Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada Gejala Baru Virus Corona, dari Sulit Berbicara hingga Halusinasi

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Para pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan mengenai gejala baru virus corona yang muncul yakni kesulitan berbicara dan halusinasi.

Sebelumnya, gejala-gejala umum yang muncul pada orang yang terinfeksi virus corona yakni demam, sesak napas, batuk, flu, dan dapat juga tidak tampak gejala.

Dilansir dari Metro Senin (18/5/2020), saat ini WHO telah menyatakan bahwa kesulitan berbicara dan kurangnya gerakan juga dapat menjadi gejala virus corona.

"Sebagian besar orang yang terinfeksi virus Covid-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus," ujar pakar WHO.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mengenal Apa Itu New Normal di Tengah Pandemi Corona...

Kesulitan berbicara

Sementara itu, WHO juga menjelaskan bahwa gejala serius dari terinfeksi virus corona yakni kesulitan bernapas atau sesak napas, nyeri atau tekanan di dada, dan kehilangan kemampuan berbicara atau bergerak.

Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa kesulitan dalam berbicara juga bisa menjadi tanda dampak virus corona dan pada kesehatan mental.

Peneliti di Orygen dan La Trobe University di Melbourne melaporkan, beberapa pasien telah mengalami episode psikotik sebagai akibat dari virus corona.

Dr Ellie Brown, penulis utama studi ini, menggambarkan Covid-19 sebagai pengalaman yang membuat stres bagi semua orang, terutama mereka yang memiliki kebutuhan kompleks.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

Menurutnya, menghabiskan waktu yang lama dalam isolasi atau tanpa kontak keluarga dapat memicu tekanan psikososial yang substansial, yang menyebabkan episode psikosis.

Pasien juga dapat mengalami gejala seperti halusinasi, pikiran yang terganggu, atau mendengar suara.

Profesor Richard Gray, peneliti lainnya mengatakan mereka yang mengalami psikosis membutuhkan lebih banyak bantuan dalam menangani pandemi.

"Ini adalah kelompok yang mungkin akan membutuhkan lebih banyak dukungan, dengan isolasi, jarak fisik, mencuci tangan, dan lainnya. Dokter mungkin adalah orang-orang yang perlu berpikir dan bekerja pada hal penanganan pandemi untuk membantu populasi yang rentan ini," ujar Richard.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

Halusinasi

Di sisi lain, para peneliti juga melaporkan ada sejumlah pasien yang mengalami gejala neurologis.

Dikutip dari The Conversation Jumat (24/4/2020), beberapa penelitian melaporkan bahwa lebih dari sepertiga pasien menunjukkan gejala neurologis.

Dalam sebagian besar kasus, Covid-19 adalah infeksi pernapasan yang menyebabkan demam, sakit, kelelahan, sakit tenggorokan, batuk dan, dalam kasus yang lebih parah, sesak napas dan gangguan pernapasan.

Namun, kini tampaknya adanya gejala neurologis akan masuk dalam daftar baru gejala virus corona lainnya.

Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi adanya gejala neurologis pada kasus Covid-19.

Baca juga: Indonesia Terserah, Ekspresi Kekecewaan, dan Bentuk Protes kepada Pemerintah...

Lihat Foto
KOMPAS.com/ERICSSEN
Mass Rapid Transit (MRT) Singapura di stasiun Marina Bay terlihat kosong melompong, Selasa sore (12/05/2020). MRT Singapura memang jauh lebih lenggang dari biasanya sejak lockdown parsial atau circuit breaker diberlakukan pada 7 April. Lockdown parsial akan dicabut resmi pada 1 Juni mendatang.

Mereka membahas mengenai gejala diamati pada individu. Beberapa laporan menggambarkan pasien Covid-19 yang menderita sindrom Guillain-Barré.

Sindrom Guillain-Barré adalah gangguan neurologis di mana sistem kekebalan tubuh merespons infeksi dan akhirnya menyerang sel-sel saraf yang salah, mengakibatkan kelemahan otot dan akhirnya lumpuh.

Studi kasus lain telah menggambarkan ensefalitis Covid-19 yang parah (peradangan dan pembengkakan otak) dan stroke pada orang muda yang sehat dengan gejala Covid-19 yang ringan.

Sementara itu, China dan Perancis juga telah menyelidiki prevalensi gangguan neurologis pada pasien Covid-19. Penelitian ini menunjukkan, sebanyak 36 persen pasien memiliki gejala neurologis.

Banyak dari gejala ini ringan dan termasuk hal-hal seperti sakit kepala atau pusing yang dapat disebabkan oleh respons imun yang kuat. Gejala lain yang lebih spesifik dan parah juga terlihat dan termasuk hilangnya bau atau rasa, kelemahan otot, stroke, kejang dan halusinasi.

Gejala-gejala ini terlihat lebih sering pada kasus virus corona yang parah, dengan perkiraan mulai dari 46 persen hingga 84 persen dari kasus yang parah menunjukkan gejala neurologis.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 20 Mei: 4,9 Juta Orang Terinfeksi | Ancaman AS ke WHO

Replikasi virus

Perubahan dalam kesadaran, seperti disorientasi, kurang perhatian dan gangguan pergerakan, juga terlihat pada kasus yang parah dan ditemukan bertahan setelah pemulihan.

Dalam studi terkait virus corona SARS-CoV-2, virus ini dapat berada di otak. Apabila kondisi seperti ini telah dianggap sebagai kasus yang serius.

Adanya virus corona di otak menyebabkan infeksi neuron penciuman di hidung dapat memungkinkan virus untuk menyebar dari saluran pernapasan ke otak.

Sel-sel di otak manusia mengekspresikan protein ACE2 di permukaannya.

ACE2 adalah protein yang terlibat dalam regulasi tekanan darah dan merupakan reseptor yang digunakan virus untuk masuk dan menginfeksi sel.

Tak hanya itu, ACE2 juga ditemukan pada sel endotel yang melapisi pembuluh darah.

Infeksi sel-sel endotel memungkinkan virus untuk berpindah dari saluran pernapasan ke darah dan kemudian melintasi sawar darah-otak ke otak.

Begitu sampai di otak, replikasi virus dapat menyebabkan gangguan neurologis.

Baca juga: Berikut Cara Membuat Hand Sanitizer Sendiri dengan Lima Bahan Sederhana

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Beda Batuk Gejala Covid-19 dan Batuk Biasa

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi