Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orang Suka Makanan Pedas?

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi makan makanan pedas.
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Manusia terkadang suka untuk menyakiti diri sendiri. Pedas, pada dasarnya, bukan sebuah rasa yang sejenis dengan manis, asin, atau asam. Pedas berarti rasa sakit.

Sensasi pedas yang dirasakan adalah hasil dari pengaktifan reseptor rasa sakit di lidah.

Mengutip The Guardian, 14 September 2010, Psikolog dari University of Pennsylvania Paul Rozin mengatakan, sekitar sepertiga orang di seluruh dunia memakan cabai setiap harinya.

Sensasi terbakar

Mereka suka makanan pedas karena menyukai "rasa terbakar" akibat makan makanan pedas.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam sebuah simposium, Rozin menyebut bahwa manusia merupakan satu-satunya spesies yang mencari tahu tentang sesuatu yang dianggap negatif.

Cabai sendiri menjadi salah satu yang unik di antara sekian banyak makanan yang seharusnya tidak dapat dinikmati.

Baca juga: Cabai Rawit, Cabai Merah, atau Cabai Hijau, Mana yang Lebih Sehat?

Sebagai contoh, manusia juga memiliki ketidaksukaan alami terhadap rasa pahitnya kopi dan kerasnya tembakau, tetapi zat-zat tersebut memiliki sejumlah sifat adiktif yang dapat membuat orang menginginkannya kembali.

Sedangkan capsaicin, senyawa yang disebut mungkin dihasilkan oleh cabai, tidak memiliki sifat adiktif.

Capsaicin ini merupakan komponen yang menimbulkan rasa pedas. Ia merupakan anggota dari molekul vanilloid yang mengikat ke reseptor pada lidah, yaitu disebut subtipe reseptor vanilloid (VR) 1.

Baca juga: Jelang Lebaran, Harga Bawang Merah, Cabai, dan Gula di Pasar Mulai Naik

Saat berikatan dengan reseptor VR1, sensasi yang dihasilkan oleh molekul capsaicin adalah senssasi yang sama dengan yang akan disebabkan oleh panas. Proses tersebut menjelaskan rasa terbakar yang disebabkan oleh capsaicin.

Saat para ilmuwan menemukan bahwa reseptor VR1 adalah anggota yang lebih besar dari saluran ion TRP, reseptor VR1 dinamai TRPV1.  Reseptor TRP diketahui sensitif terhadap perubahan suhu.

Ketika cabai menjadi sumber capsaicin, tidak ada kerusakan jaringan yang benar-benar terjadi.

Akan tetapi, karena ia berikatan dengan reseptor TRPV1, otak pun ditipu untuk mempercayai bahwa lidah benar-benar terbakar.

Baca juga: 5 Cara Menghilangkan Rasa Pedas dengan Cepat

Preferensi untuk memakan cabai

Pada 1980, Rozin dan koleganya, Deborah Schiller melaporkan sebuah studi di mana mereka membandingkan preferensi cabai orang Meksiko dan Amerika.

Hasilnya, orang-orang Meksiko umumnya memakan cabai beberapa kali dalam sehari, sedangkan orang-orang Amerika hanya memakan cabai beberapa kali dalam seminggu.

Jika hasil tersebut dapat menjelaskan preferensi terhadap rasa sakit yang ditimbulkan cabai, maka orang Meksiko menunjukkan toleransi yang lebih tinggi daripada orang Amerika.

Namun, data tersebut hanya menunjukkan bukti adanya perbedaan, tetapi tidak signifikan secara statistik. 

Prediksi lain menyebut bahwa toleransi individu semakin meningkat dengan intensitas yang lebih banyak seiring bertambahnya usia. 

Baca juga: 6 Manfaat Makanan Pedas, Redakan Pilek hingga Cegah Penyakit Jantung

Akan tetapi, Rozin dan Schiller tidak menemukan korelasi antara usia dan tingkat toleransi tersebut.

Pada akhir 1970-an, Frito-Lay mencoba memasarkan sebuah merek keripik jagung di Meksiko yang memiliki rasa cabai, tetapi tanpa capsaicin. Produk itu pun gagal. 

Demikian pula dengan paprika yang diberi rasa lada tanpa capsaicin.

Hingga kini, ada banyak hipotesis yang digagas para ilmuwan untuk menjelaskan mengapa seseorang menyukai makanan pedas. 

Menurut teori Rozin, hubungan manusia dan cabai merupakan hasil dari "constrained risk" atau situasi di mana manusia merasakan sebuah sensasi ekstrem tanpa harus benar-benar terluka.

Manusia mulai memakan cabai karena dorongan untuk mencari tantangan.

Baca juga: 3 Resep Opor Ayam? Ada Opor Kuning dan Opor Pedas

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi