Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Penulis & Wartawan
Bergabung sejak: 21 Apr 2020

Penulis, Wartawan, Host Podcast "Coming Home with Leila Chudori"

Coming Home with Leila Chudori: Pramoedya, Marah Roesli, Alice Munro...

Baca di App
Lihat Foto
ISTIMEWA
Coming Home with Leila Chudori musim tayang 3 bersama Ivan Lanin.
Editor: Laksono Hari Wiwoho

ADA tiga dunia yang penting: dunia buku, dunia film, dan realita. Buku (dan film) adalah dua suaka saya dari realita.

Ketika hidup menyajikan realita yang membuat dada penuh sesak, air mata menggenang, lidah getir, maka buku adalah satu cara saya memasuki jaga yang diciptakan para penulis luar biasa itu.

Sejak kecil kedua orangtua saya mengajak saya memasuki dunia Mahabharata, sebuah epik panjang berasal dari India yang kelak tokoh-tokoh dan filsafatnya banyak pengaruh pada penulis Indonesia, termasuk saya.

Di masa kanak-kanak pula saya berkenalan satu per satu dengan Oliver Twist di masa Industri Revolusi dan berbagai tokoh Charles Dickens lainnya, seperti Charles Darnay dan Sydney Carton yang menjadi simbol dari novel "Kisah Dua Kota".

Lalu, ada Kiki dan komplotannya, Bambang Ekalaya, Holden Caufield, Drupadi, para Gadis March...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka semua tokoh-tokoh imajinatif yang kemudian bersatu dengan dunia nyata keseharian saya. Karena pada dasarnya, saya percaya, karya para penulis sebagaimanapun fiktif dan "imajinatif", tetapi itu semua terinspirasi dan ekspresi dari realita.

Akan tetapi, semakin saya dewasa, saya menyadari betul, buku dan kegiatan membaca bukanlah hal yang terlalu akrab di Indonesia.

Salah satu penyebabnya karena membaca (sastra) bukanlah sesuatu yang sangat ditekankan dalam kurikulum pendidikan kita.

Sastra Indonesia dijadikan bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia, dan jarang sekali ada pembahasan yang mendalam dan serius tentang buku-buku sastra kontemporer.

Kalaupun ada beberapa sekolah yang mencoba menyelipkan kegiatan sastra di sekolah-sekolah (swasta), lazimnya diselenggarakan sebagai bagian dari peringatan Sumpah Pemuda karena kalimat "menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia."

Kegiatan itu biasanya mengundang sastrawan berbicara tentang karya mereka atau sekadar lomba menulis. Itu semua tetap tidak cukup untuk membangun tradisi membaca sebagai bagian dari kebutuhan hidup.

Di Indonesia, sinetron, televisi, musik dan social media sudah telanjur lebih berkuasa daripada kedahsyatan sebuah buku.

Mungkin itu sebabnya setahun silam saya mengusulkan penerbit Kepustakaan Populer Gramedia--yang menerbitkan buku saya--untuk melahirkan sebuah acara bincang buku, yang langsung disambut mereka dengan bersemangat.

Saya mengusulkan medium podcast (siniar) yang relatif lebih baru daripada medium Youtube. Salah satu alasan saya adalah karena karena podcast lebih sederhana (tak perlu peduli dengan visual) dan para tamu yang saya undang bisa berkonsentrasi membahas buku-buku yang dibacanya.

Bersama-sama berbagai pihak termasuk sesama sibling penerbit Gramedia Pustaka Utama, Kompas.com, juga beberapa kawan lain--seperti Studio Soundhead dan Femina Group--ikut mendukung karena saking kepengin betul membuat masyarakat Indonesia "nyemplung" kembali ke dalam buku bacaan dan tak selalu melekat ke gawai 24 jam sehari.

Maka, sejak tahun 2019, musim tayang pertama "Coming Home with Leila Chudori", yang saat itu juga didukung oleh Gentle Media merekam 12 episode.

Episode itu mengundang sejumlah tamu seperti Mira Lesmana, yang dengan seru berbincang tentang karya Haruki Murakami lengkap dengan kecenderungan tokoh-tokoh Murakami dalam setiap karyanya.

Ada pula Dian Sastrowardoyo, yang membahas tokoh Holden Caufield dengan serius dan rinci dalam "The Catcher in the Rye".

Saya dan Handry Satriago memilih mendiskusikan novel Azhari Aiyub "Kura-kura Berjanggut", sementara Salman Aristo dan Ine Febrianti bercerita pengalaman pertama mereka membaca karya Pramoedya Ananta Toer novel "Bumi Manusia", yang kemudian diangkat menjadi film yang melibatkan mereka.

Para penulis yang baru saja mengeluarkan karyanya kami undang untuk berbincang tentang proses kreatif mereka, antara lain Seno Gumira Ajidarma, Dee Lestari, Ayu Utami, Ahmad Fuadi, Laksmi Pamuntjak, dan Joko Pinurbo.

Sesekali kami juga mengundang beberapa narasumber memilih satu topik untuk didiskusikan, misalnya tentang Penghargaan Sastra.

Kami semua berharap dengan program podcast yang kami sajikan setiap hari Rabu ini, terutama di saat karantina seperti sekarang, kita semua mempunyai pilihan buku-buku apa yang asyik untuk dibaca, direnungkan, dan dibahas bersama kawan atau keluarga Anda.

Untuk musim tayang ketiga, aktivis Ivan Lanin akan membuka diskusi novel karya Marah Roesli berjudul "Anak dan Kemenakan" (kerja sama Balai Pustaka dan Kepustakaan Populer Gramedia, 2020).

Nama Marah Roesli tentu saja lebih identik dengan roman "Siti Nurbaja". Lahir di Padang, Sumatera Barat, 1889 dan wafat pada usia 78 tahun, Marah Roesli disebut oleh kritikus HB Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia.

Yang menarik dari ulasan Ivan Lanin, sebagaimana yang akan dengarkan pada episode pembuka hari ini, bagaimana banyaknya kosa kata dan diksi Melayu dalam roman ini yang sudah lama tidak digunakan dalam bahasa Indonesia masa kini.

Dalam era social media yang bernapsu memangkas kalimat menjadi sangat ringkas dan penuh akronim yang membuat pikiran buntu, gaya bahasa Marah Rusli menjadi suatu ingatan kembali pada kita betapa kaya dan indahnya menggunakan bahasa Indonesia yang lengkap.

Hal lain tentu saja yang kami diskusikan di sini adalah konsistensi Marah Rusli menulis roman yang berisi komentar (bahkan kritik) sosial tentang aturan-aturan perkawinan di abad itu, di mana kelompok etnik dan status sosial menjadi persyaratan yang sangat penting.

Kritik ini bukan hanya terasa dalam nobel "Anak dan Kemenakan", tetapi juga pada novel semi biografisnya yang berjudul "Memang Jodoh".

Episode perdana Musim Tayang 3 "Coming Home with Leila Chudori" bisa ditemukan pada tautan Spotify ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi