Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Harmoko Minta Soeharto Mundur dan Mahasiswa Duduki Parlemen

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/Johnny TG
Pimpinan DPR yang terdiri dari Ketua Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Fatimah Achmad (tidak nampak) di Gedung DPR, Senin (18/5/1998), membuat pernyataan mengimbau Presiden Soeharto mengundurkan diri.
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Hari ini, 22 tahun yang lalu, tepatnya pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR/MPR. Mereka menuntut Soeharto mundur dari tampuk jabatan sebagai Presiden.

Masih di hari yang sama, secara mengejutkan pimpinan DPR/MPR yaitu Harmoko, menyatakan dukungan terhadap gerakan mahasiswa dan aktivis.

Bagai petir di siang bolong, saat itu Harmoko meminta Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia melalui konferensi pers.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan, baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua, mengharapkan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko, dikutip dari arsip Harian Kompas yang terbit 19 Mei 1998.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harmoko dikenal sebagai salah satu orang dekat Soeharto. Ia bahkan pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan sebelum akhirnya menjadi pimpinan parlemen.

Harmoko juga disebut-sebut sebagai orang yang selalu mendukung Soeharto untuk kembali menjadi Presiden, termasuk saat terpilihnya Soeharto sebagai Presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Baca juga: Saat Parlemen Minta Soeharto Mundur...

Dibantah Wiranto

Namun, pernyataan pimpinan DPR itu dibantah Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Menurut Wiranto, pernyataan Harmoko adalah pendapat pribadi.

Pernyataan tersebut dinilai tidak mewakili suara fraksi-fraksi yang ada di DPR/MPR. Setidaknya, dua fraksi pendukung Orde Baru, salah satunya Fraksi Karya Pembangunan atau F-KP (Golkar).

Pimpinan F-KP diwakili Sekjen DPP Golongan Karya Arry Mardjono menyatakan, pernyataan pimpinan DPR tersebut bukan pendapat F-KP ataupun DPP Golkar.

"Sikap DPP Golkar kita serahkan pada rapat besok (hari ini) bersama-sama fraksi lain. Itu jangan diartikan DPP Golkar belum memiliki sikap," ucap Arry.

Baca juga: Di Persidangan, Abu Rara Minta Maaf karena Lukai Ajudan Wiranto

Mahasiswa tetap bertahan

Meski Harmoko memberikan harapan kepada mahasiswa dan aktivis dengan pernyataannya, hal tersebut tidak membuat mereka mengakhiri aksi demonstrasi di gedung DPR.

Catatan Kompas, sebagian memang meninggalkan kompleks parlemen. Namun, sebagian lain masih bertahan dan tidak percaya begitu saja dengan pernyataan Harmoko dan tetap menuntut pelaksanaan Sidang Istimewa untuk mengganti Soeharto.

Esok harinya, pada 19 Mei 1998, aksi demonstrasi semakin besar, jumlah mahasiswa dan aktivis akan semakin banyak untuk menuntut Soeharto mundur.

Dinamika politik yang ada saat itu pun tidak menguntungkan Soeharto, sehingga pada 21 Mei 1998 ia memutuskan mundur dari presiden Republik Indonesia. Agenda pertama reformasi, yaitu mundurnya Soeharto berhasil dilakukan.

Baca juga: Detik-detik Mahasiswa Kuasai Gedung Parlemen Tuntut Reformasi...

Bermula dari aksi mahasiswa

Mulainya gerakan Reformasi di Indonesia tak lepas dari aksi mahasiswa pada 22 tahun silam. Pada 1998, sejumlah mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menolak kepemimpinan Presiden Soeharto.

Gerakan ini semakin besar dan berani saat mahasiswa menolak terpilihnya Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Ketika itu, kondisi ekonomi tengah memburuk sehingga membuat mahasiswa mulai berdemonstrasi di luar kampus. Namun, aksi demonstrasi mahasiswa berubah menjadi tragedi pada 12 Mei 1998.

Baca juga: Saat Mahasiswa Kuasai DPR pada 18 Mei 1998 hingga Dukungan Harmoko...

Penyebabnya, saat itu, aparat keamanan bertindak represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti.

Aparat keamanan menangani aksi demontrasi dengan kekerasan dan penembakan. Akibatnya, empat mahasiswa Trisakti tewas. Sementara itu, 681 orang mengalami luka-luka dalam Tragedi Trisakti.

Selain itu, kerusuhan kembali terjadi dan bernuansa rasial setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998. Ada dugaan kerusuhan itu sebagai upaya mengalihkan perjuangan mahasiswa untuk menuntut mundur Soeharto dan kepemimpinan Orde Baru.

Namun, semangat mahasiswa tidak henti untuk melengserkan Soeharto meski kekerasan telah dilakukan aparat keamanan dalam Tragedi Trisakti 13-15 Mei 1998.

Baca juga: Kontras Nilai Laporan Komnas HAM soal Aksi Mahasiswa dan Pelajar Tak Maksimal

Aksi semakin besar

Pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa memutuskan melakukan aksi demonstrasi menuju gedung DPR RI. Ribuan mahasiswa ini berasal dari berbagai elemen, seperti Senat Mahasiswa UI, Keluarga Besar UI, Forum Kota, PMII, HMI, dan KAMMI.

Tidak hanya mahasiswa, sejumlah tokoh nasional juga ikut hadir di gedung DPR/MPR pada hari tersebut. Dilansir dari arsip Harian Kompas, tokoh yang datang antara lain Subroto, YB Mangunwijaya, Ali Sadikin, Solichin GP, Rendra, dan Sri Edi Swasono.

Gedung DPR saat itu, juga didatangi perwakilan Institut Pertanian Bogor yang dipimpin Rektor IPB Soleh Salahuddin.

Baca juga: Tragedi Trisakti Berdarah 1998, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Mereka menemui Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) dan Fraksi Persatuan Pembangunan menyampaikan tuntutan mereka yaitu reformasi di segala bidang.

Pada hari yang sama, Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais juga sedang mengadakan pertemuan dengan Komisi II DPR.

Dalam pertemuan tersebut, Amien Rais mengatakan, Sultan Hamengkubuwono X siap memimpin long march pada 20 Mei 1998 di Yogyakarta untuk menuntut digelarnya Sidang Umum Istimewa MPR dengan agenda penggantian kepemimpinan nasional.

Hari itu Soeharto kian terdesak dengan banyaknya tuntutan untuk pengunduran dirinya.

Baca juga: 5 Kasus HAM yang Belum Tuntas, dari Peristiwa Trisakti hingga Paniai

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi