Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 11 Apr 2017

Jurnalis

Pandemi Covid-19, Fokus di Dalam, Apa Kabar Pintu Gerbang?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL
Petugas Satpol PP DKI Jakarta memeriksa dokumen kesehatan dan Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM) Jakarta penumpang pesawat setibanya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (27/5/2020). PT. Angkasa Pura II selaku pengelola bandara Soetta bekerja sama dengan TNI, Polri dan Satpol PP DKI Jakarta memberlakukan tiga pos pemeriksaan salah satunya pemeriksaan SIKM Jakarta bagi semua penumpang pesawat yang akan masuk ke DKI Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.
Editor: Heru Margianto

 


INDONESIA memutuskan akan segera menghadapi kehidupan normal yang baru (new normal). Menghadapi babak baru itu, Jakarta saat ini menjalankan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.

Hari Ini, 15 Juni 2020, sejumlah mal di Jakarta akan mulai buka dengan protokol kesehatan yang konon akan dijaga ketat.

Kementerian Perhubungan juga mulai melonggarkan aturan soal kapasitas penumpang pesawat. Jika sebelumnya kapasitas penumpang dibatasi 50 persen, kini diizinkan hingga 70 bahkan 100 persen untuk pesawat tertentu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanyaannya, apakah kebijakan-kebijakan di atas tepat saat angka pandemi di Indonesia terus mencatatkan rekor baru. Apakah masyarakat aman? Bagaimana potensi penularannya? Bagaimana pula menjaganya bersama-sama?

Di atas 1.000 kasus

Beberapa hari ini kita melihat fakta penambahan jumlah pasien positif lebih dari 1.000 kasus per hari.

Memang ada yang mengatakan bahwa angka ini naik karena jumlah tes yang dilakukan pada bulan Juni ini meningkat mencapai 12.700 spesimen per hari.

Baca juga: 10 Hari PSBB Transisi, Ada 1.263 Kasus Baru Covid-19 di Jakarta

Namun, fakta ini membuka mata bahwa di luar sana masih banyak orang yang terinfeksi Covid-19..

Meski demikian, kehidupan tidak boleh berhenti. Ada pola normal baru yang harus dijalankan menjadi sebuah keniscayaan.

Hanya saja, di mana batasnya? Apakah keran dibuka seperempat, sepertiga, setengah, atau dua per tiga?

Percayalah, jawaban ini tidak ada formulasi khususnya, setidaknya dalam waktu dekat!

Meraba-raba kebijakan

Salah seorang pejabat penting negara ini berbicara kepada saya secara off the record, bahwa yang terjadi saat ini adalah meraba-raba.

Masing-masing kebijakan mengintip negara lain: apa yang terjadi dan bagaimana efeknya. Tidak ada formulasi pasti yang bisa diterapkan, bahkan berbasis penelitian dan ilmu pengetahuan sekalipun.

Sebab, virus Corona yang menyebabkan Covid-19 ini belum sepenuhnya bisa dipetakan. Penelitian atas virus ini masih terus dilakukan di seluruh duni.

Alhasil, formulasi yang bisa dilakukan adalah menutup keran atau membuka sebagian demi berlangsungnya kehidupan. Kajian-kajian yang dilakukan sifatnya jangka pendek yang mengiringi kebijakan lokal yang dibuat. Memang kondisi ini tidak pernah dialami oleh generasi tetua kita sebelumnya.

 

Sifat virus yang sangat spesifik dan paling menantang adalah memunculkan orang tanpa gejala (OTG), yakni orang yang sudah terinfeksi Corona, tapi tidak menunjukkan gejala infeksi sehingga tidak terdeteksi. Padahal, para OTG ini adalah pembaca virus dan bisa menularkan ke orang lain.

Bencana abad ini dari virus Corona datang dari OTG yang bisa memunculkan kelompok alias klaster baru penularan. Berbeda jika OTG ini tidak ada

Atau semisal, virusnya tidak menular antar manusia. Maka akan jauh lebih mudah mendeteksi dan menanganinya.

Aiman melihat Terminal 3 Soetta

Dalam program AIMAN pekan ini saya berkeliling ke salah satu pintu gerbang penularan: bandara.

Kita tahu awal penularan Covid-19 ini melalui imported case alias kasus yang berasal dari luar negeri.

Bagaimana bandara melakukan pertahanan di tengah potensi lalu-lalang OTG yang bisa menyebarkan ke daerah lain di luar sana, termasuk perlakuan bagi mereka yang datang.

Apalagi, kapasitas penumpang telah diizinkan full hingga 100 persen.

Di Bandara Soetta saya melihat hanya satu pintu yang dibuka, yakni keberangkatan. Untuk pintu kedatangan, selain jumlahnya sangat sedikit, arahnya pun dialihkan ke pintu keberangkatan.

Yang menarik adalah soal sejumlah surat yang harus disiapkan. Banyak penumpang yang tidak tahu.

Mahalnya tes Corona

Maskapai memang tidak lagi mensyaratkan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM). Namun, surat itu tetap dibutuhkan oleh mereka yang ingin masuk Jakarta.

Tak hanya SIKM, Jakarta juga meminta surat sehat bebas Covid-19. Artinya, mereka yang ingin masuk Jakarta harus tes Covid-19, minimal tes cepat.

Daerah di luar Jakarta bahkan lebih ketat. Bali, Kalimantan Timur, dan Bangka-Belitung menyaratkan surat keterangan negatif hasil tes Swab/ PCR.

Sebagai informasi, biaya tes cepat sekitar Rp 300 ribu. Hasil akan keluar dalam 15 menit. Sementara untuk Swab/ PCR biayanya mulai dari Rp 2,5 juta untuk hasil yang keluar 5-7 hari.

 

Untuk hasil Swab/ PCR yang keluar dalam 24 jam sejumlah rumah sakit mengenakan biaya hingga di atas Rp 5 juta rupiah.

Selain surat hasil tes tersebut, para penumpang juga wajib mengisi HAC, yakni Health Alert Card, sebuah formulir yang bisa diunduh di situs Kementerian Kesehatan yang berisi riwayat kesehatan dan perjalanan penumpang sebelumnya.

Semua penumpang yang saya tanya tidak tahu kalau mereka harus mengisi HAC ini. Beruntung pihak pengelola bandara Soekarno Hatta, Angkasa Pura II, menyediakan loket khusus untuk pemeriksaan semua persyaratan ini. Bandara juga menyediakan formulir HAC yang tinggal diisi.

Bandara juga menyiapkan satu ruangan darurat untuk melakukan tes cepat bagi penumpang yang belum memiliki surat keterangan hasil pemeriksaan cepat ini.

Saya melihat memang tidak ada antrean yang berarti. Tetapi ini karena jumlah penerbangannya masih sepi, belum banyak.

Pemandangan ini tentu akan berbeda di pekan ini ketika aturan 70 persen kursi pesawat bisa diisi mulai berlaku.

Jangan lepas pintu gerbang

Kekhawatiran pasti ada. Penularan tetap punya potensi untuk terjadi. Tetapi kehidupan normal baru adalah keniscayaan. Tak ada jalan lain. Perubahan dan evaluasi cepat harus dilaksanakan.

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, pada Juli 2020 nanti akan ada 33 ribu pekerja migran yang kontraknya selesai. Mereka akan dipulangkan ke kampung halaman mereka di berbagai sudut dunia.

Mereka tentu harus diterima masuk bandara. Namun, jangan sampai screening atas mereka terabaikan. Jangan sampai mereka menjadi kelompok penular baru.

Jangan sampai fokus menjaga di dalam, tapi lepas di pintu gerbang!

Saya Aiman Witjaksono...
Salam!

 

 

 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi