Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Jatuh Bangun Stanley Ho, "Raja Judi Makau"

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Kota Makau
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Stanley Ho Hung-sun meninggal dunia, Selasa, 26 Mei 2020 pada usia 98 tahun. Ia dilaporkan memiliki kekayaan senilai 14,9 miliar dollar AS.

Stanley dikenal sebagai orang yang menjadikan Makau sebagai kiblat judi internasional.

Namun, sebelum berhasil menjadikan Makau seperti saat ini, ia telah melewati berbagai hal dalam hidup yang telah membentuknya.

Masa-masa sulit

Mengutip CNN, Minggu (31/5/2020), Ho lahir pada tahun 1921. Ia mengalami masa-masa sulit saat ayahnya melarikan diri ke Saigon karena bisnisnya runtuh pada akhir tahun 1920-an.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayah Ho meninggalkan keluarga tanpa uang sepeser pun.

Tidak lama kemudian, terjadilah Perang Dunia II. Setelah serangan di Pearl Harbour pada 7 Desember 1941, Inggris dan Amerika menyatakan perang terhadap Jepang.

Tentara Jepang menyerbu koloni Inggris di Hong Kong. Akhirnya, kota tersebut pun "jatuh" pada hari Natal meskipun telah melakukan perlawanan sengit. 

Ho, yang pernah bekerja sebagai sipir serangan udara, membuang seragamnya karena takut dieksekusi saat Hong Kong berada di bawah dominasi Jepang.

Baca juga: Berkat E-commerce, Pria 40 Tahun Ini Jadi Orang Terkaya Ketiga China

Namun, tidak seperti ribuan orang yang meninggal karena kelaparan, berada dalam pertempuran atau jatuh ke tangan Jepang, Ho masih memiliki pilihan.

Paman buyutnya adalah Sir Robert Hotung, seorang komprador kaya Eurasia, orang China pertama yang tinggal di Hong Kong's Peak, sebuah distrik kaya di mana hanya orang Barat yang diizinkan tinggal.

Pada 1940-an, Sir Robert tinggal di Makau dan mengundang Ho untuk bergabung dengannya di koloni Portugis.

Dalam buku yang ditulis Phillip Snow tentang jatuhnya Hong Kong dan pendudukan Jepang, Ho mengatakan, "Saya menghasilkan banyak uang dari perang".

Baca juga: Berkat PUBG, Bos Tencent Depak Jack Ma dari Orang Terkaya China

Kota Perdamaian

Pada awal tahun 1940-an, dengan kebanyakan wilayah China berada di bawah kekuasaan Jepang, Makau berada dalam posisi yang unik.

Portugal tetap berada di posisi netral dalam perang hingga 1944. Oleh karena itu, Makau pun dianggap sebagai wilayah netral.

Koloni ini dikelola oleh Gubernur Portugis Gabriel Maurício Teixeira dan Dr Pedro José Lobo atau dikenal sebagai Dr Lobo.

Jepang, mengendalikan laut dan pelabuhan di sekitar Makau. Artinya, Makau harus bekerja sama dengan Jepang untuk tetap memungkinkan makanan dan pasokan lain masuk ke koloni.

Bagi Teixeira dan Lobo, kondisi ini adalah sebuah keseimbangan yang rapuh, antara menjaga integritas kenetralan wilayah dan menghindari kerja sama secara terbuka dengan Jepang.

Baca juga: Harta 10 Orang Terkaya di Dunia Raib Rp 391,6 Triliun dalam Sehari

Kondisi saat perang pun sulit. Persediaan makanan menipis, inflasi meningkat, dan semakin banyaknya pengungsi China dan Eropa. Penyelundupan dan pasar gelap juga semakin berkembang.

Untuk mengatasi masalah ini, Lobo membentuk Perusaahaan Kooperatif Makau (CCM) dan meminta Sir Robert Hotung mencari orang yang dapat dipercaya sebagai Sekretaris Perusahaan. Sir Robert merekomendasikan Ho. 

CCM sendiri menjadi institusi paling penting di Makau selama perang. Peran utamanya adalah untuk menjaga kondisi Makau, baik secara ekonomi, mencukupi kebutuhan pangan, maupun keseimbangan hubungan dengan Jepang.

Dalam sebuah wawancara dengan Simon Holberton dari Financial Times, Ho mengatakan, "Saya bertanggungjawab pada sebuah sistem barter, membantu pemerintah Makau menukar mesin dan peralatan kepada Jepang, sebagai ganti untuk beras, gula, dan kacang-kacangan."

Baca juga: Berkat Ventilator, Harta Orang Terkaya Singapura Naik Rp 15,5 Triliun Per Bulan

Raja minyak tanah

Sebagai Sekretaris CCM, Ho harus melakukan perjalanan rutin menggunakan kapal dengan bayaran barang-barang dan membawanya kembali ke Makau. Pekerjaannya mencakup hubungan dengan kewenangan Portugis, militer Jepang, geng triad, dan berbagai pihak dari China.

Dalam memoarnya, Ho mengingat tugas pertamanya dan yang paling mendesak adalah mempelajari bahasa Portugis dan Jepang karena tugas untuk melakukan barter di antara keduanya.

Pekerjaannya sangat berisiko karena untuk membawa pasokan, ia harus berlayar menghindari geng-geng bajak laut yang dapat mengambil emas ataupun pasokan yang dibawa.

Baca juga: Mengembalikan Predikat Raja Minyak di Tanah Air…

 

Namun, banyak yang melihat kegiatan CCM sebagai kerja sama dengan musuh.

Ho pun membuka pabrik minyak tanah, yaitu ketika persediaan bahan bakar umum hampir habis.

Menjelang akhir perang di tahun 1945, AS melakukan pengeboman terminal bensin Makau untuk menolak pasokan ke angkatan laut dan udara dari Jepang. 

Serangan itu pun menghancurkan satu-satunya sumber minyak tanah di Makau. Kondisi ini secara tidak sengaja menjadikan Ho memiliki fungsi yang sangat penting bagi keberlangsungan Makau sekaligus menjadi sangat kaya. 

Baca juga: Ini Sosok Para Penipu Bermodus Raja Minyak dari Singapura

Kontroversi

Setelah perang, Ho menghadapi kritik bahwa ia telah bekerja sama dengan Jepang. 

Netralitas perang Makau sendiri memang selalu dipengaruhi oleh Jepang, terutama setelah jatuhnya Hong Kong.

Pada tahun 1943, saat Tokyo meminta pelantikan penasihat Jepang untuk mengawasi Makau, sebuah protektorat virtual Jepang pun dibuat di pulau tersebut. Kontak menjadi tidak dapat dihindari.

Ho mengaku telah memberi pelajaran bahasa Inggris kepada Kolonel Sawa, kepala polisi rahasia militer Jepang di Makau.

Pemerintah Nasionalis China pun menganggap transaksi bisnis Ho dan CMM berbahaya serta mendukung perang Jepang terhadap China. 

Pihak berwenang China berusaha untuk menahan Ho atas kerja sama ini. Namun, polisi kolonial Portugis melindunginya.

Menjelang akhir tahun 1945, Ho sudah menjadi bagian yang sangat penting dari ekonomi Makau untuk dapat diserahkan pemerintahan Portugis ke China.

Baca juga: Dalam Sebulan, Harta 10 Orang Terkaya di Dunia Naik Rp 1.950 Triliun

Usai perang

Pada akhir Perang Dunia II tahun 1945, Stanley Ho telah mengumpulkan empat hal penting.

Pertama, ia mempererat hubungannya dengan Lobo, "bos besar tidak resmi" dari Makau.

Kemudian, pada tahun 1942, ia menikahi putri keluarga Portugis yang kaya dan memberinya perlindungan serta posisi sosial.

Ketiga, Ho mengumpulkan banyak uang dan menjadi jutawan pada hari ulang tahunnya yang ke-24.

Baca juga: PM Thailand Minta 20 Orang Terkaya Thailand Bantu Atasi Dampak Ekonomi Covid-19

Keempat ia mendirikan bisnis dalam perdangangan beras, minyak tanah, dan konstruksi.

Dalam beberapa minggu setelah Jepang menyerah pada Agustus 1945, Ho kembali ke Hong Kong untuk melakukan investasi strategis. 

Ia memiliki uang tunai, posisi, keluarga, dan teman baik yang berguna. Ho pun siap untuk mengembalikan kondisi Makau dan berinvestasi besar-besaran di Hong Kong pasca perang. 

Dalam memoarnya tentang periode itu, Ho menulis, "Makau adalah surga selama perang".

Sebagaimana yang dikatakan, Ho mengalami perang yang sangat baik.

Baca juga: Ini 15 Orang Terkaya di Indonesia Tahun 2020

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi