Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tepatkah Rencana Travel Bubble Indonesia dengan 4 Negara Ini?

Baca di App
Lihat Foto
Dokumentasi Biro Komunikasi Kemenparekraf
Ilustrasi Pariwisata Indonesia
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia berencana akan membuka travel bubble dengan empat negara.

Empat negara itu adalah China, Korea Selatan, Jepang, dan Australia.

Pemilihan 4 negara ini dengan alasan berhubungan dengan investasi di Indonesia dan menjadi  prototipe sebelum pariwisata benar-benar dibuka bagi wisatawan mancanegara.

Sementara, negara-negara tetangga Indonesia di kawasan Asia Tenggara, tak masuk dalam daftar travel bubble Indonesia.

Tepatkah langkah pemerintah membuka travel bubble dengan 4 negara itu?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Prof. Azril Azhari Ph. D menilai, penerapan travel bubble dengan 4 negara tersebut kurang tepat jika dilihat dari konsep travel bubble yang mulai banyak pula diterapkan sejumlah negara lain.

“Saya jadi aneh, pemerintah latah atau bagaimana? Karena yang disebut travel bubble itu, dua negara yang berdekatan border. Makanya travel bubble itu juga disebut travel corridor, maksudnya travel yang ada koridor. Koridor itu bisa laut bisa darat,” kata Azril saat dihubungi Kompas.com, Minggu (14/6/2020).

Baca juga: Negara-negara ASEAN Tidak Masuk Travel Bubble Indonesia, Ini Alasannya

Selain karena secara geografis berdekatan, lanjut Azril, negara yang menerapkan travel bubble juga harus setara dalam hal terkait standar kesehatannya.

“Bubble, di dalam gelembung yang sama. Artinya seperti Australia dan New Zealand standar protokol kesehatan sama, tidak saling merendahkan. Sehingga, kedua negara mau membuka border,” ujar dia.

Contoh lainnya, 3 negara yaitu Estonia, Latvia, dan Lithuania yang merupakan negara berdekatan dengan standar yang sama sehingga memungkinkan perlakuan antar-negara juga sama.

Jika melihat lokasi wilayah yang berdekatan, menurut Azril, seharusnya Indonesia menerapkan travel bubble dengan negara seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, atau Australia.

Pertanyaannya, apakah sama standar kesehatan negara-negara itu sama dengan Indonesia? Maukah mereka membuka perbatasannya?

Membenahi kelemahan di sektor pariwisata

Menurut Azril, langkah paling tepat dalam kondisi saat ini untuk membuka kembali pariwisata adalah berbenah diri.

Ia menilai, Indonesia masih memiliki beberapa kelemahan di sektor pariwisata yakni terkait beberapa hal berikut:

“Mari berbenah diri dulu. Apalagi dengan adanya Covid-19, basic itu harus ada dulu,” kata Azril.

Memperbaikin hal-hal di atas di destinasi pariwisata merupakan hal penting, karena wisatawan mempertimbangan destinasi dan event. 

“Kalau sudah siap distandar termasuk hand hygiene dan sebagainya itu, oke. Kalau kondisi kayak dulu dijual lagi, aduh saya sedih," kata dia.

Selain itu, perlu adanya pembenahan terhadap produk pariwisata yang ditawarkan.

Misalnya, mulai memahami adanya pergeseran paradigma pariwisata dunia.

Hal lain yang mungkin juga dapat dicoba adalah mengundang otoritas kesehatan negara lain untuk melihat standar apakah sudah sama, dan sebagainya.

Menurut Azril, hal ini bisa sekaligus menjadi sarana promosi.

Azril juga menekankan, perlu adanya perhatian terhadap maskapai yang mungkin mengalami kesulitan.

Pasalnya, harga tiket mungkin akan naik karena adanya penerapan protokol kesehatan.

"Harga protokol mahal dari harga tiket. Tapi, di lain pihak daya beli turun karena terjadi PHK, penurunan gaji. Daya beli turun, sensitivitas harga naik. Kalau gitu, siapa yang mau bayar? Kalau pemrintah bayar, go ahead. Tapi kalau wisata, menjerit mereka," ujar Azril.

Baca juga: Indonesia Berencana Buka Travel Bubble dengan 4 Negara 

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Protokol Kesehatan Penumpang Pesawat di Era New Normal

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi