Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meninggal Dunia, Berikut Sosok Arief Budiman yang Dikenal Konsisten Membela Kaum Marjinal

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Kompas/Istimewa
Arief Budiman
|
Editor: Sari Hardiyanto

 

KOMPAS.com - Sosiolog sekaligus aktivis '66, Arief Budiman meninggal dunia pada Kamis (23/4/2020) di Salatiga, Jawa Tengah.

Arief merupakan kakak dari aktivis Soe Hok Gie atau yang lebih dikenal Gie.

Arief Budiman lahir pada 3 Januari 1941 di Jakarta. Sejak kecil dirinya terus berada di tengah kemelut konflik.

Dia berada di golongan minoritas sejak kecil. Dia merasa sering diperlakukan tidak adil. Kecamuk politik yang berlangsung seiring pertumbuhannya, membuatnya peka terhadap ketidakadilan dan berperan dalam kehidupan dewasanya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama asli Arief Budiman adalah Soe Hok Djin. Dia mengubah namanya, sementara adiknya tetap mempertahankan nama aslinya.

Hal itu terjadi di awal berdirinya Orde Baru. Sejumlah orang Thionghoa memilih mengubah namanya agar lebih "Indonesia".

Istrinya, yaitu Sitti Leila Chaerani dinikahinya pada 1967. Dua anaknya yaitu Andrian Mitra Budiman dan Susanti Kusumasari.

Mereka tinggal di rumah yang berwawasan ekologis di Desa Kemiri, Salatiga.

Arief adalah Doktor Sosiologi dari Universitas Harvard, Amerika Serikat (1981). 

Sebelumnya dia mengenyam pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (lulus 1968).

Baca juga: Mengenang Lukman Niode, Legenda Renang Indonesia yang Meninggal karena Covid-19

Aktivis yang memperjuangkan demokrasi dan kaum marjinal

Dikutip Harian Kompas, Sabtu (11/8/2018), Arief Budiman adalah aktivis angkatan 66 yang konsisten memperjuangan demokrasi dan membela kaum marjinal.

Sebagai intelektual, pemikirannya dikenal tajam dan bernas.

Dia tak hanya dikenal karena kritis dalam mengungkapkan pemikirannya. Dia juga kerap turun di barisan depan gerakan perubahan sosial.

Dilansir Harian Kompas, Minggu (30/10/1994), sejak muda Arief terlibat aktif dalam gerakan antikemapanan seperti penandatanganan Manifes Kebudayaan, demonstrasi tahun 1966 yang penuh mitos, Golput pada tahun 1971 dan lain-lain.

Saat ia masuk Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga tahun 1981, semua gerakan di kampus sering dihubung-hubungkan punya kaitan dengan dirinya.

Arief menjadi dosen di UKSW. Tak hanya itu, dia juga guru besar di Universitas Melbourne, Australia.

Tapi terhitung sejak 31 Oktober 1994, melalui surat keputusan yang ditandatangani ketua umum dan sekretaris Yayasan UKSW, Arief dipecat. 

Dia dipecat dengan tidak menerima jabatan sebagai tenaga akademik dan segala jabatan di UKSW.

Alasannya antara lain karena Arief terus menerus memprotes proses pemilihan rektor yang dianggapnya tak demokratis dan penuh kecurangan.

Arief dianggap telah merugikan dan merusak citra universitas.

Baca juga: Mengenang Kurt Cobain, Ikon Musik Rock Modern

Manajemen konflik

Meski kerap bersikap keras kepada penguasa, Arief tak segan memuji tokoh-tokoh yang memiliki sikap dan pandangan yang ia anggap baik untuk Indonesia.

Ia tak pandang bulu meski mereka berseberangan pendapat dengannya. Baginya, konflik dilihat sebagai komunikasi mengadu gagasan.

Sebagai intelektual, Arief terlihat sering menggunakan pemikiran strukturalisme untuk menggugat kapitalisme Orde Baru.

Dia kritis mempertanyakan masalah kebijakan pembangunan, kemiskinan, ketidakadilan, dan terabaikannya hak asasi manusia.

Kritiknya tetap berlanjut meskipun rezim Soeharto telah berakhir.

Baca juga: Mengenang Seniman Musik Djaduk Ferianto...

Sebagai tokoh gerakan demokrasi, Arief menjadi semacam simpul dari berbagai aktivis gerakan yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.

Terutama pada awal tahun 1980-an ketika gerakan mahasiswa bertransformasi menjadi berbagai kelompok diskusi dan kelompok studi.

Sejak 2018, kesehatan Arief menurun. Ia menderita sakit parkinson dan menetap di Salatiga.

Baca juga: Meninggal Dunia, Sosiolog Arief Budiman Dimakamkan di Taman Makam Bancaan Salatiga

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi