Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Harga Sejumlah Komoditas Pangan Melambung di Momen Tertentu seperti Ramadhan?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN
Sejak dua minggu terakhir harga komoditas cabai di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat melonjak drastis. Harganya saat ini dikisaran Rp90 ribu per kilogram
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sejumlah komoditas pangan mengalami lonjakan harga signifikan menjelang momen-momen tertentu, salah satunya Ramadhan.

Diberitakan Harian Kompas, Jumat (24/4/2020), kelangkaan gula pasir terjadi di Papua dan Papua Barat selama beberapa bulan terakhir. Akibatnya harganya pun melambung hingga Rp 20.000 per kilogram.

Selain gula pasir, harga beragam jenis cabai di Papua juga melonjak drastis Rp 100.000-Rp 110.000 per kilogram jelang Ramadhan kali ini.

Lantas mengapa harga sejumlah komoditas pangan kerap naik signifikan menjelang momen tertentu, semacam Ramadhan?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan adanya kenaikan harga sejumlah komoditas terjadi karena sejumlah hal.

"Sebenarnya bukan karena masalah pasokan atau distribusinya, itu hanya sebagai pemicu kedua saja. Pemicu utamanya yaitu penguasaan pasokan," kata Enny kepada Kompas.com, Sabtu (25/4/2020).

Baca juga: 11 Kelompok Pasien yang Dianjurkan Tidak Berpuasa Selama Ramadhan

Penguasaan terkonsentrasi

Menurut dia, selama barang-barang kebutuhan pokok penguasaannya terkonsentrasi, maka pasti akan ada pihak yang mampu mengatur harga.

"Kalau dalam istilah teori kan price maker gitu atau penentu harga," jelas dia.

Permasalahan ini menurutnya sangatlah krusial dan harus segera diselesaikan oleh pemerintah.

Apabila terdapat pihak yang mampu menguasai pasokan, maka akan dengan mudah untuk mengatur stabilitas harga dan jumlahnya.

Enny menjelaskan, saat ini masih terdapat pengusaha-pengusaha besar yang diberikan privilage atau keistimewaan oleh pemerintah untuk menguasai pasar.

"Jadi ketika mereka menguasai pasar, ya berarti yang mendorong terjadinya integrasi pasar atau penguasaan pasokan ya pemerintah itu sendiri," ujar Enny.

"Sehingga, kalau pemerintah menuduh bahwa instabilitas harga pangan itu karena ulah mafia, lalu mafianya siapa?" kata dia setengah bertanya.

Menurutnya, bila ingin dirunut lebih jauh, sebenarnya hal itu terdapat pelajaran yang dapat diambil yakni pentingnya suatu kebijakan yang tepat.

Baca juga: Dari Gula hingga Keturunan, 11 Mitos Kanker yang Jangan Lagi Dipercaya

Akan terkendala pasokan dari global

Pasokan pangan yang mengalir ke Indonesia kemungkinan akan akan tersendat akibat adanya pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia.

Sehingga, lanjut dia, hampir pasti semua negara tidak tahu secara persis kapan pandemi akan selesai, oleh karenanya pasokan pangan akan sedikit mengalir ke pasar global.

"Pasti masing-masing negara akan mengamankan untuk cadangan stok dalam negerinya," papar dia.

Lebih lanjut, Organisasi Pangan dan Pertanian dunia (FAO) juga telah memprediksi akan ada penurunan yang sangat signifikan, baik dari sisi distribusi maupun produksi karena adanya pandemi Covid-19.

Hal itu karena ada beberapa kendala seperti social distancing, dan itu menyebabkan produksi pangan dunia pasti menurun.

Lalu, yang kedua masih banyak negara pula yang menerapkan penguncian atau lockdown sehingga menyebabkan distribusi pasti akan terhambat.

"Karena kan kita ketergantungan impor bahan pangan dari pasar global seperti gula, kedelai, gandum, garam dan lain sebagainya, itu masih cukup besar," terang dia.

Dengan demikian, hal ini akan dapat mengakibatkan kelangkaan atau justru harga pangan yang akan mengalami kenaikan.

Baca juga: 8 Makanan yang Baik untuk Penderita Diabetes

Stok beras aman

Enny menyebut, stok untuk beras menurutnya masih tergolong aman karena pada Maret lalu, beberapa daerah di pulau Jawa melakukan panen sehingga pasokannya naik.

"Makanya beberapa hari kemarin harga beras malah turun," kata Enny lagi.

Overall, lanjutnya, selama satu tahun ini produksi dalam negeri akan mengalami penurunan.

Hal itu berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang sebelumnya memprediksi bahwa produksi selama 2020 ini pasti akan mengalami penurunan.

"Tidak semua karena corona, pertama dampak dari kemarau panjang tahun 2019 yang menyebabkan panen di awal tahun kan mundur. Lalu yang kedua, adanya bencana banjir yang juga terjadi di awal tahun kemarin juga menyebabkan musim tanam juga mengalami kemunduran selama 1 bulan. Sehingga itu yang menyebabkan produksi selama 2020 pasti menurun," imbuhnya.

Baca juga: Ancaman Kelaparan dan Krisis Pangan Global Setelah Pandemi Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi