Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susi Sebut soal Kasus Benjina, Seperti Apa Kekejaman Perbudakan di Masa Itu?

Baca di App
Lihat Foto
AP Photo/Dita Alangkara
Anak buah kapal dari Myanmar, Jumat (3/4/2015) dievakuasi dari perusahaan perikanan Pusaka Benjina Resources di Benjina, Kepualauan Aru, Maluku, yang ditengarai menjadi korban praktik perbudakan.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebuah video yang menceritakan soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China viral.

Hal itu menjadi perbincangan setelah seorang Youtuber Korea Selatan Jang Hansol mengunggah video pemberitaan MBC tentang pengakuan ABK yang jadi korban.

Disebutkan para Anak Buah Kapal (ABK) itu dipekerjakan hingga 18 jam. Bahkan bisa berdiri selama 30 jam dengan 6 jam istirahat.

Baca juga: Viral Video Jenazah ABK Indonesia Dilarung di Laut, Bagaimana Aturan Menurut ILO?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak dari mereka yang sakit hingga meninggal dunia. Lalu jasadnya dilarung ke laut.

Bukan pertama kali kasus perbudakan di atas kapal terjadi di Indonesia.

Indonesia pernah menjadi mimpi buruk bagi dunia ketika kasus perbudakan ABK di Benjina terungkap ke publik.

Menteri dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2014-2019 Susi Pudjiastuti menyinggung kasus Benjina saat membicarakan video yang viral belakangan ini.

Baca juga: Saat 225 WNI ABK Kapal Pesiar MSC Magnifica Berhasil Dipulangkan ke Tanah Air...

Dikutip dari Associated Press (AP) melalui Harian Kompas, Kamis (9/4/2015), ada indikasi terjadi perbudakan terhadap ABK Myanmar pada kapal-kapal yang dioperasikan PT Pusaka Benjina Resources.

Ratusan ABK menjadi korban perbudakan. Mereka di antaranya berasal dari Thailand, Laos, Kamboja, Myanmar.

Mereka dibawa ke Indonesia melalui Thailand dan dipaksa untuk menangkap ikan, seperti cumi-cumi, udang, kakap, kerapu dan ikan lainnya..

Hasil tangkapan mereka kemudian dikirim kembali ke Thailand, memasuki arus perdagangan global.

Laut Arafura menyediakan beberapa tempat penangkapan ikan terkaya dan paling beragam di dunia. Penuh dengan makarel, tuna, cumi-cumi, dan banyak spesies lainnya.

Baca juga: Beda Pandangan Susi, Edhy, hingga Jokowi soal Ekspor Benih Lobster...

Perlakuan tak manusiawi

Salah seorang ABK mengaku diperlakukan tak manusiawi, antara lain dipaksa bekerja 20-22 jam per hari, dikurung, dan disiksa.

Associated Press menurunkan laporan investigasi pada 25 Maret 2015. Menurut para ABK atau para budak, para kapten di kapal penangkap ikan memaksa mereka untuk minum air yang tidak bersih.

Hampir semua mengatakan mereka ditendang, dicambuk dengan ekor ikan pari beracun atau dipukuli jika mereka mengeluh atau mencoba beristirahat.

Dalam kasus terburuk, banyak orang melaporkan cacat hingga kematian di atas kapal. Mereka dibayar sedikit, bahkan ada yang tidak dibayar.

Agen perekrut para budak sangat kejam, mereka merekrut anak-anak dan orang cacat. Bahkan rela berbohong tentang upah hingga membius dan menculik migran.

Para budak yang diwawancarai AP tak tahu ke mana ikan tangkapan mereka dijual. Mereka hanya tahu bahwa itu sangat berharga, mereka tidak diizinkan memakannya.

Tapi berdasarkan penelusuran AP, ikan-ikan itu dapat berakhir di toko-toko kelontong utama Amerika seperti Kroger, Albertsons dan Safeway, Wal Mart, Sysco, Fancy Feast, Meow Mix dan Iams.

AS menganggap Thailand sebagai salah satu pemasok utama makanan lautnya, dan membeli sekitar 20 persen dari ekspor tahunan negara itu sebesar 7 miliar dolar AS di industri.

Baca juga: Saat Jonan, Susi Pudjiastuti hingga Rudiantara Masuk Bursa Bos BUMN...

Terdampar hingga meninggal

Di dermaga di Benjina, banyak budak diturunkan dari kapal tanpa bekal. Mereka akhirnya terlantar di pulau berhutan lebat.

Para budak itu makan dan minum dari air hujan, hidup dalam ketakutan akan penangkap budak yang disewa.

Tak jauh dari pantai dengan karang tajam, ada sebuah kuburan nelayan. Para budak yang meninggal dimakamkan dengan nama Thailand palsu yang diberikan saat ditipu atau dijual ke pemilik kapal.

Kuburan itu menampung lebih dari 60 nisan yang tertutup rerumputan tinggi.

Penanda sederhana dibuat dari spidol kayu kecil dilabeli dengan rapi. Hanya teman-teman mereka yang ingat di mana mereka dibaringkan.

Di masa lalu, mantan budak Hla Phyo mengatakan, pengawas di kapal hanya melemparkan mayat ke laut untuk dimakan oleh hiu.

Tetapi kemudian pihak berwenang dan perusahaan-perusahaan mulai menuntut agar setiap orang bertanggung jawab atas daftar orang sekembalinya mereka berlayar.

Lalu para kapten mulai menyimpan mayat di samping ikan dalam freezer kapal sampai mereka tiba kembali di Benjina.

Baca juga: Beda Kebijakan Edhy Prabowo dengan Susi Pudjiastuti...

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi