Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Hisab dan Rukyat, Dua Metode Penentuan Awal Ramadhan...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Petugas Lembaga Falakiyah Pondok Pesantren Al-Hidayah Basmol, Jakarta Barat melakukan pemantauan hilal di atas Masjid Al-Musariin, Minggu (5/5/2019).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) akan melaksanakan Sidang Isbat guna menentukan awal Ramadhan 1441 Hijriah pada Kamis (23/4/2020) sore ini.

Pelaksanaan Sidang Isbat tersebut merujuk dari pengamatan atau rukyat hilal di sejumlah daerah.

Perlu diketahui selain menggunakan metode hilal, penentuan awal Ramadhan juga bisa dilakukan dengan metode hisab (perhitungan).

Baca juga: Dilakukan Terbatas, Raja Salman Izinkan Tarawih di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah Kementerian Agama (Kemenag) Nur Khazin mengatakan, dua metode tersebut merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesi (MUI) Nomor 2 Tahun 2004.

Selain itu, landasan penentuan awal bulan tahun Hijriah tersebut juga termaktub dalam UU Nomor 3 Pasal 25 A.

Rukyatul Hilal

Rukyatul hilal dapat diartikan sebagai aktivitas pengamatan visibilitas hilal (bulan sabit) saat Matahari terbenam menjelang awal bulan pada Kalender Hijriah.

Rukyatul hilal biasanya dilakukan untuk menentukan awal bulan Dzulhijjah, Ramadhan, dan Syawal.

Menurut Khazin, ada 82 titik pemantauan hilal di seluruh Indonesia.

Sebelum melaksanakan pemantauan Kemenag bekerja sama dengan ormas dan para pakar untuk melakukan perhitungan-perhitungan soal ketinggian hilal.

"Tentunya sebelum melaksanakan rukyat, Kementerian Agama bekerja sama dengan Ormas Islam, para pakar baik dari BMKG, Lapan, dan pondok pesantren sudah melakukan perhitungan-perhitungan bagaimana nanti di satu titik berapa derajat ketinggian hilal di wilayah tersebut," kata Khazin saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/4/2020).

Baca juga: Seluk-beluk Ramadhan, dari Imbauan Kemenag, Sidang Isbat hingga Jadwal Imsakiyah

Khazin mengatakan, penghitungan itu dilakukan untuk menghindari terjadinya 'salah lihat'. Sebab, jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya.

Menurutnya, hilal bisa dilihat dengan ketinggian minimal 2 derajat, elongasi (jarak sudut matahari-bulan) 3 derajat, dan umur minimal 8 jam saat ijtimak.

"Kalau di bawah itu berarti belum rukyat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah artinya dengan ketinggian di bawah itu kemungkinannya kecil untuk bisa dilihat," jelas dia.

Pemantauan hilal Ramadhan biasanya dilakukan pada tanggal 29 bulan Syakban. Apabila hilal terlihat dengan beberapa ketentuan di atas, maka bulan Syakban dicukupkan 29 hari.

"Syakban ini nanti bisa dilihat enggak hilalnya, kalau ternyata terlihat berarti umur bulan Syakban dicukupkan 29 hari. Kalo seumpama tidak terlihat, berarti bulan Syakban diistikmalkan (disempurnakan) menjadi 30 hari," tutur Khazin.

Baca juga: Berikut Imbauan Kemenag soal Pelaksanaan Ibadah Ramadhan di Tengah Pandemi Corona

Metode Hisab

Sementara itu, hisab dapat diartikan dengan perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah.

Khazin menjelaskan, metode hisab yang berkembang di Indonesia ada beberapa rujukan atau kitab dan sudah menggunakan metode kontemporer.

"Kalau di Kemenag kan menggunakan data ephemeris hisab rukyat. Meski ada beberapa metode hisab, biasanya hasilnya sama," kata dia.

"Caranya ya menggunakan rumus-rumus yang ada di buku itu. Ada rumusnya seperti apa untuk menghitung awal bulan dengan data astronomis yang ada di buku-buku tersebut," sambungnya.

Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa 24 April dan Idul Fitri 24 Mei 2020

Saling melengkapi

Terlepas dari itu, Khazan mengatakan bahwa baik metode hisab maupun rukyat, keduanya merupakan sebuah cara untuk menentukan awal bulan.

Menurutnya kedua metode itu tidak bisa dinafikan karena semuanya saling mendukung.

"Adanya hisab itu juga karena ada rukyat yang panjang, termasuk metode hisab ini akan mempermudah pelaksanaan rukyat secara benar. Jadi kedua-duanya ini saling menguatkan dan saling mendukung," jelas dia.

Oleh karena itu, Khazin berharap agar masyarakat mengikuti apa yang telah ditetapkan pemerintah, terlebih telah didukung dengan teknologi yang canggih.

"Pokoknya ketetapan pemerintah itu yang terbaik, tidak perlu diragukan," tutupnya.

Baca juga: Wabah Virus Corona, Ini Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri dari Kemenag

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi