KOMPAS.com - Sejak kasus infeksi virus corona terdeteksi di Indonesia pada awal Maret 2020, puluhan dokter turut menjadi korban meninggal dunia akibat terpapar virus ini.
Berdasarkan catatan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), hingga Minggu (7/6/2020), ada 32 dokter dari berbagai wilayah di Indonesia yang gugur akibat Covid-19.
Muncul kekhawatiran akan terjadi penularan yang lebih besar ketika beberapa daerah di Indonesia menerapkan era kenormalan baru atau new normal.
"Aktivitas sosial dan ekonomi akan dilonggarkan kembali, tetapi di saat bersamaan kemungkinan penyebaran virus makin besar apabila semua orang tidak menerapkan protokol kesehatan dalam kesehariannya," kata anggota Bidang Kesektariatan, Protokoler, dan Public Relation PB IDI, dr. Halik Malik, Minggu (7/6/2020).
Oleh karena itu, IDI meminta para tenaga medis yang bertugas dan pemberi layanan kesehatan untuk menerapkan protokol demi keselamatan dan keamanan bersama di masa new normal dengan mengacu pada rekomendasi CDC dan WHO.
"Pertama, kurangi risiko penularan di fasilitas kesehatan. Misalnya, tidak melakukan operasi elektif, membatasi pintu masuk, mengatur, dan screening pengunjung," kata Halik.
Pasien dengan kasus emergensi atau darurat harus tetap dilayani, namun untuk pelayanan yang tidak memerlukan tatap muka disarankan untuk dilakukan secara daring.
"Kedua, mengisolasi pasien bergejala secepatnya. Membuat triase terpisah yang berventilasi baik, memisahkan pasien yang diduga atau positif dengan pintu tertutup dan toilet sendiri," ujar dia.
Halik menyebut, upaya ini sulit dilakukan fasilitas kesehatan di awal masa pandemi sehingga banyak terjadi infeksi silang antarpasien atau pasien dengan tenaga medis yang menangani.
"Ketiga, melindungi tenaga kesehatan dengan higiene tangan dan APD. Kebersihan diri harus menjadi perhatian serius tenaga medis. Selain tangan, organ lain seperti hidung, mulut, dan mata juga dijaga karena ini adalah tempat masuknya virus," kata Halik.
Sterilisasi tangan dilakukan dengan bahan berbasis etanol 60 persen atau isopranolol 70 persen.
Baca juga: Hingga 7 Juni, 31.186 Orang Positif Covid-19 di Indonesia, 80 Persen Tanpa Gejala
Jangan lakukan hal ini
Selain ketiga hal tersebut, IDI juga menekankan untuk tidak mendaur ulang, memodifikasi, atau menyimpan APD yang sudah dipakai, karena peruntukannya hanya sekali pakai.
Alasannya, APD yang telah dikenakan jika kembali dipakai tidak bisa efektif mencegah infeksi.
Hal ini penting dilakukan agar pasien non-covid dan tenaga medis bisa tetap aman dalam mengakses dan memberikan layanan kesehatan di faskes.
Tidak hanya itu, tenaga medis juga diimbau untuk tidak berpindah menangani pasien lain atau berpindah ke ruangan lain sebelum memastikan tangannya bersih.
"Pindah tanpa melalui prosedur kesehatan terutama higiene bisa menyebabkan terjadinya penularan silang," ungkap Halik.
Baca juga: 32 Dokter Meninggal akibat Covid-19, Mayoritas Bertugas di RS Non-Covid-19
Perhatikan penggunaan APD
Halik juga mengatakan, seluruh tenaga medis diminta selalu mengenakan APD secara rasional saat bertugas.
APD bisa digunakan selama 6 jam tanpa dibuka, pergi ke kamar mandi, atau toilet.
Ia menyebutkan, agar APD bisa digunakan secara optimal, para nakes yang menggunakannya disarankan mengenakan popok sekali pakai agar tidak pergi ke kamar mandi saat mengenakan APD.
Perhatikan juga apakah APD yang digunakan memenuhi standar. Setelah itu, pastikan cara penggunaannya tepat dan benar, baik saat mengenakannya maupun saat membukanya.
"Penelitian menujukkan, ruangan APD justru adalah tempat paling berisiko terjadinya penularan silang pada tenaga medis. Kemudian, tempat rapat atau pertemuan tenaga medis juga berisiko. Kamar mandi atau toilet tanpa disadari juga menjadi tempat berisiko terjadi penularan," kata Halik.
Halik menilai, angka penularan pada tenaga medis seharusnyamulai menurun karena meningkatnya kesadaran pencegahan infeksi di kalangan medis.
Namun, hal itu bukan berarti lengah. Waspada harus tetap diutamakan karena angka pasien dan kematian masih terus bertambah setiap harinya.
Apalagi, hingga saat ini vaksin dan obat untuk virus ini memang belum berhasil ditemukan. Sehingga cara terbaik yang bisa dilakukan adalah mencegah diri dan lingkungan terpapar virus ini.
Baca juga: Seberapa Aman Menggunakan Toilet Umum di Masa Pandemi Virus Corona?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.