Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Larang Mudik, Ahli: Kebijakan yang Tepat Meskipun Terlambat

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Ilustrasi Mudik
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Akademisi Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Gabriel Lele menilai, larangan mudik yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan kebijakan yang bagus.

Akan tetapi, Gabriel menganggap bahwa larangan itu seharusnya dikeluarkan ketika kasus mulai merebak ke beberapa daerah.

"Sebenarnya publik berharap sejak awal ketika kasus mulai merebak ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur itu seharusnya sudah mulai dilarang. Karena begitu kebijakan WFH (work from home) diterapkan, itu kan pada mudik," kata Gabriel saat dihubungi, Selasa (21/4/2020).

"Saat itu kan penyebaran virus lagi naik-naiknya, jadi ini kebijakan yang bagus di satu sisi, tetapi agak telat," sambungnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Jokowi Larang Mudik, Ridwan Kamil Bakal Perketat Akses Masuk ke Jabar

Selain itu, Gabriel menyebut, jeda waktu antara pengumuman dan penerapan larangan pada Jumat (24/4/2020) dinilainya tidak menunjukkan ketegasan untuk menghadang orang untuk tidak mudik.

Dia pun menilai bahwa kota-kota yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan kesulitan dalam menghadang arus pemudik.

Penerapan aturan

Gabriel juga mengatakan, hal yang tak kalah pentingnya dari larangan mudik itu adalah aspek "apa yang boleh".

"Nah apa yang boleh ini terkait dengan bagaimana jika mereka yang alasan mudiknya karena tidak bisa bertahan di kota-kota besar. Dari sisi itu, kalau pemberian bantuan sosial berdasarkan KTP maka skalanya harus nasional," jelas dia.

"Maksudnya adalah mungkin ada warga ber-KTP Jateng yang tinggal di Jakarta, ketika ada pembagian sembako ya mereka juga berhak. Pada saat bersamaan dipastikan ia tidak menerima dobel," tambahnya.

Dengan kondisi penduduk yang mobile, Gabriel menilai pelaksanaan kebijakan itu tidak bisa dilakukan melalui mekanisme pemerintah, tetapi lebih ke komunitas.

Karenanya, dia meminta agar pemerintah memberdayakan RT atau RW secara optimal.

Baca juga: Jokowi Larang Mudik, Wali Kota Depok Minta Petunjuk Jelas

Mudik picu munculnya klaster

Senada dengan Gabriel, epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia Dicky Budiman bersyukur bahwa pemerintah akhirnya mendengar masukan para ahli.

Menurutnya, gelombang mudik akan memunculkan potensi klaster di daerah dan desa yang akan memiliki dampak jangka panjang.

"Lebih baik telat dari pada tidak sama sekali. Sangat berbahaya sekali kalo sampai mudik. Potensi timbul kluster di daerah dan desa itu bakal membebani bukan hanya dalam jangka pendek tapi jangka panjang," karta Dicky saat dihubungi, Selasa (21/4/2020).

Namun larangan itu, kata Dicky, harus segera ditindaklanjuti sebelum adanya pergerakan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, khususnya daerah asal para pemudik.

Baca juga: Presiden Jokowi Minta PSBB Dievaluasi Total

Edukasi dan komunikasi

Menurutnya, kebijakan itu juga harus disertai upaya edukasi dengan strategi komunikasi yang tepat, agar masyarakat memahami alasan larangan mudik ini dikeluarkan.

"Tapi harus diperlakukan manusiawi. Mereka kan masyarakat kita, sebagian besar kehilangan pekerjaan dan mungkin tdk ada pilihan," jelas dia.

Ke depan, Dicky berharap agar kebijakan terkait dengan Covid-19 dikaji secara matang dengan para ahli yang kompeten, sehingga tidak kehilangan waktu dan salah langkah.

Sebab, faktor waktu dalam upaya melawan pandemi virus corona adalah hal yang sangat vital.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi