Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Temukan Hubungan Kekurangan Vitamin D dengan Kasus Kematian Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/REUTERS/GO NAKAMURA
Warga berjemur di pinggir jalan saat pantai ditutup untuk membatasi penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) di Galveston, Texas, Amerika Serikat, Senin (20/4/2020). Berdasarkan data Johns Hopkins University, hingga Selasa (21/4/2020), AS masih menjadi negara dengan kasus Covid-19 tertinggi dunia mencapai 787.794 dengan korban meninggal 42.362.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Tim peneliti di Universitas Northwestern di Illinois, AS menemukan hubungan antara kekurangan vitamin D dengan infeksi virus corona.

Peneliti menemukan bahwa pasien dari negara-negara dengan tingkat kematian Covid-19 yang tinggi, seperti Italia, Spanyol dan Inggris, memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien di negara-negara yang tidak terkena dampak buruk.

Metode penelitian dilakukan dengan melakukan analisis statistik data dari rumah sakit dan klinik di China, Prancis, Jerman, Italia, Iran, Korea Selatan, Spanyol, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat.

Meskipun demikian, para peneliti tetap memberikan catatan terhadap hasil riset tersebut.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Walaupun saya pikir penting bagi orang untuk mengetahui bahwa kekurangan vitamin D berperan dalam kematian, kita tidak harus memaksakan vitamin D pada semua orang," kata Vadim Backman, salah satu ilmuwan, di situs web universitas.

Baca juga: Manfaat Ultraviolet B untuk Imunitas, Berjemur Sebaiknya Dilakukan di Jam-jam Ini...

Vitamin D bisa menjadi alasan perbedaan terkait negara dalam tingkat kematian kasus Covid-19.
?
"Ini perlu penyelidikan lebih lanjut, dan saya berharap bahwa pekerjaan kami akan memicu minat di bidang ini. Data juga dapat menjelaskan mekanisme kematian, yang, jika terbukti, dapat mengarah pada tujuan terapeutik baru," kata peneliti dikutip dari Tag24, Minggu (10/5/2020).

Tingkat kematian berbeda

Backman dan timnya datang dengan gagasan untuk meneliti hubungan antara tingkat corona dan vitamin D setelah menemukan perbedaan yang tidak dapat dijelaskan dalam tingkat kematian pasien virus corona dari satu negara ke negara lain.

Beberapa orang berhipotesis bahwa perbedaan dalam kualitas perawatan kesehatan, distribusi usia populasi, tingkat tes, atau jenis coronavirus yang berbeda mungkin juga berpengaruh.

Namun Backman juga menyebut, tidak satu pun dari faktor-faktor ini yang tampaknya memainkan peran penting.

"Sistem perawatan kesehatan di Italia Utara adalah salah satu yang terbaik di dunia. Perbedaan mortalitas ada bahkan ketika Anda melihat pada kelompok umur yang sama," tutur dia.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Berjemur di Bawah Sinar Matahari

Dalam menganalisis data pasien yang tersedia untuk umum dari seluruh dunia, Backman dan timnya menemukan hubungan yang kuat antara kadar vitamin D dan badai sitokin - suatu kondisi peradangan yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif.

Para peneliti juga menemukan korelasi antara kekurangan vitamin D dan kematian pasien dengan virus corona.

Manfaat vitamin D

Badai sitokin dapat sangat merusak paru-paru dan menyebabkan sindrom gangguan pernapasan akut dan kematian pada pasien.

Dalam kondisi ini, vitamin D disebut berperan penting tidak hanya memperkuat sistem kekebalan tubuh bawaan, tetapi juga mencegahnya menjadi terlalu aktif.

Tingkat vitamin D yang sehat dapat melindungi pasien dengan infeksi korona dari komplikasi serius atau bahkan fatal.

"Anak-anak kebanyakan bergantung pada sistem kekebalan tubuh bawaan mereka. Ini bisa menjelaskan mengapa tingkat kematian mereka lebih rendah," kata ilmuwan itu.

Dikutip dari Sputniknews, peneliti lain sebelumnya juga sampai pada kesimpulan yang sama - seperti ilmuwan dari Yayasan Rumah Sakit Queen Elizabeth dan Universitas East Anglia (UEA).

Pengamatan mereka didasarkan pada perbandingan tingkat rata-rata vitamin D dalam darah penduduk dua puluh negara Eropa.

Para penulis karya ilmiah baru yakin bahwa perbedaan dalam tingkat kematian tidak dapat dijelaskan oleh kualitas sistem kesehatan, komposisi umur populasi atau cakupan tes.

Baca juga: Rajin Berjemur, Benarkah Sinar UV Bisa Bunuh Virus Corona?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Waktu yang Tepat untuk Berjemur Di Bawah Sinar Matahari

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi