KOMPAS.com – Penyebaran virus corona, baik dari segi jumlah kasus dan korban jiwa di dunia masih menunjukkan adanya peningkatan.
Melansir data dari Worldometers, setidaknya 6,6 juta orang terinfeksi virus yang menyerang saluran pernapasan tersebut hingga Jumat (5/6/2020).
Sementara jumlah korban jiwa mencapai 392.020 dan yang dikabarkan sembuh tercatat sebanyak 3.22.035.
Baca juga: Jenis Virus Corona di Indonesia Disebut Tak Masuk Kategori yang Ada di Dunia, Ini Penjelasan Eijkman
Berikut ini 10 negara dengan kasus terbesar di dunia:
- Amerika Serikat, 1.923.629 kasus, 110.170 meninggal dunia, 707.150 sembuh.
- Brazil, 606.090 kasus, 33.781meninggal dunia, 266.130 sembuh.
- Rusia, 441.110 kasus, 5.384 meninggal dunia, 204.620 sembuh.
- Spanyol, 287.740 kasus, 27.133 meninggal dunia.
- Inggris, 281.660 kasus, 39.904 meninggal dunia.
- Italia, 234.010 kasus, 33.689 meninggal dunia, 161.900 sembuh.
- India, 226.710 kasus, 6.363 meninggal dunia, 108.450 sembuh.
- Jerman, 184.920 kasus, 8.736 meninggal dunia, 167.800 sembuh.
- Peru, 183.200 kasus, 5.031 meninggal dunia, 76.228 sembuh.
- Turki, 167.410 kasus, 4.630 meninggal dunia, 131.780 sembuh.
Baca juga: Ramai soal Razia Anak yang Pergi ke Mal dan Tempat Keramaian, Ini Penjelasan Wali Kota Solo
Berikut sejumlah perkembangan terbaru terkait penyebaran virus corona di berbagai belahan dunia:
Amerika Serikat
Pemerintah AS mendesak para pengunjuk rasa untuk melakukan tes virus corona.
Sebagaimana diketahui, selama beberapa hari orang-orang di seluruh AS turun ke jalan untuk memprotes kebrutalan polisi yang rasis dan mengakibatkan terbunuhnya seorang pria kulit hitam George Floyd.
“Para pengunjuk rasa di Amerika Serikat harus sangat mempertimbangkan untuk dites virus corona,” kata Robert Redfield, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit.
Sementara itu Gubernur New York Andrew Cuomo mengajukan permohonan serupa kepada demonstran
“Tes coronavirus tersedia untuk semua pengunjuk rasa. Kami meminta pemrotes untuk bertanggung jawab. Pakai masker, tes,” katanya di Twitter.
Baca juga: Mengapa Angka Kematian akibat Covid-19 di Asia Lebih Rendah daripada Eropa dan AS?
Uni Eropa
Kini lebih banyak negara Eropa bersiap untuk membuka kembali perbatasan mereka usai berbula-bulan ditutup karena pandemi.
Pemerintah Ceko akan melonggarkan pembatasan perjalanan dari dan ke Austria, Jerman, dan Hongaria mulai Jumat (5/6/2020).
Slovenia juga akan membuka perbatasannya ke Austria mulai Jumat (5/6/2020), sedangkan Kroasia dan Hongaria sudah diizinkan melakukan perjalanan ke negara tersebut.
Sedangkan Jerman mengatakan pihaknya akan membatalkan pembatasan pada 15 Juni dan Swedia akan melonggarkan pembatasan perjalanan mulai 13 Juni.
Baca juga: 60 Mal di Jakarta Akan Dibuka Lagi, Indef: Bisa PSBB Lagi!
Inggris
Perdana Menteri Inggris Boris Johnshon sempat mengadakan pertemuan selama 45 menit dengan Menteri Bisnis Alok Sharma pada Rabu (3/6/2020).
Pertemuan tersebut hanya beberapa jam sebelum akhirnya Sharma jatuh sakit dan dinyatakan positf virus corona.
Pertemuan tersebut juga sempat dihadiri Menteri Keuangan Rishi Sunak.
Sementara itu, Johnson akan kembali melakukan tes Covid-19 jika Sharma terbukti positif.
Baca juga: Mengapa Virus Corona di Afrika Muncul Lebih Lambat dari Perkiraan?
China
China akan kembali membuka sektor pariwisata, budaya dan olah raga.
Hal itu dikatakan dalam pertemuan singkat yang dipimpin oleh Perdana Menteri Li Keqiang.
Sementara itu, otoritas penerbangan China menyebut 95 maskapai asing yang sempat menangguhkan layanan ke China kini dapat mengajukan permohonan untuk kembali terbang.
Diperkirakan jumlah penerbangan internasional mingguan akan bertambah mencapai 50. Kini telah ada 150 penerbangan.
Baca juga: Emirates Berencana PHK 30.000 Karyawannya akibat Virus Corona
Iran
Iran mencatat kasus harian baru sebanyak 3.574 kasus, sehingga negara itu kini mencatat memiliki total infeksi sebanyak 164.270.
Adapun jumlah kematian baru 59 sehingga total ada 8.071.
Ini menjadi hari ketiga Iran berturut-turut mencatat kasus baru sebanyak 3.000 kasus yang kemudian meningkatkan kekhawatiran adanya gelombang kedua.
"Kepatuhan yang lebih serius terhadap jarak fisik dan penggunaan masker yang lebih serius dan lebih cerdas adalah kebutuhan mutlak di hari-hari mendatang," kata juru bicara Kementerian Kesehatan Kianush Jahanpur sebagaimana dikutip dari Aljazeera.
Baca juga: Viral, Video Anggota Marinir Adu Mulut dengan Warga yang Tak Mau Gunakan Masker
Studi terkait hidroksiklorokuin
Tiga dari empat penulis di balik sebuah studi skala besar di The Lancet mengenai kekhawatiran keselamatan atas penggunaan obat anti malaria hydroxychloroquine atau hidroksiklorokuin untuk mengobati Covid-19 menarik kembali paper mereka.
Dataset yang dipakai dalam penelitian merupakan sebuah analisis retrospektif dari catatan pasien kini berada di bawah pengawasan serius dalam beberapa minggu terakhir.
Banyak ilmuwan menyatakan keprihatinan atas keaslian penelitian itu dalam sebuah surat terbuka.
Salah satu penulis, Sapan Desai yang merupakan kepala perusahaan kecil bernama surgisphere yang merupakan pemasok data, tidak bergabung dalam pencabutan tersebut.
Baca juga: Mengenal Hidroksiklorokuin untuk Corona, Apa yang Harus Diketahui?