Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Bergabung sejak: 22 Apr 2020

Prof. Dr. David S Perdanakusuma, dr., SpBP-RE(K) adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia.

Alasan Mengapa Harus Tidak Mudik Saat Pandemi Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI
Suasana sejumlah bus berbagai jurusan yang berhenti di Terminal Cicaheum, Bandung, Jawa Barat, Selasa (21/4/2020). Pemerintah Indonesia resmi mengeluarkan kebijakan larangan mudik Lebaran 2020 bagi masyarakat di tengah masa Pandemi guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19 yang akan berlaku ekfektif mulai Jumat 24 April 2020. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/hp.
Editor: Heru Margianto


PRESIDEN Joko Widodo telah mengumumkan larangan mudik untuk semua warga negara setelah sebelumnya bersifat imbauan saja.

Hal ini penting mengingat saat ini telah memasuki bulan suci Ramadhan yang dari tahun ke tahun diwarnai arus mudik yang tinggi. Larangan ini tidak lain demi mencegah penyebaran Covid-19.

Keputusan ini patut diapresiasi mengingat bahaya yang akan timbul bila mudik tetap berjalan. Larangan ini sebenarnya selaras dengan berbagai imbauan, arahan, dan keputusan yang sudah tersebar secara masif untuk tetap tinggal di rumah.

Keputusan ini sangat dibutuhkan dalam rangka penguatan arahan tetap tinggal di rumah, belajar di rumah, bekerja dari rumah, beribadah di rumah, menjaga jarak, dan tidak berkerumun.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelumnya, pelarangan ini hanya untuk ASN, pegawai BUMN, dan personel TNI-Polri.

Mobilisasi vs imobilisasi

Mudik berarti kegiatan perantau atau pekerja migran kembali ke kampung halamannya (udik). Kata “mudik” juga singkatan dari mulih dhilik yang artinya adalah pulang sebentar. Jadi, mudik berarti berpindahnya seseorang dari kota untuk pulang ke desa.

Kegiatan ini jelas berlawanan dengan semangat merumahkan orang di tempatnya masing-masing sesuai dengan domisili saat ini.

Merumahkan kegiatan belajar dan bekerja berarti merumahkan di tempat domisili saat ini, bukan merumahkan di tempat asal atau di kampung halaman.

Dalam konteks pandemi, keduanya berlawanan karena makna merumahkan sesuai domisili adalah imobilisasi sementara makna kedua adalah mobilisasi keluar domisili.

Kontradiksi ini terkait dengan risiko penularan. Imobilisasi menekan penularan sementara mobilisasi meningkatkan risiko penularan.

Dengan imobilisasi, orang tidak berpindah dari tempat domisili. Ini mengurangi kontak antar manusia sehingga risiko saling menularkan bisa minimal. Seandainya tertular pun dapat ditelusuri rantai penularannya.

Di lain pihak, mobilisasi meningkatkan peluang kontak antar manusia karena interaksinya di area publik misal terminal, stasiun, dan bandara serta dalam kendaraan.

Kondisi ini memungkinkan penularan dari orang sakit dengan maupun tanpa gejala. Penularan dari sini sulit ditelusuri. Belum lagi risiko menjadi penular di desanya.

Penyakit impor karena mobilitas orang

Seperti diketahui bahwa Covid-19 ini adalah penyakit impor yang diawali dengan kontak dan mobilitas manusia yang datang dan pergi dari dan ke luar negeri.

Jadi asalnya adalah karena adanya mobilitas global/ internasional yang masuk kategori masyarakat menengah ke atas dan mengenai masyarakat terutama di kota besar. Dalam proses perjalanannya Covid-19 ini relatif dapat ditelusuri untuk melacak rantai penularan.

Tidak aneh kalau angka penyakit banyak terjadi di kota besar terutama Jakarta yang merupakan ibu kota negara dengan aktivitas interaksi antar manusia baik nasional maupun internasional paling intens.

Saat ini Jakarta merupakan daerah dengan kejadian sakit tertinggi dan jumlah kematian yang tertinggi di Indonesia.

Setelah Jakarta disusul Jawa Barat karena merupakan daerah yang paling dekat atau menempel dengan Jakarta sehingga angka kejadian sakitnya tinggi. Kota besar seperti Surabaya dan kota lainnya mengikuti karena mobilitas yang relatif tinggi.

Hampir dua bulan sejak pengumuman Presiden mengenai dua kasus pertama yang terkonfirmasi positif Covid-19, jumlah orang yang terpapar Covid-19 terus meningkat baik sebagai orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), maupun yang sudah dinyatakan positif Covid-19. Penderita yang meninggal pun terus meningkat.

Saat ini kemampuan menguji sampel masih sangat terbatas baik terkait lokasi maupun lamanya pengujian sampel.

Walaupun pada beberapa zona merah di berbagai daerah telah dilaksanakan rapid test untuk masyarakat umum dalam rangka membantu screening, upaya tersebut belum dapat menentukan seseorang positif Covid-19 atau tidak.

Pemeriksaan lanjutan dengan swab PCR masih diperlukan untuk memastikannya. Hal ini memungkinkan seseorang terduga Covid-19 dapat menulari orang lain sebelum dilakukan pengujian PCR.

Namun demikian, upaya yang telah dilakukan tetap punya makna menjadi bagian dari algoritma penegakan diagnosa ketika PCR belum tersedia pada banyak tempat. Hal ini patut dihargai karena menunjukkan kepedulian dan semangat memberantas Covid-19.

Potensi penularan masih tinggi karena pembatasan diri terhadap interaksi di tengah masyarakat masih belum dipatuhi sesuai harapan. Rantai penularan akan terus meningkat berlipat-lipat dalam kondisi seperti ini.

Pembatasan interaksi fisik manusia adalah solusi terbaik dalam upaya memutus rantai.

Kalau tidak terkontrol...

Apa kekhawatiran utama dari situasi penularan yang tidak terkontrol?

Akan terjadi ketidakseimbangan kemampuan dokter dan tenaga kesehatan dalam mengatasi penyakit ini dengan jumlah kasus yang sangat tinggi.

Persentase dokter yang meninggal akibat Covid-19 sudah cukup tinggi. Angka ini akan terus meningkat bila kondisi seperti ini tetap berjalan.

Dokter tidak dapat meninggalkan tugas profesinya untuk memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, namun dihadapkan pada dilema antara tugas profesi dengan risiko.

Kondisi saat ini harus dalam kendali yang ketat jangan sampai jatuh menjadi kondisi yang tidak terkendali. Bila kondisi ini berlanjut akan dapat meruntuhkan sistem pertahanan kesehatan.

Apa dampak yang dikhawatirkan bila mudik tidak dilarang?

Mobilisasi domestik membuka daerah isolasi wabah dengan angka kesakitan tinggi ke daerah dengan angka kesakitan yang relatif rendah.

Pegangan dari hadis Nabi Muhammad SAW: “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri maka jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya” (HR. Bukhari & Muslim).

Pesan ini menjadi lepas karena membiarkan orang bergerak menuju daerah lain dan meninggalkan tempatnya semula.

Bahayanya adalah perluasan sebaran Covid-19. Terjadi pergeseran penyakit dari kota ke desa dan dari zona merah menuju zona yang relatif aman.

Paling mencemaskan adalah kesulitan penelusuran rantai penularan akibat luasnya kontak antar manusia yang terjadi.

Terjadi perubahan besar dari penyakit masyarakat menengah ke atas menjadi penyakit masyarakat menengah ke bawah. Covid-19 akan menjadi kian tidak terkendali. Mata rantai penularan menjadi sulit diputus karena penyakit telah meluas secara masif.

Saat ini sudah banyak kita dengar gelombang arus mudik di berbagai daerah. Ini yang menjadi kekhawatiran dan ketakutan kita semua.

Dari data terpublikasi, pergerakan mudik terbesar berasal dari Jawa Barat dan DKI menuju Jawa tengah, Jawa Timur dan Sumatera.

Kondisi ini dihadapkan pada pilihan yang sulit antara tidak mudik dengan kondisi yang memprihatinkan tanpa pekerjaan atau berangkat mudik dengan risiko adanya penularan dan penyebaran penyakit.

Pilihannya adalah yang tidak menimbulkan keburukan yang lebih besar. Diharapkan dengan larangan mudik, kekhawatiran meluasnya penularan tidak terjadi.

Kita memahami banyak konsekuensi yang harus ditanggung akibat dilarang mudik, namun itulah bagian dari perjuangan semesta melawan Covid-19.

Salam sehat!

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi