Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Misteri tentang Virus Corona yang Belum Diketahui Sampai Saat Ini

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi virus corona dan gejala terinfeksi virus corona
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Virus corona penyebab Covid-19 sudah menginfeksi lebih dari 6,7 juta orang di dunia. Namun sejak pertama kali kemunculannya di Wuhan, China, akhir Desember 2019 lalu, masih banyak mister yang menyelimuti tentang virus ini.

Sebagai virus baru, pengetahuan medis dan ilmuwan mengenai bagaimana sebenarnya virus ini memang masih sangat lah terbatas. Meskipun berbagai penelitian terus dilakukan seiring terus bertambahnya jumlah kasus yang terjadi.

Berikut ini 6 hal yang belum diketahui secara pasti dari virus corona yang telah merebak kurang lebih 6 bulan lamanya, sebagaimana dikutip dari New York Post, Senin (1/6/2020).

1. Berapa banyak orang yang terinfeksi

Tidak ada satu orang pun yang mengetahui dan dapat memastikan berapa banyak sesungguhnya orang di dunia ini yang sudah terinfeksi virus corona.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Indonesia, setiap hari dilaporkan kasus infeksi positif, sembuh dan meninggal. Namun di luar jumlah tersebut masih ada kategori PDP, ODP dan OTG yang belum dapat disimpulkan. 

Termasuk angka kematian pada PDP dan ODP sebelum dipastikan apakah telah positif terinfeksi atau tidak dari virus corona. PBB sebelumnya mengatakan bahwa orang yang meninggal dengan gejala Covid-19 perlu dimasukkan dalam angka kematian terkait Covid. 

Baca juga: Epidemiolog: Cuaca dan Geografis Indonesia Tak Signifikan Hambat Penyebaran Corona

Oleh karena itu, para ahli statistik percaya sesungguhnya ada lebih banyak orang yang sudah terinfeksi, namun tidak jelas berapa banyaknya.

Dari semua kota atau negara, para ahli lebih mempercayai data dari wilayah yang lebih banyak melakukan pengujian terhadap populasinya.

Misalnya New York yang telah menguji sekitar 9,6 persen dari populasinya. Semakin banyak orang yang diuji, maka semakin banyak kasus yang ditemukan.

Puluhan ribu tes antibodi juga telah dilakukan pemerintah kota ini untuk keperluan pengawasan.

Hasilnya, diketahui seperlima dari penduduk New York diketahui telah bersarang virus corona di dalam tubuhnya.

Penderita yang tidak menunjukkan gejala, atau di Indonesia dikenal sebagai OTG semakin mempersulit proses pelacakan, sementara proses penularan diam-diam tetap terjadi.

2. Berapa banyak virus untuk menyebabkan infeksi

Para ilmuwan menyebut jumlah virus yang bisa menyebabkan infeksi masih belum diketahui secara pasti. Bahkan untuk kisarannya pun, mereka menyebutkan angka yang intervalnya masih terlampau lebar, yakni antara 1 hingga 1 juta virus.

Jika ilmuwan bekerja jauh lebih keras dari saat ini, mungkin akan ditemukan interval angka yang jauh lebih spesifik, misalnya sekian ratus sampai sekian ribu partikel virus.

Saat ini mereka menjadikan dasar pengetahuan tentang virus corona yang sebelumnya terjadi dan menyebabkan epidemi SARS di tahun 2003-an untuk mempelajari Covid-19.

Baca juga: Dikritik Tes Covid-19 Masih Lambat dan Minim, Berikut Jawaban Pemerintah

Jadi, tidak akan ada yang mengetahui berapa persisnya jumlah virus yang dibutuhkan untuk menginfeksi seseorang, hingga akhirnya penelitian berhasil diselesaikan.

Oleh karena itu, para ilmuwan tidak bisa memastikan apakah menghirup udara yang mengandung virus dari orang yang sakit dapat menginfeksi atau tidak.

Sejauh yang mereka tahu hanyalah semakin intens paparan, semakin besar potensi terinfeksi.

Karena itu sejauh ini satu-satunya hal yang bisa mereka sampaikan kepada publik luas adalah untuk menghindari tempat yang ramai atau penuh dengan kerumunan. Ini untuk mennghindari potensi paparan yang mungkin terjadi.

3. Mengapa sebagian orang menderita lebih parah?

Pada dasarnya, Covid-19 bisa dikatakan sebagai penyakit ringan, kebayakan penderitanya hanya menunjukkan gejala ringan, beberapa yang lain menunjukkan gejala seperti terserang flu selama beberapa minggu.

Tapi pada pasien-pasien tertentu, Covid-19 ini bisa menyebabkan peradangan parah hingga kerusakan paru-paru.

Di sinilah misteri seputar Covid-19 yang belum juga terpecahkan hingga kini.

Ahli menyebut tingkat keparahan sakit yang dialami seorang pasien ditentukan oleh respons kekebalan tubuh pasien itu terhadap infeksi virus.

Jika respons ini bekerja secara berlebihan, maka itulah penyebab terjadinya masalah lebih serius pada paru-paru dan organ tubuh lainnya.

Baca juga: Perlu Berapa Banyak Partikel Virus Corona untuk Seseorang Terinfeksi?

Usia lanjut dimana kekebalan tubuh melemah dan kondisi fisik yang memiliki riwayat penyakit lain, juga menjadi alasan mengapa Covid-19 terjadi lebih parah pada sekelompok pasien jika dibaningkan dengan pasien lainnya.

Sejumlah penelitian difokuskan pada peran reseptor di permukaan sel paru-paru, pembuluh darah, usus, belakang tenggorokan, dan saluran hidung yang disebut sebagai ACE2. Reseptor ini merupakan media masuknya virus ke dalam sel tubuh manusia.

Disebutkan, anak-anak lebih sedikit memiliki ACE2 daripada orang dewasa, sehingga mereka tidak begitu berisiko terinfeksi virus corona.

Meski menjadi media masuk virus ke dalam sel tubuh, reseptor ini memiliki fungsi untuk memodulasi sejumlah kerusakan yang terjadi di pembuluh darah dan paru-paru.

4. Peran anak-anak dalam penyebaran virus

Masih menjadi pertanyaan bayak pihak, sebenarnya apa peranan anak-anak dalam menyebarluaskan virus ini.

Beberapa bulan terakhir, sekolah-sekolah diketahui ditutup. Anak-anak diminta untuk belajar dari rumah, dengan alasan untuk meminimalisir penularan.

Namun, sejumlah negara telah kembali membuka sekolah-sekolah mereka secara terbatas, sementara wilayah lain masih berencana untuk melakukan hal yang sama di waktu dekat.

Salah satu asumsi yang dikemukakan adalah kemampuan fisik anak-anak dalam mengatasi infeksi virus sehingga menjadikan mereka tidak mengalami sakit parah bahkan tanpa gejala.

Baca juga: Banyak yang Mulai Melirik Sepeda, Transportasi Aman Selama Pandemi Covid-19

Namun, potensi penularan yang mereka miliki sama besarnya dengan orang dewasa. Sehingga ini cukup mengkhawatirkan.

Karena itu apabila mereka dibiarkan ada di dalam sekolah, mereka memiliki frekuensi bersentuhan dengan orang atau objek lain 3 kali lebih sering dari pada orang dewasa pada umumnya.

Ini membuat risiko mereka untuk tertular dan menularkan virus kepada lingkungan yang lebih luas semakin besar.

5. Kapan dan dimana virus corona ini mulai menyebar

Selama ini kita mengetahui dari berbagai informasi yang beredar bahwa virus corona pertama kali terdetaksi ada di Wuhan, China dan pada akhir Desember 2019.

Dalam sebuah epidemi baru, memang sangat mungkin berawal dari seorang pasien tunggal yang kemudian menyebar luas dan menjadi ledakan infeksi yang begitu besar.

Analisis yang dilakukan terhadap 41 kasus pertama di Wuhan menunjukkan semuanya memiliki riwayat berkunjung ke sebuah pasar yang menjajakan beragam produk makanan laut.

Pasien pertama masuk rumah sakit pada 16 Desember 2019 dengan gejala awal terjadi pada 1 Desember.

Tanggal ini tentu lebih cepat daripada waktu infeksi pertama yang diketahui dunia.

Sehingga, beberapa ilmuwan memperkirakan wabah pertama dimulai pada akhir atau pertengahan November.

Baca juga: Peneliti Temukan 3 Varian Virus Corona Penyebab Covid-19, Apa Saja?

Para ahli menekankan sebuah cara berpikir, bahwa orang pertama yang diketahui terinfeksi belum lah tentu menjadi orang yang paling awal membawa virus.

6. Berapa lama kekebalan terbentuk setelah infeksi?

Sejauh ini banyak informasi beredar bahwa orang yang pernah terinfeksi virus corona, kemudian sembuh, ia memiliki kemampuan untuk kebal terhadap virus yang sama di waktu yang akan datang.

Benarkah hal tersbut?

Para ilmuwan menjelaskan, ketika tubuh terinfesi virus, ia biasanya akan membuat antibodi, beberapa di antaranya cukup kuat untuk menetralkan patogen dan mencegah infeksi yang sama terulang.

Dalam proses ini juga dihasilkan banyak sel kekebalan tubuh yang dapat membunuh virus.

Lalu, berapa lama kekebalan itu akan bertahan?

Pertanyaan ini lah yang belum bisa banyak mendapatkan jawaban. Beberapa laporan menunjukkan terjadinya infeksi untuk kedua kalinya pada seorang pasien yang sebelumnya telah dinyatakan sembuh.

Namun, ilmuwan menyebut hal itu sebagai hasil dari kesalahan uji yang dilakukan. Bisa saja sisa-sisa virus masih bersirkulasi di dalam tubuh dalam waktu yang lama setelah infeksi berakhir.

Mereka pun berharap kekebalan yang terjadi pada para pasien corona ini bisa bertahan setidaknya selama 1 bulan. Namun, itu masih sebatas harapan dan belum ada klaim yang bisa membenarkan harapan itu.

Baca juga: Epidemiolog: Tes Covid-19 Masih Rendah, Jangan Dulu Berpikir New Normal

Sumber: New York Times

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi