Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektifkah Mendasari Kebijakan Covid-19 Berdasarkan Sistem Zonasi?

Baca di App
Lihat Foto
AP/CHRISTOPHE ENA
Orang-orang duduk di kafe teras Paris pada Selasa (2/6/2020), karena kafe dan restoran tidak diizinkan melayani pelanggan di dalam ruangan. Presiden Perancis Emmanuel Macron pada Minggu (14/6/2020) mengumumkan Paris termasuk zona hijau virus corona, sehingga kafe-kafe dan restoran diizinkan buka lagi sepenuhnya.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebagai usaha untuk menangani pandemi Covid-19 yang merebak sejak awal tahun di hampir seluruh negara di dunia, beragam upaya dilakukan oleh negara-negara untuk bisa mengendalikan wabah.

Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem zonasi wilayah untuk memudahkan otoritas terkait mengambil kebijakan yang tepat.

Masing-masing zona memiliki tingkat keparahan kasus yang berbeda-beda.

Untuk pemberlakuan di Indonesia terdapat 4 zona, yakni zona hijau untuk wilayah yang tidak atau belum terdampak, zona kuning dengan risiko rendah, zona oranye untuk risiko sedang, dan zona merah untuk wilayah dengan risiko tinggi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak hanya Indonesia yang menerapkan sistem zonasi wilayah untuk Covid-19, Malaysia pun melakukan hal yang sama.

Dikutip dari NST, (16/4/2020), klasifikasi zona yang diberlakukan pun sama dengan yang ada di Indonesia, yakni terdiri dari 4 zona, hijau, kuning, oranye, dan merah.

Sistem zonasi di Malaysia didasarkan pada masing-masing pusat kesehatan yang ada di negara tersebut, namun ke depannya akan diubah berdasar pada jumlah infeksi yang tercatat di setiap wilayah kecamatan.

Baca juga: 28.233 Kasus Covid-19 di Indonesia, Ini Arti Zona Merah, Oranye, Kuning, dan Hijau

Membatasi persebaran virus

Sementara itu, melansir The Conversation, 17 April 2020 sistem zonasi disebutkan lebih efektif untuk membatasi atau memutus persebaran virus dari satu wilayah ke wilayah yang lainnya.

Misalkan hanya diberlakukan pembatasan bepergian maksimal 10 kilometer dari rumah, maka seseorang bisa saja bertemu dengan orang lain pembawa virus di suatu tempat dalam radius jangkauan itu.

Padahal si pembawa virus tadi merupakan orang yang juga bisa pergi dan bertemu dengan orang-orang dengan jarak yang sama, 10 km dari rumahnya.

Ini berarti interaksi tidak akan terputus, virus tetap dapat menyebar dalam wilayah yang luas meski pergerakan masyarakat dibatasi.

Berbeda halnya dengan pembatasan yang didasarkan pada zona wilayah. Jadi seseorang hanya diizinkan untuk bergerak di wilayah tertentu dan tidak bisa keluar dari wilayah tersebut, tidak juga bisa memasuki wilayah lainnya.

Dengan demikian, virus tidak akan meluas ke wilayah lain, dan penanganan di satu wilayah bisa lebih terfokuskan.

Zonasi semacam ini berhasil dilakukan di China, terutama di Wuhan sebagai episentrum pandemi ketika itu.

Baca juga: INFOGRAFIK: Pandemi Covid-19, Arti Zona Merah, Oranye, Kuning dan Hijau

Indonesia

Melihat kondisi Indonesia, sistem zonasi dapat dinilai memiliki kekurangan dan kelebihan untuk dijadikan sebagai acuan pengambilan kebijakan.

Hal itu seperti disampaikan oleh epidemiolog dr. Dicky Budiman, Selasa (16/6/2020).

"Saya melihat tetap ada sisi positifnya menerapkan zonasi. Tapi, strategi utama pandemi yaitu testing (real time & akurat), tracing (cepat & tepat) dan isolasinya diperkuat cakupannya. Selain itu ada pengetatan atau pemindaian ketat di perbatasan wlayah," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com.

Apabila semua itu dilakukan, menurut Dicky maka pengendalian kasus Covid-19 dalam wilayah tersebut tetap bisa terjaga, karena kasus yang datang dari luar wilayah bisa diminimalisasi bahkan dihalau.

"Bila semua syarat di atas terpenuhi, maka kita akan relatif aman dalam memutuskan suatu kebijakan berdasar zonasi atau status daerah tersebut," ujar Dicky yang tengah menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Griffith University Australia.

Baca juga: Ini Pembagian Kuota PPDB 2020, Jalur Zonasi dan Lainnya

Penjagaan wilayah

Namun sebaliknya, pengambilan kebijakan berdasarkan zonasi wilayah tidak akan berjalan efektif apabila penjagaan terhadap wilayah tersebut tidak optimal.

Dicontohkan, misalkan hari ini wilayah A memiliki 0 kasus aktif Covid-19 sehingga digolongkan sebagai zona hijau. Namun, tidak ada batasan bagi orang-orang untuk keluar masuk wilayah tersebut.

Sehingga status hijau itu tidak bisa menjamin keamanan suatu wilayah dari risiko penyebaran Covid-19.

"Permasalah kita saat ini terutama terkait jumlah cakupan testing dan kecepatan hasilnya. Banyak daerah yang tertunda hasil sampelnya, karena keterbatasan kapasitas lab, bahkan bisa ribuan (sampel)," jelas Dicky.

Artinya, nihil kasus yang ada pada hari ini, belum termasuk kasus yang belum terkonfirmasi karena menunggu hasil, belum juga termasuk kasus yang belum terdeteksi akibat minimnya tes.

"Ini artinya, kondisi zona hijau, kuning, merah menjadi tidak real time juga," ucap Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi