Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Mulyono dan Mulianya Hati Rakyat di Tengah Kesulitan karena Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Lilin menyala pada perayaan misa kedua Malam Paskah di Gereja Katedral Jakarta, Sabtu (11/4/2020). Untuk memutus penyebaran wabah Covid-19, Umat Katolik menjalani pekan Tri Hari Suci secara daring melalui siaran televisi maupun streaming.
Editor: Amir Sodikin

KOMPAS.com - Pekan ini adalah pekan keempat atau genap sebulan setelah seruan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah disampaikan Presiden Joko Widodo, 16 Maret 2020.

Atas seruan baik sebagai upaya memutus rantai penularan covid-19 itu, rangkaian perayaan Paskah selama sepekan lalu dilakukan umat Kristiani di rumah.

Di puncak perayaan iman Kristiani soal kebangkitan itu, gereja-gereja kosong. Umat beribadah di rumah dengan perantaraan siaran langsung televisi atau live streaming.

Tidak hanya di Indonesia. Tradisi ratusan tahun yang dijaga Gereja Katolik untuk misa dengan umat di dalam gereja berubah.

Paus Fransiskus untuk pertama kali memimpin misa di Basilika St Petrus, Vatikan tanpa umat. Kosong. Umat Katolik yang berjumlah sekitar 1,3 miliar bisa mengikuti misa via live streaming.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Paskah buat kamu yang merayakan. Ibadah menjadi berbeda di tengah dunia yang tengah berubah. Semoga kedalaman makna ibadah tidak berkurang karena perubahan ini.  

O iya, bagaimana kabarmu? Semoga baik dan sehat selalu dengan imunitas tubuh yang baik. 

Dalam situasi ketidakpastian yang tinggi terkait covid-19, doa paling banyak diucapkan adalah selalu sehat dan baiknya kondisi imunitas. Imuntas yang baik, bisa menangkal bahkan melawan covid-19. Salah satu pemompa imunitas adalah perasaan gembira.

Banyak kesaksian soal hal ini. Pasien di Semarang, di Ogan Komiring Ilir, di Malang, di Lampung dan di berbagai tempat menyatakan hal ini. Cari gembira dan bahagiamu karena baik untuk imuitasmu.

Cari gembiramu dengan berbagi

Mungkin kamu bertanya, dalam situasi penuh ketidakpastian seperti ini, bagaimana bisa mencari dan menemukan gembira?

Benar, tidak mudah memang. Dalam situasi ketidakpastian, panik dan mungkin marah yang kerap hadir di dalam diri, bukan gembira. 

Dalam situasi tidak pasti dan sulit, untuk gembira, kita perlu melampaui diri sendiri. Pusat perhatian bukan diri kita pertama-tama, tetapi orang lain.

Orang lain yang membutuhkan bantuan dan kita bantu akan menghadirkan gembira. Bantuan kita menghentikan ketidakpastian orang lain dan karenanya menghadirkan gembira buat kita dan orang yang kita bantu tentunya.

Terkait hadirnya gembira di tengah ketidakpastian dan kesulitan ini, sepekan lalu, kita mendapat beberapa contoh dari berita-berita yang hadir di kompas.com.

Kamu tahu Pak Mulyono? Kisah Pak Mulyono (59) sebagai driver ojek online yang ditipu penumpang menjadi pembicaraan sepanjang pekan lalu.

Keheningan hati Pak Mulyono yang tercermin dari pernyataan dan tindakannya yang mulia membuat saya dan banyak pembaca terharu. 

Mulyono adalah warga Kalibagor, Desa Srowot, Banyumas, Jawa Tengah. Untuk menopang hidupnya, Pak Mulyono menjadi driver ojek hingga ke Purwokerto. Jarak Banyumas ke Purwokerto sekitar 25 kilometer.

Saat sedang menunggu penumpang di Stasiun Bulupitu, Purwokerto, Sabtu (4/4/2020), Mulyono didatangi penumpang yang minta diantar ke Banjarsari, Solo, Jawa Tengah.

Tadinya Mulyono tak mau mengantarkannya karena jarak yang jauh. Untuk jarak sekitar 230 kilometer itu, penumpang itu menjanjikan bayaran Rp 700.000 saat tiba di lokasi.

Mulyono percaya lantaran iba dan belas kasihan. Perjalanan sekitar lima jam ditempuh berboncengan.

Di perjalanan, Mulyono membelikan air mineral untuk penumpang yang tidak memiliki uang sama sekali itu. Mulyono memakai uangnya yang tidak berlebih juga sebenarnya.

Menjelang tiba di tempat tujuan, penumpang minta berhenti di depan masjid karena ingin shalat. Permintaan dipenuhi. Mulyono menurunkan penumpang dan menunggu di luar masjid sambil meluruskan punggung dan kaki.

Belasan menit berlalu, Mulyono masih menunggu. Sampai akhirnya, warga menyapa dan menegur Mulyono sedang apa.

Mulyono mengatakan sedang menunggu penumpang yang masuk ke masjid. Di dalam masjid dicari, tidak ditemukan penumpang tadi selain sepasang sandal jepit yang sebelumnya dipakai penumpang itu.

Saat itu juga, Mulyono sadar telah ditipu. Kisah Mulyono yang ditipu ini kemudian tersebar di antara sesama driver ojek online di Solo.

Solidaritas kemudian digalang spontan oleh sesama driver. Sekitar 30 menit kemudian, terkumpul donasi Rp 2.330.000. 

Mulanya, Mulyono menolak menerima donasi ini. Namun, karena bantuan ini diberikan dengan kerelaan dan kegembiraan karena solidaritas, Mulyono menerimanya. Mulyono lantas kembali ke Banyumas dengan sepeda motornya untuk pulang. 

Saat dijumpai di rumahnya, Senin (6/4/2020), Mulyono mengaku mendengar bahwa penumpangnya yang kemudian diketahui berinisial SA sudah ditangkap. Terhadap SA, Mulyono sudah memaafkan.

Iba yang membuatnya percaya lantas mengantar penumpang itu ke Solo dari Purwokerto tidak luntur meskipun telah ditipu.

"Saya pesan jangan diapa-apakan, jangan dihakimi, dibilangin saja. Saya justru kasihan, apalagi kalau dia sudah punya keluarga dan anak dan masuk penjara," ujar Mulyono. 

Menurut keterangan polisi, SA adalah warga Banjarsari, Solo yang mudik dari Jakarta karena kehilangan pekerjaan. Tidak mendapat tiket ke Jakarta-Solo dengan sisa uangnya, SA membeli tiket Purwokerto. Uangnya habis, tujuan ke Solo belum tercapai.

Di Solo, selain berurusan dengan polisi, SA juga berurusan dengan petugas karantina Covid-19 karena riwayat perjalanannya.

Terlebih, saat diperiksa, SA demam dan batuk. Keluarga juga menolak kehadiran SA. SA dikarantina di Graha Wisata Niaga, Solo.

Atas informasi karantina terhadap SA, Mulyono juga menjalani rapid test karena riwayat berkontak dengan SA.

Melegakan, hasil rapid test atas Mulyono negatif. Meskipun demikian, Mulyono tetap menjalani karantina pribadi.

Mereka yang tidak berdaya

Selain kisah Mulyono dan SA, ada juga Dodo, driver ojek online di Depok, Jawa Barat. Ketiganya adalah saudara-saudara kita yang tidak berdaya menghadapi situasi yang berubah karena ketidakpastian ini. 

Pulang bekerja, Dodo menjemput istrinya yang bekerja membawa dua anaknya. Dodo dan keluarganya tidak bisa masuk kontrakannya, Selasa (7/4/2020) malam.

Gembok kontrakan sudah diganti pemilik karena Dodo menunggak membayar kontrakan tiga bulan terakhir. 

Dalam perasaan yang hancur karena tidak punya tempat berteduh dan tidak punya penghasilan memadai, Dodo mencari tempat istirahat untuk istri dan dua anaknya. Rabu (8/4/2020), Pukul 01.00, Dodo berhenti di emperan toko. 

Sesama driver ojek online menghampiri dan memberinya makan karena mengira Dodo "ngalong" (bekerja malam hari).

Namun, setelah didapati lagi dan ditanya oleh driver yang memberi makan beberapa saat kemudian, diketahui bahwa Dodo terusir dari kontrakannya.

Solidaritas kemudian terbangun. Kesulitan sesama lantas membangkitkan keinginan untuk membantu dari keterbatasan masing-masing.

Malam itu, Dodo dan keluarga dibawa dari emperan toko ke basecamp driver ojek online di Depok supaya bisa istirahat bersama istri dan dua anaknya. Salah satu anaknya demam.

Berikutnya, bantuan lain datang. Komunitas driver lantas melunasi tunggakan uang kontrakan tiga bulan sehingga Dodo dan keluarga bisa kembali menempati kontrakannya. Bantuan lain juga mengalir untuk Dodo dan keluarganya.

Dodo berterima kasih karena bisa bertahan sekitar sebulan ke depan. Namun, Dodo ingat banyak teman-temannya yang bernasib sama, atau bahkan lebih buruk. Dodo berharap, bantuan serupa dibagikan secara adil.

Menyikapi daftar keluhan

Di tengah situasi tidak pasti dan sulit ini, kita mungkin punya daftar keluhan juga, bahkan bisa sangat panjang.

Namun, jika kita mampu melampaui diri kita, melampaui ego kita, keluhan kita mungkin tidak sebanding dengan keluhan sesama kita yang lain.

Bisa jadi, apa yang kita keluhkan atau hal-hal yang ada di daftar keluhan kita adalah hal yang hendak disyukuri oleh banyak orang karena tidak mereka miliki. 

Coba hening. Bayangkan apa saja keluhanmu. Bandingkan dengan kesulitan yang dialami Mulyono dan Dodo. Dalam kesulitannya yang nyata, Mulyono dan Dodo masih memikirkan orang lain. 

Mulyono dan Dodo melampui dirinya sendiri, egonya sendiri untuk kemudian menjumpai gembira dan tentunya rasa syukur.

Masih bingung mencari gembira? Kalau masih bingung juga, silakan bersyukur dan lantas berbagai sebagai ungkapan syukur itu seperti dilakukan pembaca Kompas.com, misalnya. 

Banyak Mulyono dan Dodo lain di sekitar kita, terlebih dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mulai diterapkan di sejumlah daerah. Banyak sarana untuk menjangkau dan membantu Mulyono dan Dodo lain di sekitar kita.

Negara memang wajib bertanggung jawab atas mereka, tetapi kita bisa juga dengan keterbatasan kita di tengah kerap alpanya negara

Salam solidaritas,

Wisnu Nugroho

 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi