KOMPAS.com - Rencana pemerintah Indonesia untuk melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi perbincangan hangat dalam beberapa waktu terakhir.
Sebab rencana tersebut muncul ketika tren virus corona Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan adanya penurunan signifikan.
Bahkan, tren kematian dalam dua hari terakhir (17-18 Mei) kembali menunjukkan peningkatan tertinggi dalam satu bulan terakhir.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo juga mengungkapkan bahwa masyarakat perlu hidup berdamai dengan Covid yaitu dengan bersiap menghadapi new normal atau era normal baru.
Baca juga: Bersiap Hadapi New Normal Life Saat Karantina Covid-19 Berakhir, Seperti Apa?
Pemerintah harus konsisten
New Normal Life atau pola hidup baru merujuk pada kondisi kehidupan usai pandemi virus corona dengan berbagai protokol kesehatan yang berlaku.
Menanggapi hal itu, epidemiolog Global Health Security CEPH Griffith University Dicky Budiman mengatakan, penerapan new normal bisa efektif dilaksanakan jika pemerintah juga konsisten melakukan intervensi terhadap pandemi.
Dalam hal ini, intervensi yang dimaksudkan Dicky adalah fokus meningkatkan 3T yaitu testing, tracing, treat serta isolasi secara masif dan agresif.
"Pola baru ini hanya efektif dan bisa dilaksanakan jika pemerintah tetap konsisten melakukan intervensi pandemi melalui testing, tracing, dan isolasi secara masif serta agresif," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (19/5/2020).
Menurutnya, keberadaan serta kejelasan strategi nasional dan daerah yang komprehensif dalam penanganan Covid-19 di Indonesia menjadi hal penting.
Sebab, hal tersebut akan berpengaruh pada posisi dan peran pola baru dalam bekerja, sekolah, dan pelayanan publik lainnya.
"Akan terlihat jelas dan sekaligus dapat terus dimonitor dan dievaluasi perkembangannya," kata dia.
Baca juga: Penerapan New Normal, Masyarakat Dituntut untuk Bisa Beradaptasi
Akan tetapi, jika penerapan new normal justru membuat intervensi pemerintah mengendur dan tidak didukung aturan yang ketat, maka potensi munculnya kluster-kluster baru Covid-19 mungkin akan terjadi.
Penambahan kasus-kasus infeksi pun berpotensi kembali naik dan berujung pada banyaknya kematian.
Karenanya, Dicky mengingatkan pemerintah untuk tidak mengurangi intervensi terhadap pandemi virus corona yang telah menyebar di Indonesia selama hampir 3 bulan terakhir.
Adaptasi
Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim mengatakan, new normal menuntut kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan kondisi baru yang jauh berbeda dari sebelumnya.
"Ini momentum ujian sosial yang sangat baik. Masyarakat kita dituntut untuk menunjukkan kemampuan beradaptasi pada kondisi baru, yang mungkin sama sekali berbeda dari kondisi sebelum ini," kata Gaffar saat dihubungi, Senin (18/5/2020).
Gaffar menyebut kesiapan warga dalam menghadapi new normal bergantung pada lingkungan.
Ketika berada dalam immediate environtment seperti di desa dan kampung, masyarakat cenderung tertib, kontributif dan penuh empati.
Sementara saat berada dalam lingkungan agak asing (external atau semi-external environment), masyarakat akan memiliki karakter yang berbeda.
Baca juga: Sekolah Dibuka Kembali Juli, Berikut Panduan New Normal Cegah Corona
Gaffar pun melihat ujian sebenarnya dalam new normal terletak pada kemampuan masyarakat memperlakukan immediate environtment dan external environtment itu dengan cara yang sama.
"Jadi tertib di rumah, tertib di kampung, juga tertib di jalanan. Itulah ciri masyarakat maju," kata Gaffar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.