KOMPAS.com - Indonesia akan segera memasuki fase new normal di tengah pandemi Covid-19 yang masih terjadi.
Pada fase ini, pembatasan kegiatan masyarakat akan dilonggarkan.
Masyarakat bisa kembali beraktivitas seperti bekerja dan bersekolah, namun dengan tetap mematuhi sejumlah protokol kesehatan seperti memakai masker dan membatasi jarak fisik.
Namun, penerapan new normal ini belum sepenuhnya dapat dipahami. Masih banyak pertanyaan, apa itu new normal? Bagaimana kehidupan akan berjalan? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah agar penerapan new normal sukses dan tidak menjadi bumerang dalam proses pengendalian virus corona penyebab Covid-19.
Di media sosial Twitter, Selasa (2/6/2020), salah satu trending "bagaimana new normal", merekam perbincangan warganet tentang berbagai hal yang belum mereka pahami soal tatanan baru.
Baca juga: INFOGRAFIK: Panduan New Normal Penumpang Kereta Api
Bagaimana mempersiapkan masyarakat siap menghadapi new normal?
Menurut Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sunyoto Usman, pemerintah masih perlu membenahi sejumlah persoalan sebelum mempersiapkan masyarakat menerima new normal dengan baik.
Sunyoto menduga, ada persoalan yang terjadi di tiga level yakni pada level kebijakan, koordinasi antar lembaga dan level operasionalnya.
"Seharusnya pemerintah memberi penjelasan apa konsep new normal dan seperti pa kebijakannya. New normal seharusnya dikonsepsikan sebagai kondisi baru yang lebih baik, by plan (direncanakan berbasis kebijakan dan adaptasi tertentu), memberi perlindungan kesehatan, dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya, apa memang sudah aman dengan pelonggaran tersebut?" kata Sunyoto, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/6/2020).
Menurut dia, dalam mempersiapkan masyarakat memasuki fase new normal tidak bisa disamakan seluruh daerah.
Ada daerah yang sudah bisa menerapkan new normal, tetapi masih banyak juga daerah yang ancaman virus coronanya belum reda.
"Efektivitas RT/RW juga tergantung karakteristik lingkungannya. Banyak lingkungan yang warganya tidak akrab. Bahkan di beberapa perumahan urban tidak saling kenal. Beda dengan daerah sub-urban atau desa," kata Sunyoto.
Baca juga: PBNU Keluarkan Protokol Ibadah di Masjid Saat New Normal
Lihat Foto
Gugus Tugas daerah bisa lebih efektif
Menurut Sunyoto, terkait efektivitas metode persiapan new normal yang diterapkan, kemungkinan besar bergantung pada Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di masing-masing daerah.
Alasannya, mereka yang paling mengetahui karakteristik masyarakat di daerahnya.
Selain itu, menurut dia, pemasangan baliho dan selebaran yang memuat informasi soal bahaya Covid-19 kurang efektif untuk mengedukasi masyarakat.
Sementara, kampanye melalui media sosial hanya bisa dijangkau oleh mereka yang memiliki akses internet memadai.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar masyarakat diberi dan saling memberi contoh nyata melalui perilaku yang bisa diteladani.
Perilaku ini, misalnya, dengan memasang tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun di depan rumah.
Bisa pula dengan memperketat pengawasan dan pengamanan di tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan orang, seperti mal, pasar, dan terminal.
"Pejabat juga jangan bicara dan mengeluarkan pernyataan yang melahirkan tafsir kondisi aman. Misal, jumlah kasus positif menurun. Itu menurun dari angka berapa ke angka berapa? Misal lagi, pernyataan pejabat 'Kita belum perlu PSBB'' Pernyataan semacam itu bagi masyarakat awam bisa ditafsirkan kondisi sudah aman," kata Sunyoto.
Baca juga: New Normal (yang) Tak Normal