Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan "Ngeyel", Mengapa Saat Wabah Virus Corona Wajib untuk di Rumah Saja?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi virus corona, pasien virus corona, isolasi mandiri, karantina
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Penyebaran virus corona baik di dunia maupun Indonesia, terus mengalami peningkatan dari hari ke harinya.

Banyak ahli menyarankan sejumlah cara untuk menekan penyebaran Covid-19. Mulai dari pemakaian masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir hingga menjaga jarak.

Selain itu, masyarakat juga diminta mematuhi pentingnya tinggal di rumah untuk semakin menekan dan mencegah penyebaran virus corona.

Baca juga: Update Kasus Corona WNI di Luar Negeri 17 April: 394 Positif, 82 Sembuh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendati demikian, banyak warga yang tidak mengubris hal tersebut dan memilih pulang ke kampung halaman dengan beragam alasan.

Yang terjadi adalah, penularan virus corona semakin signifikan di daerah. Salah satu contohnya yakni adanya penularan dari pemudik kepada keluarganya di daerah.

Epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan, hal itu adalah sebagian kecil contoh saja.

Baca juga: Diprediksi Akan Terjadi, Apa Itu Gelombang Kedua Virus Corona?

Lantas, bagaimana analisis mengapa kita diharuskan untuk tinggal di rumah saat pandemi virus corona?

Upaya termudah, namun efektif

Dicky mengatakan, kebijakan untuk tinggal di rumah adalah upaya termudah namun efektif dalam meredam kecepatan penularan Covid-19.

Dengan semakin sedikitnya orang berkegiatan di luar rumah maka otomatis akan semakin sedikit peluang orang bertemu atau kontak dengan orang yang terinfeksi.

"Hal itu tentu saja termasuk kecilnya kemungkinan menularkan pada orang lain, terutama yang berusia lanjut," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/4/2020).

Menurut analisis Dicky, pada situasi pandemi dengan penularan seperti Covid-19 ini, yang mayoritas 80 persen penularan terjadi dari orang yang tidak bergejala, maka tidak ada jalan lain.

"Upaya pencegahan harus berupa mengurangi sebanyak mungkin aktivitas manusia di luar rumah," katanya lagi.

Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati

Kasus penularan meningkat

Lebih lanjut, Dicky menjelaskan bila masyarakat tidak menaati aturan untuk sebanyak mungkin beraktivitas di rumah, maka otomatis kemungkinan tertular dan menularkan akan meningkat.

Namun, ada hal yang harus diingat dalam upaya pencegahan berupa banyak aktivitas di rumah, harus diikuti dengan pelaksanaan strategi utama mengatasi pandemi.

"Menurut saya dengan cakupan tes dan pelacakan kasus kontak yang masif dan agresif, dilanjut dengan perawatan dan isolasi kasus kontak," jelas Dicky.

Kendati diharuskan untuk tetap tinggal di rumah, bagi yang memang harus tetap bekerja di luar rumah, seperti apotek, penjual makanan, dan lain sebagainya, tetap bisa melakukan aktivitasnya tetapi dengan syarat.

Syarat tersebut, imbuhnya, dengan tetap mematuhi jaga jarak dua meter, sering cuci tangan, jauhi atau hindari keramaian, dan menggunakan masker.

Baca juga: Lebih Dekat dengan Bilik Swab Ciptaan Dosen UGM

Dilihat dari banyak faktor

Ketika disinggung apakah tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia untuk tinggal di rumah sudah bagus, ia menjawab harus dilihat dari banyak faktor.

Menurut Dicky, faktor utama yang harus dilihat adalah kebutuhan hidup dasar masyarakatnya.

"Bila tercukupi, tentu kepatuhan itu akan lebih mudah terjadi. Namun bila tidak, ya seperti yang terjadi di berbagai kota yang merapkan PSBB, penjual atau orang tetap lalu lalang, terutama golongan masyarakat berpenghasilan tidak tetap yang mengandalkan penghasilan harian," jelas dia.

Ia mengatakan, kenyataan atau fakta ini tidak bisa dikesampingkan walaupun telah ada kebijakan dari pusat untuk mendukung kehidupan masyarakat per bulannya.

Masalah selanjutnya adalah, apakah sudah tepat sasaran dan apakah sudah sampai di sasaran kah bantuan yang diberikan tersebut.

"Satu hal yang harus dingat adalah pandemi Covid-19 ini diprediksi palling cepat hingga September atau Oktober. Artinya, tidak mungkin memaksa masyarakat terus menerus diam di rumah. Jadi harus ada strategi yang disesuaikan," pungkas Dicky.

Baca juga: Penjelasan Mengapa Pasien Sembuh di Korea Selatan Kembali Dinyatakan Positif Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi