Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei FSGI 55,1 Persen Sekolah Belum Siap untuk Dibuka Kembali

Baca di App
Lihat Foto
DOK. PIXABAY
Ilustrasi pembukaan sekolah kembali
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Pemerintah memutuskan untuk melakukan pembukaan kembali sekolah-sekolah di kabupaten/kota yang tergolong zona hijau corona.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyebut ada sebanyak 6 persen peserta didik yang tinggal di 85 kabupaten/kota yang masuk kawasan zona hijau Covid-19.

Sementara mayoritas atau 94 persen peserta didik tinggal di 429 kabupaten/kota zona zona kuning, oranye, dan merah Covid-19.

Bagi mereka yang berada dalam tiga kawasan ini, tetap wajib mengikuti pembelajaran namun melalui metode jarak jauh (PJJ).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk dapat membuka kembali pembelajaran tatap muka, ada 4 syarat yang wajib dipenuhi terkait lokasi di zona hijau, izin dari pemerintah daerah dan kantor/kantor wilayah kementerian agama, memenuhi seluruh daftar protokol kesehatan dan persetujuan orang tua/wali murid.

Apabila salah satu dari syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, peserta didik harus melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh.

Baca juga: Sekolah Akan Kembali Dibuka, Kapan dan Bagaimana Tahapannya?

Belum siap

Menanggapi keputusan yang disampaikan oleh Mendikbud tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Halim menyebut bahwa dari survei yang sempat dilakukan FSGI, sebagian mengatakan belum siap jika sekolah dibuka kembali.

Survei tersebut dilakukan pada 6 hingga 8 Juni 2020 lalu dengan responden dari 34 provinsi dan 245 kabupaten kota dari Aceh hingga Papua. 

"Kami sempat menggelar survei dengan responden sebanyak 1.656 orang yang terdiri dari guru dan kepala sekolah. Hasilnya, 55,1 persen masih keberatan dengan pembukaan sekolah kembali," kata Satriwan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/6/2020) pagi.

Adapun alasan-alasan yang mendasari keberatan ini di antaranya adalah terkait infrastruktur protokol kesehatan yang belum memadai dan waktu persiapan yang pendek.

Selain itu, Satriwan juga menyebut masih belum siapnya aspek-aspek lain seperti koordinasi, izin dari pemerintah daerah setempat, hingga terkait izin orang tua/wali murid.

Baca juga: Ini Risikonya jika Anda Berkerumun dan Cuek Tak Pakai Masker...

Banyaknya kendala

Satriwan juga mengungkapkan belum disampaikannya evaluasi terhadap 94 persen zona non hijau terkait pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga bulan terakhir.

"Belum disinggung yang 94 persen peserta didik di zona non hijau. Evaluasi daring ataupun luring selama 3 bulan berlangsung. Ini perlu dilakukan, karena dalam 6 bulan ke depan mungkin masih FJJ karena sekolah belum boleh dibuka" kata Satriwan.

Dia menyebut bahwa banyak peserta didik yang belum dapat terlayani secara maksimal, terutama untuk yang menggunakan metode pembelajaran luar jaringan (luring).

"Kan ada 65.000 sekolah yang luring, dengan cara apa? Guru kunjung ke rumah. Ini kan harus ada solusi" tambahnya.

Selain itu, catatan dari survei FSGI juga menyebut masih banyaknya kendala di daerah seperti tidak adanya internet.

"Misalnya dari Papua, paling banyak keluhan dari internet dan listrik. Di NTT juga masih seperti itu," sambungnya.

Perlunya kurikulum adaptif

Kemudian, Satriwan menyebut belum disinggungnya kurikulum adaptif atau kurikulum darurat di masa pandemi.

"Ini juga masukan dari guru-guru dalam survei kami. Mereka memberikan masukan agar ada kurikulum yang lebih adaptif, yang lebih longgar," jelasnya.

Baca juga: Tatanan Hidup Baru, Apa yang Harus Dilakukan Setelah Berada di Keramaian?

Dia mengungkapkan telah adanya pedoman pembelajaran jarak jauh yang disampaikan Kemdikbud melalui Surat Edaran (SE) Nomor 15 Tahun 2020. Akan tetapi, SE tersebut dinilai tidak cukup.

"Itu bukan kurikulum darurat, itu hanya pedoman pelaksanaan pembelajaran. Jadi, acuan guru dalam mengajar tetap Permendikbud yang lama terkait kurikulum," kata Satriwan.

Ia menyebut bahwa hingga kini belum ada Permendikbud baru yang memuat kurikulum standar isi, standar penilaian, standar proses, standar kompetensi lulusan, hingga standar sarana prasarana.

"Itu semua kurikulum, dari 8 standar nasional kurikulum, setidaknya ada 3 atau 4 yang terkait langsung dengan kurikulum," ujarnya.

Satriwan mengungkapkan bahwa semua itu belum memiliki aturan yang baru di kondisi saat ini.

"Jadi, untuk yang 94 persen, pasti buru-buru masih mengejar materi sesuai dengan aturan lama yang masih dipakai," simpulnya.

"Jangan hanya ekonomi yang direlaksasi, tetapi juga materi kurikulum harus direlaksasi. Kurikulum adaptif mestinya harus disesuaikan dengan kondisi" ujar Satriwan

Baca juga: Cara Penularan dan Perlindungan Diri dari Infeksi Virus Corona Orang Tanpa Gejala

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi