Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos Seputar Gerhana, Dulu Ditakuti Kini Justru Dinanti...

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/SUMANBHAUMIK
Ilustrasi gerhana matahari cincin
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemandangan langit memang selalu memesona bagi mata manusia. Awan yang berarak-arakan, kerlip bintang di tengah malam, atau rona jingga ketika matahari terbenam di cakrawala.

Manusia, sejak awal peradabannya telah berusaha memaknai berbagai fenomena langit yang terjadi. Termasuk terjadinya gerhana matahari.

Di masa lampau, gerhana matahari dikaitkan sebagai penanda akan terjadinya sebuah peristiwa buruk.

Baca juga: Gerhana Matahari Cincin Terlihat Parsial, Amankah Dilihat dengan Mata Telanjang?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di beberapa daerah di Indonesia tempo dulu, penduduknya akan beramai-ramai menabuh benda-benda yang mengeluarkan suara yang membahana ketika terjadi gerhana.

Menurut kepercayaan mereka, ketika terjadi gerhana bulan atau matahari raksasa tengah menelan benda angkasa.

Suara yang ingar bingar dipercaya akan mengusir sang raksasa sehingga batal menelan bola yang menyala di angkasa itu.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Berjemur di Bawah Sinar Matahari

Kisah-kisah pemakan matahari

Harian Kompas, 3 Februari 2016, memberitakan bahwa kemunculan matahari dan bulan yang teratur telah menjadi dasar perhitungan waktu manusia.

Namun, saat keteraturan dan sumber kehidupan itu terganggu, manusia masa lalu memaknai rusaknya tatanan kehidupan langit yang berdampak pada keharmonisan kehidupan Bumi. Kebetulan, gerhana sering menyertai berbagai peristiwa besar.

Masyarakat Tionghoa dulu menjadikan naga sebagai pemakan Matahari atau Bulan saat gerhana, sementara bangsa Indian di Amerika Utara menggunakan coyote. Orang Indian di Amerika Tengah dan Latin memilih jaguar.

Baca juga: Mengenal Fenomena Strawberry Moon yang Akan Muncul pada 6 Juni

Di Indonesia, beberapa etnis yang terpengaruh kuat budaya India menggunakan Bathara Kala atau Rahu sebagai pencaplok Matahari dan Bulan. Beberapa etnis dengan pengaruh budaya Tiongkok tetap naga.

Mitos berkembang mewakili bentuk pemikiran manusia yang paling sederhana. Mitos punya logika tersendiri sesuai dengan logika masyarakat pada masa tertentu.

Karena itu, meski mitos memiliki kemampuan bertahan lama dan tidak mudah terkuburkan, ia akan berubah sepanjang waktu.

Baca juga: Viral, Fenomena Awan Tsunami di Kepulauan Selayar, Ini Penjelasannya

Tak lagi ditakuti

Seiring perkembangan pemikiran manusia dan diketahuinya sistem gerak benda langit, pemahaman manusia tentang gerhana mulai berubah. Gerhana tak lagi dimaknai keganjilan, tetapi peristiwa alam biasa yang jarang terjadi.

Seiring kemajuan telekomunikasi, perburuan gerhana bukan lagi menjadi domain ilmuwan. Masyarakat awam pun kini bisa turut berburu gerhana.

Mereka rela mengeluarkan dana besar untuk mendatangi berbagai tempat eksotis di Bumi yang nyaris tak terjamah, seperti Antariksa ataupun menerbangi stratosfer Bumi demi melihat gerhana.

Kemajuan telekomunikasi dan informasi juga mengubah gerhana yang semula jadi hiburan langka dan tak bisa disaksikan semua orang menjadi peristiwa alam yang bisa disaksikan siapa pun dan di mana pun.

Dengan teknologi live streaming, masyarakat di luar jalur GMT yang sempit pun tetap bisa menyaksikan keindahan gerhana yang menyihir.

Baca juga: Menilik Fenomena Masyarakat yang Nekat Ngemal dan Abaikan Protokol Kesehatan...

Gerhana matahari cincin

Diketahui peristiwa gerhana terdekat akan terjadi pada Minggu, 21 Juni 2020.

Pada hari itu, masyarakat di sejumlah wilayah Indonesia akan dapat menyaksikan fenomena langit gerhana matahari cincin (GMC).

GMC terjadi ketika piringan bulan terletak tepat di depan piringan matahari.

Saat itu, di sekeliling piringan bulan akan terlihat cincin bercahaya.

Baca juga: Daftar Wilayah di Indonesia yang Bisa Saksikan Gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Daftar Wilayah Indonesia Yang Bisa Saksikan gerhana Matahari Cincin 20 Juni 2020

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi