 1872) dan periode abad ke-20 yaitu tahun 1930-1931.

Erupsi abad ke-19 intensitas letusanya relatif lebih besar. Sedangkan, letusan abad ke-20 frekuensinya lebih sering.

Kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall, 2000).

Letusan besar bisa bersifat eksplosif dan jangkauan awan panas mencapai 15 kilometer.

Letusan Gunung Merapi sejak tahun 1872-1931 mengarah ke barat-barat laut.

Namun, sejak letusan besar tahun 1930-1931, arah letusan dominan ke barat daya samapi dengan letusan tahun 2001, kecuali pada letusan tahun 1994, terjadi penyimpangan ke arah selatan yakni ke hulu Kali Boyong yang terletak antara bukit Turgo dan Plawangan.

Erupsi terakhir pada tahun 2006, terjadi perubahan arah dari barat daya ke arah tenggara, dengan membentuk bukaan kawah yang mengarah ke Kali Gendol.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi