Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penerapan New Normal, Masyarakat Dituntut untuk Bisa Beradaptasi

Baca di App
Lihat Foto
Asia City Media Group
Terlihat garis-garis pembatas yang ditempel di perumukaan trotoar untuk membatasi jarak antar pembeli yang sedang mengantre membeli makanan di Yaowarat, Bangkok, Thailand
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Terminologi "new normal" mulai mencuat belakangan ini ketika sejumlah negara melonggarkan penguncian setelah kasus virus corona di negara tersebut melandai.

New Normal merujuk pada kondisi kehidupan usai pandemi virus corona dengan berbagai protokol kesehatan yang berlaku.

Di Indonesia, Presiden Joko Widodo telah meminta masyarakat untuk bersiap menghadapi new normal atau era normal baru.

Pernyataan tersebut keluar seiring rencana pemerintah untuk melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan memulai aktivitas ekonomi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Bukan China, India Jadi Episentrum Baru Virus Corona di Asia

Dituntut beradaptasi

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim mengatakan, new normal bisa menjadi momentum ujian sosial bagi masyarakat Indonesia.

Menurutnya, kondisi itu menuntut kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan kondisi baru yang jauh berbeda dari sebelumnya.

"Ini momentum ujian sosial yang sangat baik. Masyarakat kita dituntut untuk menunjukkan kemampuan beradaptasi pada kondisi baru, yang mungkin sama sekali berbeda dari kondisi sebelum ini," kata Gaffar saat dihubungi, Senin (18/5/2020).

Gaffar menyebut kesiapan warga dalam menghadapi new normal bergantung pada lingkungan.

Dari kondisi lingkungan itu, dia melihat dua karakter masyarakat yang berbeda dalam hal mengantisipasi era new normal ini.

Di kampung cenderung lebih tertib

Pertama, masyarakat dalam immediate environtment, seperti keluarga atau lingkungan kampung. Pada lingkungan ini, dia menyebut masyarakat cenderung lebih tertib dan kondusif.

"Ketika berada dalam immediate environtment, masyarakat kita cenderung tertib, kontributif dan penuh empati," kata dia.

"Di lingkungan keluarga dan kampung, kita lihat masyarakat saling menolong, saling menguatkan dan saling mengingatkan dengan baik. Kita nampak sangat tertib dan siap menghadapi new normal," sambungnya.

Baca juga: Fatwa MUI: Shalat Id Berjemaah di Rumah, Minimal 4 Orang

Kedua, ketika berada dalam lingkungan agak asing (external atau semi-external environment), masyarakat akan memiliki karakter yang berbeda.

Dalam kondisi tersebut, masyarakat cenderung tidak tertib dan suka berebut kepentingan sendiri.

"Ini yang menyebabkan antrian kadang tidak tertib, distancing jadi tidak jalan, bahkan seringkali ada sikap-sikap yang nir-empati terhadap kondisi bencana," terang dia.

Pemerintah perlu mendorong

Gaffar pun melihat ujian sebenarnya dalam new normal terletak pada kemampuan masyarakat memperlakukan immediate environtment dan external environtment itu dengan cara yang sama.

"Jadi tertib di rumah, tertib di kampung, juga tertib di jalanan. Itulah ciri masyarakat maju," kata Gaffar.

Untuk itu, ia berharap agar pemerintah terus mendorong gerakan penyadaran melalui tokoh-tokoh masyarakat.

Baca juga: Bersiap Hadapi New Normal Life Saat Karantina Covid-19 Berakhir, Seperti Apa?

Menurutnya, metode yang biasa digunakan oleh negara untuk menyebarkan pemahaman seperti keluarga berencana, perlu diterapkan lagi dalam era ini.

"Karena biasanya cara itulah yang paling efektif untuk mengubah perilaku publik. Selama ini terbukti begitu," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi