Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

New Normal, Kekhawatiran Tenaga Medis, dan Harapan kepada Pemerintah...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Warga saat berbelanja di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020). Pedagang kembali meramaikan pasar Tanah Abang, saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memperpanjang penutupan sementara Pasar Tanah Abang hingga 22 Mei 2020 untuk mengurangi kerumunan orang di ruang publik guna mencegah penyebaran COVID-19.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Masyarakat diminta bersiap menjalani kehidupan normal baru atau new normal di tengah situasi pandemi virus corona.

Dengan adanya new normal, berbagai kegiatan diharapkan bisa berjalan kembali meski vaksin virus corona belum ditemukan.

Pemerintah menyatakan, new normal bukan berarti pelonggaran pembatasan. Akan tetapi, masyarakat diminta tetap mematuhi protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran virus corona.

Namun, new normal ini justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan tenaga medis, mengingat angka kasus virus corona di Indonesia masih terus meningkat. 

Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan, kekhawatiran itu sesuatu yang wajar dan berdasar.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberlakuan new normal yang tidak disertai dengan upaya antisipatif lainnya bukan tidak mungkin akan memperparah kondisi penyebaran virus.

"Bisa terjadi klaster-klaster baru (misalnya) dari sekolah, terjadi potensi peningkatan kasus infeksi Covid-19 pada anak dan juga berpotensi menularkan ke keluarga di rumah," kata Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/5/2020) pagi.

Baca juga: Kekhawatiran IDI karena Adanya Pelonggaran Pembatasan...

Kekhawatiran tenaga medis

Sementara itu, Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia  Prof. David S. Perdanakusuma membenarkan kekhawatiran itu karena melihat kondisi yang ada saat ini.

"Karena memang tugas dokter berhadapan dengan penyakit. Namun dalam kondisi tidak terkendali secara jumlah makin meningkat, obat dan vaksin belum ada, menjadikan situasi sangat mengkhawatirkan," ujar David, saat dihubungi secara terpisah, Selasa (19/5/2020).

Menurut dia, jika penularan sudah dapat dikendalikan, wabah penyakit ini bisa ditangani dengan pola penanganan yang telah dipersiapkan sebagaimana terjadi pada pasien AIDS, kanker, dan DHF.

"Jalan yang terbaik (adalah) mengubah dari tidak terkendali menjadi terkendali, memutus rantai penularan, walaupun belum ada obat dan vaksin (Covi-19) akan bisa ditangani," jelas David.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini berharap pemerintah konsisten dan fokus mengurangi laju penularan virus corona.

"Sehingga situasi tidak terkendali menjadi terkendali dan tetap membuka ruang semua elemen dapat ikut berperan serta menanggulangi berbagai aspek permasalahan yang terjadi," kata dia.

Baca juga: Hal-hal yang Harus Kita Pahami soal New Normal...

"Banyak melibatkan para akademisi untuk memikirkan dan mencari solusi yang tepat," lanjut David.

Hal yang sama juga diungkapkan Dicky yang tengah menempuh pendidikan doktoral di Griffith University, Australia.

"Pola baru ini hanya efektif dan bisa dilaksanakan jika pemerintah tetap konsisten melakukan intervensi pandemi melalui testing, tracing, dan isolasi secara masif serta agresif," ujar Dicky.

Jika intervensi ini melemah dan pelaksanaan kebijakan new normal tidak disertai aturan yang jelas maka potensi bertambahnya jumlah kasus infeksi dan kematian bisa semakin bertambah.

"Pemerintah (pusat) atau pemda wajib membuat langkah antisipasi sebelum aturan (new normal) diberlakukan. Wajib libatkan ahli epidemiologi dan penyakit menular untuk ini," kata Dicky.

Strategi nasional dan daerah yang komprehensif dan jelas berperan sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan pemberlakuan pola hidup baru ini.

Dengan adanya kebijakan yang tegas, penerapan new normal baru akan terlihat hasilnya.

"Posisi dan peran pola baru dalam bekerja, sekolah, pelayanan, dan lainnya akan terlihat jelas dan sekaligus dapat terus dimonitor dan dievaluasi perkembangannya," ujar Dicky.

Jika tidak, maka dibukanya sekolah, tempat perbelanjaan, perkantoran, dan lain-lain justru bisa menjadi klaster baru penyebaran virus corona.

Baca juga: PKS: New Normal Hanya untuk Negara yang Berhasil Lawan Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi