Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19, Ini yang Harus Dipertimbangkan Pemerintah

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/HANNI SOFIA
Umat Muslim berdoa saat melaksanakan wukuf di Jabal Rahmah, Padang Arafah, Arab Saudi, Sabtu (10/8/2019). Jemaah haji dari seluruh dunia mulai berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf yang merupakan puncak ibadah haji.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Hingga saat ini, belum ada keputusan dari Pemerintah Arab Saudi mengenai pelaksanaan ibadah haji 2020 di tengah situasi pandemi virus corona.

Pemerintah Indonesia juga belum mengambil keputusan apakah akan tetap memberangkatkan jemaahnya atau tidak.

Sementara, pemerintah sejumlah negara ada yang masih mempertimbangkan risikonya, ada pula yang telah memutuskan tak memberangkatkan jemaah calon haji pada tahun ini.

Salah satunya adalah Singapura.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Pemerintah Arab Saudi memutuskan tetap menyelenggarakan ibadah haji dan Pemerintah Indonesia juga memberangkatkan jemaaahnya, apa saja yang harus dipertimbangkan?

Baca juga: Kemenlu: Arab Saudi Belum Putuskan soal Pelaksanaan Ibadah Haji 2020

Risiko yang mungkin terjadi

Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (PP PERDOKHI) DR. Dr. Muhammad Ilyas SpPD-KP, SpP(K) mengatakan, ada risiko yang mungkin dihadapi jika Pemerintah Arab Saudi tetap menyelenggarakan pelaksanaan ibadah haji dan Pemerintah Indonesia juga memutuskan memberangkatkan jemaah calon haji.

Pertama, kemungkinan jemaah calon haji akan menjalani karantina di Arab Saudi dan saat tiba kembali di Indonesia.

Kedua, potensi terinfeksi Covid-19 akan sangat tinggi.

"Karena akan ada mass gathering jutaan orang yang berasal dari berbagai negara," kata Ilyas, dalam webinar dengan topik "Ber-Haji di Masa Pandemi Covid-19, Mungkinkah?", yang diselenggarakan PP Perdokhi, Minggu (1/6/2020), 

Risiko ketiga, jika jemaah jatuh sakit di Arab Saudi, ada kemungkinan rumah sakit di Arab Saudi menolak melakukan perawatan jika kapasitas rumah sakit tidak memungkinkan.

Alasannya, pasien yang harus dirawat tentu saja bukan hanya jemaah dari Indonesia, tetapi dari seluruh dunia.

Risiko keempat, menurut, jemaah haji bisa menjadi sumber penularan baru ketika kembali ke Tanah Air.

Ia juga memberikan catatan, berdasarkan data Perdokhi dari penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya, 1999-2018, sebesar 63-67 persen jemaah haji Indonesia berusia lanjut dengan risiko tinggi kesehatan.

Jika dikalkulasi, jumlahnya sekitar 120.000-150.000 jemaah haji Indonesia merupakan jemaah berisiko tinggi.

Pada tahun 2018 terdapat 247 jamaah haji yang tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2019 menjadi sebanyak 264 jamaah haji.

"Dari 221.000 orang jemaah haji Indonesia, 63 persen di antaranya memiliki penyakit penyerta yang berisiko terhadap Covid-19," kata Ilyas.

Baca juga: Jokowi Didesak Tunda Kirim Jemaah Haji 2020 Tanpa Tunggu Keputusan Arab Saudi

Perlu pematangan konsep

Ilyas menyarankan, jika jemaah calon haji Indonesia akan diberangkatkan pada tahun 2020 ini, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan.

Persiapan itu di antaranya:

  • Pengaturan strategi khusus dan pematangan konsep, mulai dari saat embarkasi, saat berada di Arab Saudi, dan setelah debarkasi.

  • Kedua, perlu dilakukan penguatan pengetahuan jemaah. Hal tersebut bisa dilakukan dengan melakukan edukasi mengenai Covid-19 kepada jemaah. Jika perlu, membatasi usia maksimal jemaah. Menurut Ilyas, lebih dari 60 persen jemaah Haji Indonesia berusia di atas 50 tahun.

  • Ketiga, jemaah diwajibkan untuk menjalani tes PCR sebelum berangkat ke Tanah Suci.

  • Keempat, mengoptimalkan sarana-prasana, seperti asrama embarkasi, Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), dan pelayanan selama di Arafah-Mina-Muzdalifah.

Tidak kalah penting adalah mempersiapkan petugas haji yang akan bertugas mendampingi jemaah haji.

"Petugas haji harus dibuktikan bebas Covid-19 (dilengkapi surat pembuktian), tidak tergolong berisiko tinggi, dan dilengkapi dengan APD," kata Ilyas.

Pemerintah juga perlu mengantisipasi kondisi terburuk yang mungkin terjadi di Arab Saudi, seperti mempersiapkan mobil ambulans untuk keadaan darurat.

"Memang Pemerintah Arab Saudi juga menyediakan mobil ambulans, tetapi kan tidak khusus diperuntukkan untuk jemaah Indonesia saja. Ada jamaah dari seluruh dunia yang harus dilayani," kata Ilyas.

Terakhir, Ilyas mengingatkan, pemberangkatan jemaah calon haji Indonesia untuk tahun 2020 ini akan memerlukan pembiayaan sangat besar, sehingga pemerintah perlu mengantisipasi hal tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi