Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektifkah Buka Lahan Baru untuk Antisipasi Krisis Pangan? Ini Kata Ahli UGM

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR
Hamparan persawahan Kolot dan Belang yang indah dan unik di pedalaman Manggarai Timur, NTT sebagai tempat wisata terbaik di pedalaman Manggarai Timur, Selasa, (14/4/2020). (KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Guru Besar di bidang rawa-gambut Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Azwar Ma'as mengatakan, probabilitas keberhasilan pembukaan lahan persawahan baru untuk mengatasi ancaman krisis pangan masih dipertanyakan.

Hal ini disampaikannya menanggapi instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta BUMN untuk membuka lahan persawahan baru untuk mengantisipasi krisis pangan akibat virus corona.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato menyampaikan permintaan Jokowi itu usai rapat terbatas dengan Presiden, Selasa (28/4/2020).

Menurut Airlangga, ada lahan basah dan lahan gambut di Kalimantan Tengah dengan luas lebih dari 900.000 hektar.

Lahan yang telah siap seluas 300.000 hektar. Sementara, yang dikuasai BUMN sekitar 200.000 hektar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya kira semangatnya bisa saja, tapi kenyataannya itu nanti probabilitas untuk keberhasilan masih dipertanyakan," kata Azwar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/4/2020).

Baca juga: Antisipasi Krisis Pangan, Jokowi Perintahkan BUMN Buka Lahan Baru

"Saya tidak tahu dia (Jokowi) dapat info dari mana itu bisa dikembangkan. Kalau misalnya ada diskusi-diskusi dengan pihak yang mengerti lapangan itu lebih bagus," lanjut dia.

Selain kualitas lahan yang beragam, menurut Azwar, banyak lahan rawa yang ada di sejumlah daerah mengandung racun sehingga harus sangat berhati-hati.

Pada periode sebelumnya, kata Azwar, Kementerian Pertanian juga telah merencanakan pengembangan lahan yang mirip untuk 1juta hektar di beberapa provinsi.

Akan tetapi, tapi rencana tersebut sulit dieksekusi setelah diadakan verifikasi di lapangan.

Ia pun meminta agar pemerintah berhati-hati dan melakukan penelusuran secara cermat mengenai fakta-fakta di lapangan.

"Perlu kehati-hatian dan penelusuran secara cermat fakta-fakta di lapangan yang mencakup kualitas kuantitas dan status administrasi lahan," jelas Azwar.

Dengan luas lahan ratusan ribu hektar itu, sangat sulit untuk melakukan penelusuran dan investigasi dalam waktu singkat.

Menurut dia, masalah tersebut cukup pelik dan membutuhkan biaya yang besar serta tidak memungkinkan untuk dijadikan sebagai benefit and cost ratio yang diinginkan.

Kemampuan BUMN

Selain itu, Azwar juga menyoroti kemampuan BUMN dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Sebab, tak ada BUMN yang bergerak di bidang asli pangan karena tidak menguntungkan.

"Mungkin kemampuan manajerial BUMN bagus, tapi pengetahuan dan pengalaman teknis budi daya dengan SDM yang dimiliki dapat menjadi kendala," kata Azwar

"Selama ini tak ada BUMN yang bergerak di bidang asli pangan, karena kurang menguntingkan. Swasta pun tidak tertarik mendapatkan konsesi untuk pangan," ujar dia.

Dibandingkan membuka lahan persawahan baru yang penuh risiko itu, Azwar menyarankan pemerintah mengintensifkan lahan yang ada.

Salah satunya, dengan memperbaiki sarana.

Menurut Azwar, dam-dam yang dibangun pemerintah untuk irigasi banyak yang belum bisa diandalkan.

Jika dam itu dioptimalkan dan sampai pada petak sawah, maka masa panen selama satu tahun bisa sampai tiga kali.

"Jadi intensifikasi lebih ditingkatkan, sehingga produksi meningkat, varietasnya bagus, petaninya sejahtera dan swasembada," kata dia.

Pilihan varietas juga menjadi perhatian Azwar. Saat ini, Indonesia hanya bisa produksi sekitar 5 ton per hektar.

Padahal, banyak penelitian yang telah menyebutkan adanya potensi produksi sekitar 10 ton atau lebih per hektar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi