KOMPAS.com - Sejumlah pasien Covid-19 di beberapa daerah di Indonesia dilaporkan kabur dari rumah sakit tempat mereka diisolasi baru-baru ini.
Salah satunya yakni terekamnya aksi kabur pasien Covid-19 melalui jendela Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya, Lombok Tengah pada Selasa (28/4/2020).
Tak lama setelah itu, kejadian serupa juga dilakukan oleh seorang pasien positif virus corona yang kabur dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Kamis (30/4/2020).
Menurut keterangan rumah sakit, pasien tersebut kabur saat dini hari.
Baca juga: Mengenal Remdesivir, Dikembangkan China untuk Covid-19 hingga Disetujui BPOM AS
Dari informasi yang dihimpun, beberapa pasien Covid-19 memiliki perilaku cenderung "tidak betah" berada di rumah sakit meski untuk proses penyembuhan penyakitnya.
Lantas, apa alasan penyebab pasien Covid-19 kerap kabur dari rumah sakit?
Direktur Pusat Studi Psikologi Bencana Universitas Surabaya, Listyo Yuwanto mengungkapkan, pandemi virus corona yang telah menginfeksi lebih dari 186 negara di dunia memberikan risiko pada psikologis penderitanya.
"Pandemi Covid-19 merupakan bentuk bencana dan memberikan ancaman kesehatan hingga kematian. Risikonya dapat menjadi ancaman kesehatan apabila terinfeksi virus dan merubah pola kehidupan sehari-hari yaitu terbatasnya interaksi fisik dan sosial dengan orang lain," ujar Listyo saat dihubungi Kompas.com, baru-baru ini.
Baca juga: Kenali Tanda dan Gejala Infeksi Virus Corona pada Anak-anak
Perubahan yang mendadak
Selain itu, risiko lain dari aspek psikologis pasien Covid-19 yakni adanya ketidakpastian secara ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan dasar pangan sehari-hari.
Kemudian, pasien Covid-19 juga mengalami tekanan untuk mematuhi peraturan untuk memutus rantai Covid-19 dengan melakukan penyesuaian perilaku seperti hidup sehat, dan beraktivitas di rumah.
"Semua hal tersebut yang merupakan risiko datangnya mendadak dan tidak diperkirakan sebelumnya. Seolah perubahan hanya berbeda hari dari yang sebelumnya kehidupan berjalan normal menjadi semua terbatas," kata Listyo.
Menurutnya, ketika individu terkena atau terdeteksi virus Covid-19, maka harus dirawat dulu di rumah sakit khusus rujukan, perlakuan perawatan yang serba protokoler ketat, membuat individu merasa tidak nyaman atau terancam, terutama pasien yang kurang/terbatasnya pemahaman tentang Covid-19 secara tepat.
"Pilihan untuk kabur dari urmah sakit merupakan cara untuk menghindari dampak negatif dari mereka yang mengalami Covid-19, tapi tidak mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan bagi orang lain termasuk keluarganya," katanya lagi.
Baca juga: Jadi Pandemi Global, Kenali 3 Gejala Awal Covid-19
Minim pengetahuan
Ketatnya protokoler dan kurangnya pemahaman menjadi pilihan pasien Covid-19 untuk kabur.
Sebab, rumah sakit dianggap sama seperti penjara, padahal dirinya tidak melakukan sebuah kesalahan.
Atas kejadian tersebut, Listyo merangkum ada tiga hal yang memicu pasien Covid-19, antara lain:
1. Tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya terkena Covid-19, berita tentang Covid yang terus-menerus diterima bahwa Covid-19 belum ada obat atau vaksinya, sehingga membuat takut akan kematian atau cacat paru-paru seumur hidup.
2. Fokus media terhadap penderita Covid-19 membuat diri tidak nyaman dan takut keluarga juga menjadi sumber pemberitaan, muncul rasa bersalah malu dan marah tidak terima kalau diberitakan terkena Covid-19.
3. Stigma negatif masyarakat yang selama ini menjauhi atau mengucilkan penderita Covid-19 dan keluarganya karena dianggap sumber penyakit atau malapetaka.
"Dengan demikian kabur dari RS sebagai bentuk penolakan diagnosis Covid, mengalami Covid sudah pasti dianggap akhir hidup dan kebahagiaan, sehingga menggunakan cara yang kurang tepat dilakukan," imbuh dia.
Baca juga: CDC Tambahkan 6 Gejala Baru Virus Corona, Apa Saja?