Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Sistem Pendidikan di Indonesia Dinilai Kaku dan Hampa Makna....

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Murid SD Negeri Samudrajaya 04, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi belajar di ruang kelas yang rusak, Senin (20/1/2020). Kondisi sekolah yang rusak sejak 2014 ini membuat proses belajar mengajar tidak nyaman.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pengamat pendidikan Mohammad Abduhzen menilai pendidikan di Indonesia terlalu kaku, birokratis dan seperti hampa makna.

Pasalnya penerapan sistem pembelajaran yang dipakai dinilai sangat terpaku pada standar-standar, pada target muatan kurikulum, hampa makna, dan dimungkinkan kurang pragmatis.

"Apabila sistem tersebut masih dijalankan di Indonesia, maka akan menghasilkan sarjana yang kurang bermutu," ujarnya kepada Kompas.com, saat dimintai tanggapan terkait peringatan Hardiknas 2 Mei, Sabtu (2/5/2020).

Kekakuan pembelajaran tersebut dinilainya tidak hanya di jenjang pendidikan dasar saja, melainkan hingga jenjang perguruan tinggi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adanya musibah Covid-19 ini, imbuhnya pendidikan kita seperti dipaksa untuk berubah, bukan saja model pembelajaran, tetapi juga menginspirasi tentang orientasi.

"Saya kira hikmah corona ini makin mendorong ide mereka belajar," katanya lagi.

Kendati demikian, solusi yang diharapkan olehnya yakni pendidikan memang perlu perubahan yang menyeluruh. Mulai dari arah, tujuan, orientasi hingga aspek-aspek operasional, dan kebermanfaatan produk.

Baca juga: Hari Pendidikan Nasional dan Solusi Belajar di Tengah Pandemi Corona...

Kontaminasi perilaku birokrasi

Selain itu, Abduhzen mengatakan, proses akademik pendidikan di Indonesia terkontaminasi oleh perilaku birokrasi.

"Guru mengalami birokratisasi sehingga sempit, kaku, dan formalistik," katanya lagi.

Sementara itu, Konsultan Pendidikan dan karier, CEO Jurusanku.com, Ina Liem menilai pendidikan di Indonesia belum membaik.

Misalnya dari segi infrastruktur di daerah tertinggal, masih banyak ditemui gedung dan fasilitas yang belum memadai.

"Untuk kondisi home learning saat ini, misalnya, belum semua daerah terjangkau internet, bahkan ada yang belum punya akses ke TVRI," ujar Ina saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Sabtu (2/5/2020).

Untuk memaksimalkan sistem pendidikan yang telah dijalankan, maka diperlukan pemetaan terlebih dahulu.

"Untuk daerah tertinggal misalnya, ukuran keberhasilan mungkin bisa dinilai dari jumlah peserta didik yang memang sudah meningkat," katanya lagi.

Mengutip laporan The Need for a Pivot to Learning: New Data on Adult Skills, para pemuda Jakarta berusia 25-26 tahun, imbuhnya memiliki kemampuan literasi lebih rendah dari lulusan SMP di Denmark.

Dari laporan tersebut, dirinya mengambil kesimpulan bahwa pendidikan di Indonesia belum membaik.

Baca juga: Menilik Latar Belakang Pendidikan 7 Staf Khusus Milenial Jokowi...

Kritik dan saran

Menilik peran pendidikan di Tanah Air, Ina memberikan kritik dan solusi yang ditujukan kepada Pemerintah, antara lain:

1. Masalah korupsi di sektor pendidikan yang belum menjadi fokus utama pemerintah.

Padahal menurutnya, dengan memberantas korupsi terlebih dulu, capaian pendidikan kita akan jauh meningkat.

Ia mengungkapkan, fakta yang ada di lapangan, masih banyak 'pemain' di dalam sektor pendidikan ini yang fokusnya memikirkan kepentingan perut sendiri dibanding kepentingan kemajuan anak didik.

Ada baiknya pemerintah menyediakan aplikasi bagi masyarakat untuk melaporkan indikasi-indikasi korupsi di sekolah masing-masing.

2. Pelatihan guru tidak efektif.

Fakta di lapangan, banyak sertifikasi guru diambil secara 'jalur cepat'. Jumlah mahasiswa aktif Indonesia berdasarkan data di forlap dikti, terbesar ada di fakultas pendidikan.

"Syarat masuk untuk masuk fakultas seharusnya diperketat, supaya Indonesia bisa meningkatkan kualitas guru," imbuh dia.

Belajar dari negara tetangga, mendirikan institusi baru mungkin lebih mudah daripada mengubah yang sudah ada, karena seringkali ada 'raja-raja kecil' di dalamnya.

Baca juga: Ramai soal Riwayat Pendidikan Mulan Jameela, DPR: Salah Ketik Saja

3. Sistem pembelajaran multidisipliner harus mulai diterapkan.

Ia mengungkapkan, sistem tematik memang mulai disuarakan, tapi kembali ke guru yang sebagian besar masih belum siap.

Menurutnya, guru antar mata pelajaran bekerja sama dalam memberikan materi dan projek untuk siswa, bukan berjalan sendiri-sendiri. Demikian pula dengan fakultas-fakultas yang masih belum banyak berkolaborasi.

"Kita ambil contoh Singapura yang mendirikan universitas negeri baru bernama SUTD di sana programnya sangat multidisipliner, dan ini sesuai dengan kebutuhan zaman," kata dia.

4. Untuk kota-kota yang fasilitas sudah lebih memadai, blended learning harus mulai diterapkan.

Dalam dewasa ini, muncul istilah Flipped classroom dalam sistem belajar mengajar. Flipped classroom yaitu mendengarkan materi lewat video di rumah, tapi latihan soal di sekolah.

Dari sini guru sebagai fasilitator bisa melihat siswanya sudah paham belum. Waktu berdiskusi di kelas juga jadi lebih banyak, untuk meningkatkan critical thinking siswa.

Tapi sekali lagi, kembali ke critical thinking gurunya dulu yang harus ditingkatkan.

Terkait peringatan Hari Pendidikan Nasional yang diperingati di tengah wabah virus corona, Ina mengungkapkan bahwa pandemi ini bisa jadi momentum untuk revolusi pendidikan di Indonesia.

"Tadinya full di kelas, sekarang full digital di rumah. Saat masuk nanti, saya berharap bagi sekolah-sekolah yang fasilitas sudah memadai, semoga unsur digital ini tidak dihilangkan, tapi di-blend dengan tatap muka yang disebut blended learning tadi," imbuhnya.

Baca juga: 6 Tokoh Paling Dicari di Google Sepanjang 2019, dari Nadiem hingga Wiranto

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi