Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Dexamethasone, Obat Kortikosteroid dan Efek Sampingnya...

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/JOSHIMERBIN
Ilustrasi dexamethasone
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Dexamethasone atau deksametason kini banyak diperbincangkan di media sosial lantaran diklaim dapat menurunkan angka kematian pasien Covid-19.

Hal itu mengemuka setelah tim dari Universitas Oxford melakukan uji coba kepada ribuan pasien di rumah sakit terkait penggunaan dexamethasone, Selasa (16/6/2020).

Hasilnya, temuan mereka menunjukkan bahwa obat tersebut sukses mengurangi risiko kematian pada pasien Covid-19 dengan kondisi parah.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas apa itu dexamethasone dan apa efek sampingnya?

Deksamethasone dengan kortikosteroid

Terkait hal ini, dokter yang tengah menempuh program pendidikan dokter spesialis (PPDS) dermatolog dan venereolog Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr Agung Mohamad Rheza mengisahkan mengenai peran kandungan yang ada pada deksametason beserta efek samping penggunaannya.

Rheza menjelaskan deksametason termasuk obat kortikosteroid.

"Secara umum, kortikosteroid digunakan sebagai obat untuk antiradang dan penyakit autoimun. Biasanya untuk penyakit yang telah diketahui memiliki perjalanan kronik, akan diobati dengan kortikosteroid jangka panjang pula (misal asma, penyakit paru obstruktif kronik, dan lainnya)," ujar Rheza kepada Kompas.com, Kamis (18/6/2020).

Ia pun sempat menuliskan penjelasan tersebut melalui akun Twitter-nya, @agungmrheza pada Kamis (18/6/2020).

Baca juga: Deretan Obat yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Dexamethasone hingga Hidroksiklorokuin

Baca juga: Saat AS Mulai Distribusikan Remdesivir untuk Pasien Covid-19 di 6 Negara Bagian...

Menurutnya, kortikosteroid merupakan hormon yang dihasilkan dari sintesis kolesterol di kelenjar adrenal.

"Kortikosteroid ini dibagi menjadi glukokortikoid, mineralkortikoid, dan steroid sex, di mana dalam perjalanannya memiliki banyak manfaat terapeutik," kata dia. Rheza.

Ia menjelaskan, manfaat terapeutik ini dituliskan dalam bentuk jurnal berjudul "Effect of Various Adrenal Stereoids on the Electrodiagram of Adrenalectomized Dogs" pada 1930.

Dalam jurnal tersebut, dituliskan bahwa manfaatnya ditemukan ketika para peneliti yakni Swingle dkk, mengobati hewan dengan kondisi parah. Kemudian, peneliti lain mengimplementasikan hal serupa pada manusia.

Hasilnya, ternyata ditemukan banyak senyawa steroid di kelenjar adrenal.

Baca juga: Mengenal Apa Itu OTG dan Bagaimana Mengujinya?

Pada 1948, penelitian steroid yang dilakukan oleh Hench dkk berhasil mengobati perempuan yang mengalami radang sendi dan mampu berjalan kembali.

Saat itulah steroid diketahui memiliki sifat antiradang.

Berkat penemuan tersebut, semakin banyak senyawa steroid yang dibuat secara sintetis hingga saat ini.

Sejauh ini, kortikosteroid dapat ditemukan di berbagai preparat, seperti obat minum, obat suntik, obat oles, tetes mata, obat hirup dan lainnya dengan indikasi, lokasi, dan tujuan masing-masing.

Baca juga: Mengenal Dexamethasone, Obat yang Diklaim Efektif Selamatkan Pasien dari Covid-19

Efek samping kortikosteroid

Ketika mampu mengobati peradangan pada manusia, peran kortikosteroid menjadi perhatian karena muncul efek samping yang dikabarkan pada 1973.

Pada sejumlah kasus, penggunaan kortikosteroid dapat menimbulkan atrofi kulit, infeksi jamur, dan skabies pada pasien dengan pemakaian steroid jangka panjang.

  • Atrofi kulit dan telangiektasis

Biasanya muncul bersamaan. Atrofi berupa penipisan kulit sehingga pembuluh darah dapat terlihat lebih jelas. Telangiektasis berarti pembuluh darah semakin banyak dan berkelok-kelok.

  • Striae

Kondisi skar bergaris yang terbentuk karena kerusakan di lapisan dermis. Epidermis menipis, dan kolagen bertambah. Saat akut berwarna merah dan padat, kemudian mendatar dan lunak.

Baca juga: Selain Membuat Kulit Lebih Cantik, Ini Manfaat Tempe bagi Kesehatan

  • Purpura

Gangguan pada kulit yang disebabkan karena berkurangnya glikosaminoglikans di dermis sehingga pembuluh darah ruptur dan terjadi kebocoran darah. Trauma ringan (terbentur, tergaruk) dapat menyebabkan kondisi ini.

  • Hipopigmentasi

Efek samping atau gangguan lainnya dari penggunaan steroid yakni adanya hambatan sintesis melanin (senyawa pemberi warna kulit) sehingga menurunkan jumlahnya. Akibatnya, warna kulit di area tersebut tampak lebih putih dibanding sekitarnya. Efek ini bersifat reversibel setelah penghentian obat beberapa minggu.

  • Hipertrikosis

Kondisi kulit di mana timbul peningkatan rambut yang sebelumnya sudah ada menjadi lebih tebal, padat, dan panjang. Kondisi ini akan berangsur menghilang dalam waktu 2-3 tahun sejak obat dihentikan.

Baca juga: Hand Sanitizer PH 2,5, Amankah untuk Kulit?

  • Erupsi Akneiformis

Sebuah reaksi radang folikel rambut yang ditandai dengan bintil (papul) dan bintil bernanah (pustul). Beda dengan jerawat yang ada komedonya. Dapat disebabkan obat lain selain steroid.

Tak hanya itu, dalam kemasan obat kortikosteroid terdapat lambang obat keras atau lingkaran K merah.

"Ada lingkaran marahnya kan itu, dengan huruf K (keras) di tengahnya, sehingga pemakaian steroid tidak boleh sembarangan, mengingat banyaknya efek samping yang dapat muncul bila dipakai dalam jangka panjang, tidak tepat indikasi (jika beli tanpa resep), dan tanpa pengawasan dokter," ujar Rheza.

Baca juga: Waspada Gejala Baru Virus Corona, dari Sulit Berbicara hingga Halusinasi

Keefektifan Dexamethasone

Terkait kabar dexamethasone dapat menurunkan angka kematian pasien Covid-19, Rheza mengatakan, proses ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

"Obat itu mulai dari ditemukan sampai bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit, perjalanannya panjang. Butuh empat fase clinical trial. Covid-19 ini kan penyakit baru, jadi semua obat sedang diuji coba, ada yang berhasl, ada yang tidak," ujar Rezha.

Ia mengungkapkan, dalam penelitian yang berhasil, menurutnya hal itu hanyalah laporan kasus.

Sementara, untuk mengetahui efektivitas dan efek samping dari obat yang diuji membutuhkan penelitian yang lebih besar sampelnya dan multi center.

"Pada berita yang ada saat ini, hanya laporan di UK saja, belum bisa dibilang efektif untuk Covid-19, karena harus dilakukan penelitian di beberapa negara, baru bisa disahkan secara global," imbuhnya.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi