Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Prediksi Akhir Pandemi Corona, Modelling Kebijakan dan Tes Covid-19...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pedagang kaki lima berjalan di dekat mural bertema pencegahaan penyebaran virus Corona atau COVID-19 di Jakarta, Rabu (01/04)
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Singapore University of Technology and Design (SUTD) mengungkapkan adanya prediksi berdasarkan data dari perkembangan selanjutnya hingga waktu berakhirnya wabah virus corona di sejumlah negara di dunia.

Adapun data tersebut diunggah di laman mereka pada 18 April 2020 lalu.

Dalam prediksi terbaru yang diunggah pada Minggu (26/4/2020) di laman SUTD, disebutkan bahwa perkiraan pandemi virus corona di dunia akan berakhir 97 persen pada 29 Mei 2020 dan 100 persen pada 8 Desember 2020.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 28 April: 3,05 Juta Orang Terinfeksi, 919.664 Sembuh, 211.102 Meninggal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara itu, di Indonesia sendiri prediksi akhir pandemi sebesar 97 persen akan terjadi pada 7 Juni 2020 dan 100 persen pada 7 September 2020.

Menanggapi adanya prediksi tersebut, Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Dr Herawati Aru Sudoyo mengungkapkan modelling sangat berguna untuk pembuat kebijakan.

"Modelling yang digunakan sebagai prediksi penyebaran itu sangat berguna, tidak hanya untuk peneliti, tetapi juga pembuat kebijakan," ujar Herawati saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/4/2020).

Menurutnya, data SUTD dibangun untuk melihat prediksi di Singapura, Australia, dan Amerika Serikat.

"Kita tahu data Singapura sangat bagus, sehingga prediksi mendekati kebenaran. Kemampuan deteksi kita, walaupun sudah dibantu oleh banyak lab relatif masih sedikit, sehingga perlu ditingkatkan lagi," lanjut dia.

Sementara itu, Herawati mengungkapkan, alasan atau penyebab Covid-19 akan tuntas hilang di Indonesia pada September 2020 jika kondisi sudah mencapai puncak.

Ia menambahkan, pada kondisi tersebut diharapkan Covid-19 akan turun.

Namun, penurunan kasus atau infeksi harus berlandaskan alasan yang jelas, yakni pola hidup sehat yang tetap dijalankan.

"Karena kita sebenarnya belum cukup mengenal virus ini, maka perkembangan hari ke hari menjadi penting. Dan kebijakan tentunya disesuaikan," lanjut Herawati.

Baca juga: Kenali Masa Inkubasi Virus Corona di Dalam Tubuh, Berapa Lama?

Tindakan pencegahan yang perlu ditingkatkan

Meniliki prediksi yang dilakukan SUTD, pihaknya melakukan metode berdasarkan dengan kondisi pandemi di berbahai wilayah seperti pertumbuhan penduduk, difusi teknologi baru, dan penyakit menular, serta telah ditetapkan secara teoritis dalam model matematika yang digunakan.

Adapun model matematika yang dimaksud yakni model logistik yang menggambarkan fenomena siklus hidup umum dan model SIR (suspectible-infected-recovered) yang menggambarkan penyebaran penyakit menular.

Meski begitu, peneliti mengingatkan, prediksi pada dasarnya tidak pasti.

Oleh karena itu, masyarakat harus menyikapi informasi ini dengan hati-hati dan harus menghindari terlalu optimistis pada perkiraan tanggal akhir.

Sebab, hal ini dapat melonggarkan disiplin dan kontrol.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

Sementara itu, guna mengantisipasi penyebaran virus corona, Herawati menyarankan agar Pemerintah Indonesia mau memperbanyak tes.

"Perbanyak lagi tes, yang sudah dicoba dijalankan pemerintah dengan mendayagunakan tes cepat dan tertutup. Cuma mungkin ada keterlambatan perangkat tersnya sendiri," katanya lagi.

Terkait tindakan pecegahan virus corona yang dilakukan pemerintah maupun masyarakat Indonesia, Herawati mengungkapkan sudah selaras.

"Kalau sekarang saya kira dari sudut deteksi semua sudah mengambil langkah yang benar. Di luar ranah ini, saya tidak mengetahui," lanjut dia.

Baca juga: Jadi Pandemi Global, Kenali 3 Gejala Awal Covid-19

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Penggunaan Masker Kain

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi