Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Besar soal Pengobatan Covid-19 yang Diterbitkan Dua Jurnal Ditarik, Apa Alasannya?

Baca di App
Lihat Foto
Sonis Photography
Ilustrasi Hydroxychloroquine
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Studi tentang virus corona Covid-19 yang diterbitkan pada dua jurnal terkemuka ditarik kembali setelah penulis tidak dapat melakukan verifikasi data yang digunakan.

Sebelumnya, studi tersebut telah menunjukkan hasil yang mengejutkan dan mengubah jalannya penelitian dalam pandemi virus corona ini.

Sebuah studi menyebutkan, obat antimalaria tertentu yang digunakan untuk menyembuhkan Covid-19, sebenarnya berbahaya bagi pasien.

Selain itu, diterbitkan pula dalam jurnal lain yang menemukan bahwa beberapa obat tekanan darah tidak meningkatkan risiko Covid-19 dan mungkin bersifat melindungi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedua studi tersebut dipimpin oleh seorang profesor di Harvad.

Keduanya menggunakan sebuah database internasional dari catatan medis pasien yang belum pernah didengar sejumlah ahli.

Pada Kamis (4/6/2020), studi-studi tersebut ditarik kembali oleh jurnal-jurnal ilmiah yang menerbitkannya, yaitu The New England Journal of Medicine dan The Lancet.

Pasalnya, penulis tidak dapat melakukan verifikasi data dari hasil yang ditemukan tersebut.

Baca juga: Studi: Obat Tekanan Darah Diklaim Bantu Lindungi Tubuh dari Covid-19

Kritik dan kekhawatiran terhadap standar studi

Penarikan kembali studi-studi tersebut mungkin mengembuskan udara segar bagi obat-obat anti-malaria seperti hydroxychloroquine dan chloroquine.

Melansir New York Times, Kamis (4/6/2020), pada Rabu (3/6/2020), setelah pihak penerbit jurnal menyampaikan perhatian dan kekhawatiran atas studi tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengumumkan untuk melanjutkan uji coba obat-obatan.

Namun, penarikan ini juga menimbulkan keresahan terhadap penelitian ilmiah dari pandemi yang masih menyebar ini.

Ribuan penelitian diunggah di situs-situs dan jurnal-jurnal online dengan sedikit atau tanpa peer review. 

Muncul kritik terkait kekhawatiran dari standar jurnal-jurnal saat menghadapi tekanan untuk memeriksa dan menyebarluaskan laporan-laporan ilmiah baru dengan cepat.

"Sekarang jelas bagi saya bahwa dalam harapan saya untuk dapat berkontribusi pada penelitian ini di waktu yang sangat dibutuhkan, saya tidak melakukan upaya yang cukup untuk memastikan bahwa sumber data layak untuk digunakan," kata Dr Mandeep Mehra.

"Untuk itu, saya benar-benar minta maaf," lanjut dia.

Kontroversi penarikan studi

Penelitian tentang chloroquine dan hydroxychloroquine muncul pada akhir Mei di The Lancet. 

Meskipun ada petunjuk lain tentang efek samping yang diasosiasikan dengan obat ini, uji klinis dihentikan di seluruh dunia.

Para peneliti yang khawatir pun memulai melakukan ulasan keselamatan.

Namun, pertanyaan-pertanyaan muncul dengan cepat terkait penyimpangan dalam data dan asal-usul dari kumpulan data yang digunakan dalam analsisis, termasuk studi jantung Dr Mehra dalam jurnalnya yang telah diterbitkan di The New England Journal of Medicine.

Data tersebut berasal dari sebuah perusahaan yang disebut Surgisphere, yang mengklaim memiliki informasi tingkat pasien granular yang dibagikan oleh 1.200 rumah sakit dan fasilitas kesehatan di 6 benua.

Baca juga: Studi: Penggunaan Masker dan Jaga Jarak Kurangi Risiko Tertular Virus Corona

Pendiri dan kepala eksekutif, Dr Sapan Desai, terdaftar sebagai penulis di kedua penelitian tersebut.

Sementara itu, Dr Mehra mengatakan, ia diperkenalkan kepada Dr Desai melalui salah satu penulis lain yang tidak ia identifikasi.

Ia hanya berharap bahwa data dapat digunakan dalam penelitian cepat yang meningkatkan hasil yang baik bagi pasien Covid-19.

Dalam sebuah interview sebelumnya dengan Dr Desai, ia membela database Surgisphere dengan mengatakan bahwa "semua untuk transparansi" tetapi terikat kerahasiaan dan perjanjian kontrak dengan ratusan rumah sakit yang menjadi kliennya.

"Kami melakukan ini karena ada kesempatan untuk membantu. Kami tidak menghasilkan uang dari ini, kami melakukannya dengan biaya sendiri," kata Desai.

Kepastian data

Menurut Kardiolog dan Peneliti Perawatan Kesehatan di Yale University dan Yale New Haven, Dr Harlan Krumholz, sebuah perusahaan memang mungkin untuk membangun basis data rekam medis yang sangat besar. 

"Data besar dapat menggoda bagi para peneliti. Namun, mereka harus memahami dari mana data itu berasal, keasliannya, dan kualitasnya," ujar Harlan.

Ia mengungkapkan, bukan tidak mungkin adanya database besar yang terkumpul dari rumah sakit dalam jumlah besar tanpa sepengetahuan mereka.

"Itu memang sering terjadi," kata Dr Krumholz.

Meski demikian, Krumholz meyebut bahwa sebuah database seperti yang dipromosikan oleh Surgisphere harus diragukan.

"Jika ada database sebagus ini, mengapa kita tidak menggunakannya dari awal," ujar dia.

Baca juga: Studi: Hidroksiklorokuin Tidak Mencegah Penularan Corona Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi