Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Kebijakan Kontroversial Pemerintah Saat Pandemi Corona, Apa Saja?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pras
Pengendara motor melintas di depan mural tentang pandemi virus corona atau COVID-19 di Jalan Raya Jakarta-Bogor, Depok, Jawa Barat, Jumar (3/4/2020). Mural tersebut ditujukan sebagai bentuk dukungan kepada tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam menghadapi COVID-19 di Indonesia.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kasus infeksi virus corona di Indonesia terus mengalami peningkatan, baik dari jumlah kasus maupun korban jiwa.

Berdasarkan situs Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Covid19.go.id, tercatat ada 14.265 kasus, di mana 2.881 pasien sembuh dan 991 meninggal dunia, hingga Selasa (12/5/2020).

Tak hanya itu, pandemi corona juga mengakibatkan perubahan sejumlah aktivitas bisnis ataupun transportasi.

Akibatnya, pemerintah menerapkan syarat dan ketentuan dari kegiatan transportasi guna menekan dan mencegah penyebaran virus corona.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, seiring berjalannya waktu, setelah aturan lama tersebut berlaku, pemerintah justru memberlakukan aturan berbeda dari yang sejak awal telah disepakati.

Berikut rangkuman 3 kebijakan kontroversial pemerintah:

1. Ojek online tidak boleh bawa penumpang

Salah satu upaya pencegahan penularan virus corona yang diberlakukan pemerintah yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Awalnya, PSBB diterapkan di Provinsi DKI Jakarta di mana wilayah ini memiliki jumlah kasus virus corona terbanyak di Indonesia.

Dampak diberlakukannya PSBB yakni adanya larangan kepada ojek online untuk mengangkut penumpang pada 10 April 2020.

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat 6 Pergub Nomor 33 Tahun 2020.

Dalam pasal itu, angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.

Sementara itu, pada 14 April 2020, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengizinkan ojek online untuk kembali mengangkut penumpang di wilayah yang menerapkan PSBB.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 12 Mei: 4,2 Juta Orang Terinfeksi, Peringatan PBB soal Kasus HIV/AIDS

2. Larangan mudik mulai 7 Mei 2020

Kemenhub juga menerapkan larangan mudik di tengah pandemi corona untuk masyarakat yang sudah ditetapkan sejak 24 April hingga 31 Mei 2020.

Adapun aturan ini berlaku untuk semua moda transporasi darat.

Tak hanya itu, larangan ini juga berlaku sanksi bagi pelanggar, yakni sanksi berupa teguran dan memutar balikan kendaraan yang mencoba keluar dari wilayah PSBB layaknya Jabodetabek atau pidana dan denda sebesar Rp 100 juta.

Tidak berlangsung lama, aturan tersebut kemudian diubah dan direncanakan semua moda transportasi dapat kembali beroperasi pada 7 Mei 2020, namun dengan pembatasan kriteria.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya mengungkapkan, kebijakan ini ditujukan agar perekonomian nasional tetap berjalan.

Tetapi, adanya kebujakan ini bukan berarti mencabut larangan mudik untuk masyarakat.

Baca juga: Saat Para Mahasiswa di Jateng Memilih Bertahan dan Tidak Mudik di Tengah Pandemi Corona...

3. Pemerintah bolehkan warga berusia di bawah 45 tahun kembali beraktivitas

Kebijakan kontroversial lainnya yakni pemerintah membolehkan warganya yang berusia kurang dari 45 tahun untuk dapat beraktivitas kembali.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo melalui video conference pada Senin (11/5/2020).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta segenap masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan virus corona salah satunya dengan mengurangi aktivitas di luar rumah.

Adapun aktivitas yang dimaksud yakni kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah dari rumah.

Baca juga: Berat Badan Naik Saat Puasa, Kenali Penyebabnya...

Menurut Jokowi, langkah ini perlu dilakukan agar penanganan Covid-19 dapat dilakukan lebih efektif.

Namun, hal ini berdampak pada sejumlah perusahaan yang merugi dan berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Merujuk data pemerintah yang telah diperbarui pada April lalu, sebanyak 1,94 juta pekerja terkena PHK atau dirumahkan karena perusahaan mereka terdampak Covid-19.

Terkait hal itu, Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana mengungkapkan, berdasarkan Pasal 151 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tertuang bahwa pemerintah harus berperan aktif semaksimal mungkin agar PHK tidak terjadi.

Tidak hanya pemerintah, pengusaha dan buruh pun harus memiliki upaya agar PHK tidak terjadi.

Baca juga: Lebih dari 2 Juta Pekerja Di-PHK, Berikut Cara Klaim Pencairan Saldo JHT di BPJamsostek

(Sumber: Kompascom/Rully R. Ramli, Wahyunanda Kusuma Pertiwi, Haryanti Puspa Sari, Ihsanuddin, Deti Mega Purnamasari | Editor: Sakina Rakhma Diah Setiawan, Reza Wahyudi, Krisiandi, Diamanty Meiliana, Fabian Januaris Kuwado)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Gejala Baru Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi