Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 16 Mar 2020

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

New Normal dan PSBB Transisi ala DKI Jakarta

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN
Suasana kendaraan terjebak macet di Jalan Tol Cawang-Grogol, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2020). Pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, lalu lintas di sejumlah jalan di DKI Jakarta terpantau padat hingga terjadi kemacetan.
Editor: Heru Margianto


GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga akhir Juni. Anies tak menerapkan new normal seperti arahan Presiden Jokowi, namun memilih PSBB transisi.

Anies mengklaim, kasus Covid-19 di DKI sudah menurun, bahkan di sejumlah wilayah zero kasus. Namun masih ada beberapa wilayah di Jakarta yang masuk kategori zona merah. Untuk itu, PSBB transisi dianggap menjadi pilihan terbaik.

Berbeda dengan sebelumnya, ada sejumlah kelonggaran dalam PSBB transisi.

Misalnya aktivitas sosial dan ekonomi. Di masa PSBB transisi ini, masyarakat sudah bisa melakukan kegiatan sosial dan ekonomi meski ada sejumlah syarat dan pembatasan yang harus dipenuhi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemprov DKI secara bertahap juga akan membuka kembali rumah ibadah, pusat perbelanjaan, tempat hiburan dan pariwisata, hingga perkantoran.

Sejumlah syarat sudah disiapkan terkait pelonggaran. Ini dilakukan agar penyebaran virus Corona tetap bisa dikontrol dan dikendalikan. Masyarakat juga diminta menaati dan melaksanakan protokol kesehatan.

New normal dan PSBB transisi

Presiden Jokowi sebelumnya meminta sejumlah daerah menyiapkan protokol kesehatan menjelang tatanan kehidupan normal baru atau new normal.

DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang disiapkan pemerintah pusat untuk menjalani new normal. Namun, alih-alih menerapkan new normal seperti arahan Jokowi, Anies malah memutuskan PSBB transisi.

Sejumlah kalangan menilai, PSBB transisi sebenarnya sama dengan kebijakan new normal yang disampaikan Jokowi. Karena, meski melakukan PSBB, Pemprov DKI melonggarkan sejumlah aturan yang ada dalam pembatasan sosial.

Anies hanya menggunakan istilah yang berbeda dengan pemerintah pusat. Ada kesan Anies ingin tampil beda dan kebijakannya berseberangan dengan pemerintah pusat.

Ini bukan yang pertama.

 

Sebelumnya DKI Jakarta dan pemerintah pusat juga berbeda sikap soal karantina wilayah atau lockdown.

Anies sempat meminta pemerintah pusat menerapkan lockdown guna menekan penyebaran virus Corona. Namun permintaan itu tak dikabulkan.

Tak hanya itu, Balai Kota dan Istana juga sempat "bersitegang" terkait data penyebaran virus di Ibu Kota.

Pemprov DKI dan pemerintah pusat juga sempat "ribut" terkait kebijakan larangan perjalanan bus antar kota antar provinsi (AKAP).

Pemprov DKI melarang perjalanan bus AKAP pada 29 Maret. Namun, selang sehari kebijakan ini dibatalkan Plt Menteri Perhubungan Luhut Binsar Panjaitan.

Tak sejalan

Sejak awal, Anies Baswedan dan pemerintah pusat kerap berbeda sikap terkait penanganan virus Corona.

Anies kerap mengkritisi cara pemerintah pusat dalam menangani pandemi. Mulai dari pengetesan virus Corona hingga inkonsistensi pemerintahan Jokowi dalam menangani pandemi.

Anies juga sempat "ribut" dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dinilai lamban, khususnya terkait izin PSBB yang ia ajukan.

Namun, Anies tak sendiri. Ada sejumlah kepala daerah yang mengambil kebijakan sendiri dalam menangani pandemi. Tegal misalnya. Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono membuat kebijakan local lockdown dengan menutup Kota Tegal.

 

Selain Tegal, sejumlah wilayah juga melakukan langkah serupa. Saat pemerintah pusat masih gamang menentukan sikap dan tak kunjung mengambil keputusan, mereka mengambil langkah sendiri.

Sejumlah wilayah itu di antaranya Solo, Bali, Papua, Maluku dan Tasikmalaya. Daerah-daerah itu menerapkan lockdown dengan skala berbeda.

Masyarakat bingung

Di masa pandemi ini pemerintah pusat dan daerah harus solid dan intens menjalin komunikasi dan koordinasi. Pemerintah pusat harus mendengar masukan pemerintah daerah. Sebaliknya pemerintah daerah juga tak boleh mengambil inisiatif dan membuat kebijakan sendiri.

Kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang kerap berbeda dalam menangani wabah virus Corona berpotensi merugikan publik. Pasalnya, masyarakat akan bingung dan kesulitan mematuhi kebijakan tersebut.

Kondisi ini bisa membuat penyebaran virus Corona ini makin susah ditangani. Anies dan juga kepala daerah yang lain seyogianya mengikuti langgam pemerintah pusat. Dengan begitu, penanganan pandemi akan lebih efektif dan terhindar dari polemik.

Mengapa pemerintah DKI menerapkan PSBB transisi bukan new normal? Apa bedanya PSBB transisi dengan new normal?

Mengapa sejumlah daerah kerap berbeda sikap dengan pemerintah pusat dalam penanganan virus Corona? Apa benar pemerintah pusat lamban dan tak sigap?

Apa dampaknya bagi masyarakat jika pemerintah daerah dan pusat tak sejalan?

Ikuti pembahasannya dalam talkshow Dua Arah, Senin (8/6/2020) yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 22.00 WIB.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi