Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Editor's Letter untuk Jakarta yang Perlu Segera Kita Menangkan

Baca di App
Lihat Foto
Biro Pers Media Istana
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Gubernur Anies Baswedan usai meninjau kesiapan fasilitas umum di Stasiun Mass Rapid Transit Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (26/ 25/020). Peninjauan dilakukan untuk memastikan kesiapan jika pelonggaran aktivitas dengan protokol kesehatan dilakukan. (Biro Pers Media Istana).
Editor: Amir Sodikin

KOMPAS.com - Hai, apa kabarmu sepekan lalu? Semoga sehat dan dicukupkan kebutuhan untuk selalu bahagia.

Banyak tanggal merah atau libur nasional sepekan lalu. Dua Senin berturut-turut kita dapati merah di kalender. Senin pertama karena Lebaran kedua. Senin kedua karena Hari Lahir Pancasila.

Benar, sih. Situasi yang tidak pasti karena pandemi Covid-19 membuat kita tidak lagi bisa jelas membedakan tanggal merah atau tidak. Kata libur atau kerja sepertinya juga sudah mulai samar-samar tidak terbedakan.

Sejak anjuran untuk bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah 15 Maret 2020 lalu, batas antara kerja, libur, hari kerja, hari libur, weekday, weekend menjadi kabur.

Buat profesi tertentu seperti wartawan, dokter, tenaga kesehatan dan para pelayan publik lainnya, batas-batas yang kabur itu sudah lumrah sebenarnya. Tetapi tetap saja, kaburnya batas-batas itu makin menjadi dan seperti melebur.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beberapa teman saya menceritakan, kerja dari rumah terasa lebih lelah. Salah satu penyebabnya karena batas-batas yang kabur itu.

Kamu mengalami tidak? Kalau mengalami, saran saya tetaplah tahu batas dan kemudian membuat batas.

Meskipun bekerja dari rumah, atur waktu kerja dan waktu untuk aktivitas lainnya seperti istirahat dan rekreasi secara seimbang.

Dalam sebuah studi, siklus harian kita terbagi dalam tiga kegiatan utama agar sehat jiwa raga dengan porsi waktu sama delapan jam yaitu bekerja, aktivitas ringan, dan istirahat.

Tiga bulan mencoba beradaptasi dengan situasi yang barubah, pasti banyak hal baru yang kamu coba dan kini sudah menjadi hal yang lumrah. Orang-orang menyebutnya normal baru atau kenormalan baru atau tatanan baru.

Apa pun namanya, kita tengah mempraktikkan hal-hal baik untuk merespons situasi yang terus juga berubah karena ketidakpastian yang tinggi. Hal-hal baik itu salah satunya adalah meeting secara digital lewat bermacam aplikasi dan layanan.

Banyak keperluan untuk digelarnya meeting itu. Tiga anak saya rutin melakukan untuk keperluan belajar dari rumah.

Selain untuk pekerjaan dan mengajar, ibadah juga dijalankan dengan aplikasi dan layanan meeting digital itu. Doa bersama warga sekitar dilakukan di depan layar dari rumah masing-masing.

Terasa aneh di awal-awal. Perasaan aneh itu lama-lama terkikis karena berulang dilakukan dan ada penerimaan sosial atasnya. Hal yang semula dirasa tidak normal, menggeser normal lama dan kemudian menjadi normal baru.

Mungkin kamu bertanya, sampai kapan situasi seperti ini akan berlangsung?

Di dua bulan pertama, anak-anak saya bergantian bertanya hal ini. Di bulan ketiga, pertanyaan tidak lagi diajukan. Bukan karena sudah ada jawaban meyakinkan, tetapi karena sudah lebih bisa menerima ketidakpastian.

Sampai saat ini, untuk jawaban kapan situasi tidak pasti ini akan berlangsung, tidak ada yang bisa memastikan lantaran banyak juga versinya.

Jawaban paling umum adalah bersiap dalam situasi seperti ini hingga dua tahun. Acuannya adalah lamanya waktu untuk menemukan vaksin Covid-19.

Kabar baiknya, upaya para peneliti di seluruh dunia yang bahu membahu membuahkan hasil signifikan. Upaya peneliti di Indonesia untuk menemukan vaksin itu pun demikian.

Nah, selama dua tahun menunggu itu, apa yang perlu diupayakan?

Awal Mei 2020, kita mendengar istilah berdamai dengan Covid-19 dari Presiden Joko Widodo. Istilah yang banyak dipakai oleh banyak pihak di berbagai negara sebagai respons atas situasi menanti yang panjang.

Turunan dari berdamai dengan Covid-19 adalah memasuki era normal baru untuk sejumlah aktivitas yang sebelumnya dibatasi dengan ketat. Normal baru itu akan memberi kelonggaran aktivitas ekonomi yang terhenti dengan pengetatan protokol kesehatan.

Aktivitas menjaga kesehatan dan mengerakkan ekonomi tidak dipertentangkan. Istilah berdamai dengan Covid-19 dan penerapan normal baru dengan protokol kesehatan menjadi tanda tidak adanya pertentangan itu. 

Lalu, apakah serta merta pelonggaran aktivitas ekonomi dilakukan di seluruh Indonesia mengingat masih tingginya kasus positif Covid-19?

Tentu tidak. Kondisi masing-masing daerah berbeda. Data epidemiologi dan kondisi nyata di lapangan akan menjadi acuan untuk pelonggaran, normal baru dan hidup berdamai dengan Covid-19 ini.  

Seperti ketika daerah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), keputusan pelonggaran ada dalam koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Untuk pelonggaran dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan ini, perhatian pemerintah dan semua pemangku kepentingan akan tertuju ke Jakarta yang sangat strategis dari semua aspek.

Pemerintah berharap, Jakarta yang selama ini menjadi episentrum penyebaran Covid-19 di Indonesia dan telah tiga kali memperpanjang PSBB dapat segera dimenangkan. 

Kemenangan di Jakarta akan menambah kepercayaan diri bersama untuk menangani Covid-19 di dareah-daerah lain yang lebih kecil skala dan kerumitannya. Untuk itu, upaya bersama tengah dilakukan.

Dengan tetap mengingat kritik dan sejumlah catatan, upaya untuk meraih kemenangan di Jakarta sudah mulai terlihat tanda-tandanya.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebut, Jakarta mengalami kemajuan dengan mampu memperlambat penyebaran Covid-19.

Namun, setelah pujian itu, angka penambahan tidak turun tetapi meningkat meskipun lantas stabil. Situasi tidak pasti dan di luar kendali ini yang membuat pelonggaran aktivitas ekonomi tidak bisa dipastikan kapan akan dilakukan.

Jakarta akan mengakhiri PSBB ketiga pada 4 Juni 2020. Sehari sebelum itu, evaulasi akan dilakukan sebagai pijakan pengumuman apakah Jakarta berhasil kita menangkan atau justru PSBB diperpanjang. Semua pihak menantikan evaluasi ini sebelum memutuskan.

Jika Jakarta berhasil dimenangkan, pelonggaran aktivitas ekonomi dimulai setelah 7 Juni 2020.  

Namun, sekali lagi, itu baru rancangan dengan dasar tren atau kecenderungan. Keputusan akhir atasnya akan mempertimbangkan data epidemiologis, situasi nyata dan dalam koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatanan Penanganan Covid-19. 

Meskipun ekonomi yang bergerak penting, pemerintah tidak mau meletakkan kesehatan dan keselamatan warga dalam bahaya. Upaya harmonis pemerintah pusat dan daerah beserta aparatnya serta warga Jakarta akan mempercepat kemenangan ini. 

Setelah Jakarta, provinsi berikutnya yang hendak dimenangkan dalam upaya melawan Covid-19 adalah Bali. Pelonggaran dan penerapan normal baru dengan protokol kesehatan hendak dilakukan juga di Pulau Dewata ini.

Seperti Jakarta yang strategis, Bali pun demikian. Jika segara bisa dimenangkan, Bali sekaligus akan jadi "juru bicara" Indonesia ke luar negeri. 

Jika Jakarta dan Bali tidak kita menangkan, upaya merancang normal baru, kelonggaran aktivitas masyarakat dengan protokol kesehatan akan tetap jadi rancangan.

Menjalankan pelonggaran meskipun dengan protokol kesehatan di tengah tingginya ancaman kesehatan adalah pilihan berbahaya.

Bersabar dengan terus bertekun melalui upaya baik untuk memenangkan Jakarta bisa jadi langkah strategis bersama. Kamu bisa terlibat untuk upaya baik ini dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan misalnya.

Pekan lalu, kita melihat Presiden Joko Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama-sama memantau kondisi lapangan yang dicocokkan dengan data epidemiologi dan sejumlah temuan.

Keduanya berbincang-bincang di depan Stasiun MRT Bundaran Indonesia.

Pemandangan yang menyejukkan dalam upaya bersama-sama memenangkan Jakarta. 

Kita masih ingat bagaimana keduanya dulu bersama-sama, bahu membahu, dengan semangat yang sama memenangkan Indonesia. Karena itu, berharap keduanya kembali bersama-sama memenangkan Jakarta bukan hal yang muluk-muluk juga.

Kekuasaan dan sumber daya yang saat ini ada di tangan keduanya membuat kita punya asa. Asa bahwa kekuasaan dan sumber daya itu digunakan untuk melindungi dan melayani warga dari ancaman kesehatan yang nyata, bukan kepentingan politik lainnya.

Kita juga masih ingat, MRT jadi tempat perdamaian dua kubu yang rumit, pelik, dan penuh intrik politik. Pertemuan di MRT kali ini membuncahkan asa kita untuk memenangkan Jakarta.

Hati yang damai diperlukan sebagai syarat untuk memenangkan Jakarta dan daerah-daerah lain sebelum hidup berdamai dengan Covid-19.   

Salam damai, 

Wisnu Nugroho

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi