Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengurai Corona, dari Ramainya Pusat Perbelanjaan hingga Ancaman Kluster Baru...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Warga saat berbelanja di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (18/5/2020). Pedagang kembali meramaikan pasar Tanah Abang, saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memperpanjang penutupan sementara Pasar Tanah Abang hingga 22 Mei 2020 untuk mengurangi kerumunan orang di ruang publik guna mencegah penyebaran COVID-19.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sejumlah pusat perbelanjaan dan pasar mulai dipadati pembeli menjelang lebaran meski di tengah pandemi corona. 

Beberapa di antaranya seperti yang terjadi di pasar Tanah Abang dan pusat perbelanjaan di Jember, Jawa Timur yang viral di media sosial, baru-baru ini.

Pedagang Pasar Tanah Abang nekat kembali berjualan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena melihat peluang pasar jelang Lebaran.

Baca juga: Waspada Gejala Baru Virus Corona, dari Sulit Berbicara hingga Halusinasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di sisi lain, para pelanggan yang biasa berbelanja di kawasan Pasar Tanah Abang juga tidak ingin melewatkan kesempatan dengan berkunjung dan berharap membeli barang langganannya.

Sementara itu, pusat perbelanjaan Roxy Mal, di Kecamatan Kaliwates, Jember, Jatim, tampak ramai pengunjung hingga viral di media sosial.

Terlebih, Jawa Timur, termasuk Jember, tengah berupaya dalam menangani wabah virus corona.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 20 Mei: 4,9 Juta Orang Terinfeksi | Ancaman AS ke WHO

Gelombang kedua

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, mulai ramainya beberapa pusat perbelanjaan tersebut belum akan memunculkan gelombang kedua virus corona.

Melainkan, hal itu akan dapat memunculkan potensi penularan Covid-19 secara besar-besaran.

"Tapi ini belum bisa dikaitkan akan adanya gelombang kedua Covid-19. Tapi, potensi terjadinya penularan Covid-19 akan sangat besar," kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (20/5/2020).

Terlebih, apabila masyarakat yang mulai meramaikan pusat perbelanjaan tidak menaati aturan jaga jarak dan tidak menggunakan masker.

Diperparah lagi, kata Dicky, dengan tidak adanya aturan yang ketat saat pusat perbelanjaan, pasar atau gerai dibuka kembali.

"Potensi terjadinya kluster baru tinggal menunggu waktu saja," jelas Dicky.

Baca juga: Wacana Pembukaan Sekolah pada Juli Disorot, Diminta Dikaji Ulang

Mematuhi anjuran pemerintah

Alasannya mengapa hal ini belum akan memunculkan gelombang kedua virus corona yakni karena saat ini beberapa wilayah di Indonesia seperti Jakarta atau Pulau Jawa, belum melewati gelombang pertama.

Ia pun mewanti-wanti masyarakat agar lebih mematuhi anjuran dari pemerintah untuk sementara waktu agar penanganan Covid-19 dapat selesai juga dengan tepat waktu.

"Tapi, kepatuhan masyarakat terhadap anjuran terutama kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor," ucap Dicky.

Faktor-faktor tersebut di antaranya adanya program promosi kesehatan yang tepat dan kontinu, strategi komunikasi risiko, sosial budaya dan pendidikan, dan yang utama yakni kepercayaan.

Dicky menyebut, faktor-faktor tersebut saling terkait dan semestinya harus dikelola sejak awal pandemi seperti Covid-19 ini.

Baca juga: Mengenal Apa Itu New Normal di Tengah Pandemi Corona...

Prediksi jumlah kasus bila pusat perbelanjaan tetap ramai

Ketika disinggung berapa jumlah kasus yang akan muncul apabila pusat perbelanjaan tetap ramai seperti saat ini, Dicky mengaku tak bisa menjawabnya.

"Angka detailnya relatif sukar untuk diprediksi karena perlu data yang valid dan lengkap," ujar Dicky menjelaskan.

Menurutnya, dengan karakter virus corona yang diketahui dapat dengan mudah menular, maka diprediksi dalam dua minggu ke depan jumlah kasus akan meningkat secara signifikan.

Namun, hal itu dapat diketahui bila berbarengan dengan jumlah tes secara besar yang dapat dilakukan.

Oleh sebab itu, ia memiliki beberapa usulan kepada pemerintah agar masyarakat kembali mematuhi aturan dan tidak memadati pusat perbelanjaan atau pasar.

"Namun, pemerintah tidak bisa melakukan strategi seperti pemadam kebakaran. Harus ada strategi yang jelas secara nasional yang diikuti daerah serta lembaga lainnya yang memuat intervensi utama Indonesia dalam jangka pendek menengah dan panjang," kata Dicky.

Adapun strategi seperti pemadam kebakaran yang ia maksud adalah strategi sektoral, fragmented dan belum komprehensif.

Strategi tersebut di antaranya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), new normal, atau yang lainnya harus dipetakan dengan jelas.

"Fase-fasenya bagaimana, indikatornya juga, juga target kontribusinya terhadap pencapaian nasional. Termasuk strategi komunikasi," papar Dicky.

Baca juga: Indonesia Terserah, Ekspresi Kekecewaan, dan Bentuk Protes kepada Pemerintah...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Beda Batuk, Pilek, Alergi, dan Gejala Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi