Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak Ada Kasus Corona, Bagaimana Kehidupan di Antartika?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Benua Antartika
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Saat benua-benua lain tengah berjuang menghadapi kasus-kasus virus corona di wilayahnya, benua Antartika menjadi salah-satunya yang masih terbebas dari pandemi ini.

Bahkan, saat ini, Antartika disebut sebagai "tempat teraman di dunia".

Sebelumnya, wilayah ini sempat memiliki risiko terpapar Covid-19 saat wabah menyerang kapal-kapal pesiar terakhir di musim ini, tetapi hingga kini, virus tidak mencapai benua tersebut.

Meskipun tidak ada populasi asli di benua ini, tetapi ada sekitar 5.000 orang, kebanyakan ilmuwan dan peneliti, yang saat ini tinggal di sana.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keri Nelson, koordinator administrasi di Pulau Anvers, Stasiun Palmer, stasiun AS paling utara, adalah salah satunya.

Baca juga: Cegah Penyebaran Corona, Pemerintah Bangun Sarana Air Bersih

Tempat teraman

"Saya benar-benar tidak berpikir bahwa ada orang yang tidak bersyukur ada di tempat ini dan aman," kata Nelson sebagaimana dikutip CNN Travel, 8 Mei 2020.

Menurut Nelson, beberapa orang telah siap untuk pulang dan membantu orang-orang yang mereka sayangi dan menjadi berguna di saat seperti ini.

"Namun, semua dari kami sangat bersyukur dapat hidup di sebuah tempat di mana penyakit ini (dan seluruh dampak kesehatan dan gaya hidup) tidak ada," tutur dia.

Meskipun tidak terdampak, ia dan orang-orang lain di Antartika mengaku tetap mengikuti perkembangan pandemi. 

Baca juga: Pembatasan Mulai Dilonggarkan, Fase Baru Pandemi Corona Dimulai

"Saya membaca semuanya yang saya bisa tentang dinamika situasi ini. Saya merasa ini adalah tugas sebagai manusia utuk menyaksikan apa yang terjadi di dunia," kata Nelson.

Hal serupa juga dilakukan oleh Robert Taylor, yang ditempatkan di Stasiun Penelitian Rothera, sebuah Survei Antartika Inggris (BAS), Pulau Adelaide, di lepas pantai barat semenanjung Antartika.

Sebelumnya, ia tidak menyadari bahwa pandemi corona begitu serius.

"Saya ingat laporan pertama yang keluar tentang China pada awal Januari. Pada awalnya, saya mengira ini adalah hal yang kecil, jauh, dan tidak akan berdampak pada saya. Namun, pemahaman saya berubah saat virus menyebar dengan cepat dan diberitakan media," tambah dia.

Baca juga: Sinar UVC Diklaim Dapat Membantu Melawan Wabah Virus Corona, Benarkah?

Dampak pariwisata

Pariwisata telah berkembang pesat di Antartika dalam beberapa tahun terakhir, dengan pesiar Arktik yang menjadi semakin populer. 

Menurut Asosiasi Internasional untuk Operator Tur Antartika, sekitar 56.168 wisatawan mengunjungi benua tersebut selama 2018 hingga 2019. 

Sekitar 78.500 wisatawan juga diperkirakan akan datang pada musim 2019 hingga 2020.

Namun, stasiun mulai membatasi kunjungan wisatawan di awal tahun, yaitu saat virus mulai menyebar di seluruh dunia. Semua kunjungan wisatawan pun dibatalkan.

Baca juga: Update Corona di Maluku: Tambah 14 Pasien Positif, Total 50 Kasus

"Pada akhir Januari, ketika kami menyaksikan semua ini terjadi, kami berhenti menerima kunjungan. Jadi, ada lebih sedikit pengunjung ke Stasiun Palmer musim panas ini," kata Nelson.

Sulit untuk menyimpulkan dampak di sektor pariwisata dari absennya wisatawan ke Antartika.

Jumlah pengunjung yang tiba di benua ini dijaga tetap rendah untuk melindungi lingkungan benua putih ini.

Operator tur IAATO tidak diizinkan mendaratkan kapal dengan lebih dari 500 penumpang. Semua berkoordinasi satu sama lain untuk memastikan hanya ada satu kapal di lokasi pendaratan pada waktu tertentu.

Baca juga: Viral Video Pasien Sembuh Corona di Gunungkidul Disambut Warga, Penuh Tangis Haru

Menghadapi isolasi

Belum diketahuinya kapan pandemi corona di dunia akan berakhir membuat orang-orang di Stasiun Palmer tetap bekerja keras.

Mereka melakukan segala hal untuk memastikan semua akan baik-baik saja di musim selanjutnya. 

Nelson sendiri mengakui adanya kesulitan dalam isolasi, bahkan sebelum adanya krisis virus corona yang memicu larangan pengunjung.

"Saya mencoba mencari cara untuk menghibur diri sendiri dengan proyek-proyek pribadi," kata dia.

Selain itu, fakta bahwa dirinya terjebak di tempat yang dikelilingi oleh satwa liar yang luar biasa dan keindahan alam yang memikat juga turut berperan.

"Intinya adalah, Antartika sangat menakjubkan. Tidak sulit untuk membiasakan diri, dan berkembang di tempat indah ini," tutur dia.

Baca juga: Biofarma Produksi Alat Tes Corona dengan Tingkat Akurasi 95 Persen

Kebebasan yang lebih besar

Di sisi lain, Nelson mengatakan, ada rasa bersalah yang kuat karena berada begitu jauh dari orang-orang tersayang selama masa kritis ini.

"Kami di sini tahu, bahwa rasa bersalah ini tidak akan ada gunanya bagi siapa pun," ujar dia.

Sementara itu, Taylor mempertanyakan sebuah keistimewaan yang besar dalam komitmennya untuk menghabiskan 18 bulan meninggalkan kebiasaan dan terpisah dari keluarga dan teman-temannya. 

"Saat mengetahui diri kita ada di situasi yang lebih memiliki kebebasan daripada jika kita memilih di rumah, fakta ini sulit untuk diproses," ungkap Taylor.

"Kehidupan dan pekerjaan di sini sangat erat kaitannya. Kita sangat beruntung dapat melanjutkan hidup dan pekerjaan kita," tambah Taylor.

Baca juga: KKP Bandara Soekarno-Hatta: Tes Cepat Virus Corona Gratis Hanya untuk WNI yang Repatriasi

Kehidupan setelah pandemi

Taylor akan pergi pada April 2021. Namun, ia harus melihat kondisi sebelum menguatkan rencana kepulangannya ke Inggirs.

"Mereka mengatakan, menghabiskan satu musim di Antartika mengubahmu. Tapi, saya tidak bisa berhenti bertanya-tanya, apakah dunia berubah lebih banyak saat ini daripada kita," kata dia.

Nelson juga mengungkapkan perasannya. Ia dijadwalkan untuk pergi pada awal April, tetapi kemudian memperpanjang masa tinggalnya "hingga kru bantuan musim dingin tiba".

Baca juga: Update Corona di Papua: Total 321 Kasus Positif, Paling Banyak di Mimika

Ketika ia, Taylor, dan lainnya akhirnya kembali ke rumah, mereka akan disambut oleh dunia dengan cara yang berbeda, cara hidup baru yang mereka saksikan dari jauh.

Hal-hal sederhana yang mampu mereka nikmati di sini mungkin akan menjadi kenangan yang sulit dilakukan kembali. 

"Kita masih bersosialisasi sesuka hati, tanpa rasa takut, berpelukan, duduk berdekatan. Kita tidak harus takut jika seseorang batuk. Saya sangat berterima kasih untuk itu dan mencoba benar-benar menghargai saat-saat ini," ungkap Taylor.

"Dan saat kita pergi dari sini, kita akan meninggalkan semuanya. Saya mencoba untuk terus mengingat seperti apa rasa bebas dan aman ini. Jadi, saya tidak akan melupakannya nanti," kata Taylor.

Baca juga: Hari Perawat Internasional, Berikut Kisah-kisah Perawat Selama Pandemi Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi