Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berikut 10 Provinsi dengan Nol Kasus Baru Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/FARIDA
Seorang warga tengah mengikuti rapid test secara drive thru di Mapolres Subang, Kamis (18/6/2020).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Penanganan virus corona di Indonesia sudah memasuki bulan keempat. Meski sejumlah aktivitas masyarakat telah mulai kembali, kasus infeksi hingga saat ini belum menunjukkan tanda akan berakhir.

Bahkan, jumlah infeksi harian melebihi angka 1.000 dalam beberapa hari terakhir.

Pada Kamis (18/6/2020), Indonesia melaporkan 1.331 tambahan kasus baru, sehingga total mencapai 42.762 kasus infeksi.

Baca juga: Rekor 1.331 Kasus Baru Covid-19 di Indonesia, Berikut 4 Faktor Pemicunya...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka itu menjadi rekor tertinggi kasus infeksi harian yang dilaporkan sejak kasus pertama pada Maret 2020 lalu.

Pasien sembuh diketahui bertambah 555 orang, sehingga total mencapai 16.798 dan kasus kematian menjadi 2.339 orang dengan tambahan 63 kasus.

Jawa Timur menjadi provinsi dengan tambahan kasus baru terbanyak, yaitu 384 kasus, disusul dengan DKI Jakarta 173 kasus, dan Sulawesi Selatan 166 kasus.

Baca juga: Ramai soal Biaya Penanganan Pasien Covid-19 sampai Ratusan Juta, Ini Penjelasannya...

Kendati demikian, ada 10 provinsi yang melaporkan tidak adanya kasus baru Covid-19 pada Kamis (18/6/2020). Berikut daftarnya:

1. Nusa Tenggara Timur: 0 (total 108 kasus)
2. Bengkulu: 0 (total 105 kasus)
3. Jambi: 0 (total 109 kasus)
4. Bangka Belitung: 0 (total 147 kasus)
5. Yogyakarta: 0 (total 276 kasus)
6. Kalimantan Barat: 0 (total 282 kasus)
7. Kalimantan Utara: 0 (total 171 kasus)
8. Kepulauan Riau: 0 (total 263 kasus)
9. Sulawesi Tengah: 0 0 (total 172 kasus)
10. Gorontalo: 0 (total 214 kasus)

Faktor penyebab tingginya kasus

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Suhandono mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat kasus di Indonesia meningkat tajam dalam beberapa minggu terakhir.

Di Surabaya, kata Riris, tingginya kasus infeksi disebabkan oleh masih terjadinya transmisi lokal secara luas.

"Sumbangan kasus ini kan terbesar di beberapa daerah, Jakarta, Surabaya, Makassar dengan situasi yang berbeda-beda," kata Riris, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/6/2020).

"Kalau di Surabaya jelas karena memang saat ini masih terjadi transmisi yang luas dan itu perlu untuk menekan laju transmisi," sambungnya.

Baca juga: Bukan Tak Diperpanjang, PSBB Surabaya Raya Harusnya Lebih Dikonsentrasikan

Sementara itu, kondisi berbeda terjadi di Jakarta yang sebelumnya sempat mengalami penurunan kasus harian.

Menurutnya, peningkatan kasus di Jakarta terjadi dimungkinkan karena adanya interaksi ketika lebaran dan persepsi publik terhadap PSBB transisi.

Hal itu didasari atas data mobilitas di Jakarta yang menurun sekitar 60 persen pada Maret sampai Mei dan kembali meningkat usai lebaran.

"Saya rasa ini kemudian karena peningkatan mobilitas itu. Karena pasca lebaran dan juga ada persepsi pelonggaran PSBB, maka transmisinya belum selesai ya terjadi peningkatan lagi," jelas dia.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Zona Hitam di Surabaya dan Mengapa Bisa Terjadi?

Pemicu utama

Sementara itu, Epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto menilai, terdapat empat faktor utama pemicu tingginya kasus baru Covid-19 di Indonesia.

1. Pelonggaran aktivitas publik

Tonang mengatakan, kebijakan pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan pelonggaran, harus diakui adalah pilihan yang sulit dan pahit.

"Ibarat rem dan gas. Kalau direm terus, risikonya berhenti semua. Tidak mencapai apa-apa. Kalau terus gaspol, risikonya bisa tidak terkendali," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/6/2020).

Menurutnya, hal ini yang hingga saat ini masih belum dapat ditemukan keseimbangan antara gas dan rem tersebut.

2. Tahapan dan kriteria kebijakan pemerintah yang belum jelas

Dalam mencari keseimbangan antara gas dan rem tadi, Tonang berpendapat diperlukan kepemimpinan dan arah kebijakan yang jelas dari pemerintah.

"Misalnya, kita longgarkan segini, kalau nanti bisa begini, kita tambah longgarnya. Kalau nanti ada begini, kita ketatkan lagi, dan seterusnya," ujar Tonang mencontohkan.

Menurutnya, hal tersebut harus jelas dan disampaikan di awal. Sehingga masyarakat mendapat acuan atau pegangan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Deretan Obat yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Dexamethasone hingga Hidroksiklorokuin

3. Faktor testing yang agresif

Selain dua faktor tadi, melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia menurut Tonang yakni dikarenakan faktor testing yang agresif.

"Oh jelas itu (testing yang agresif) dan memang itu harapannya," ucap Tonang.

Namun, lanjutnya, yang sebenarnya diharapkan yakni jumlah pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) yang meningkat, tetapi jumlah yang positif menurun.

Tonang menjelaskan, saat ini angka positivitas masih berkisar di angka 11,5 persen.

"Kalau bisa, justru semakin banyak pemeriksaan PCR itu angka positivitas akan turun sampai di bawah 5 persen. Minimal itu dibawah 5 persen," papar Tonang.

Apabila jumlah pemeriksaan meningkat dan bersamaan jumlah positif juga meningkat, maka sebenarnya masih banyak kasus positif yang selama ini belum terdeteksi.

4. Adanya masyarakat yang masih abai

Kemudian, faktor terakhir yang mendasari meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air yakni karena masih adanya beberapa masyarakat yang abai.

"Bahwa masyarakat abai, ya ada faktor tersebut. Tapi yang lebih utama menurut saya memang soal kurangnya acuan bersama untuk mendorong partisipasi masyarakat tadi," kata Tonang.

Kendati demikian, imbuh dia, jangan kemudian mudah menyalahkan begitu saja. "Ya namanya masyarakat memang beragam kemampuan dan pemahamannya. Kalau tidak acuan dan pegangan, ya makin beragam implementasinya," pungkas dia.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi