Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Profil Jenderal Hoegeng, dr Kariadi, dan Profesor Soegarda

Baca di App
Lihat Foto
screenshoot
Pemprov Jateng usulkan Jenderal Hoegeng, dr Kariadi dan Prof Soegarda menjadi pahlawan nasional ke Presiden
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan gelar pahlawan nasional untuk tiga orang tokoh, yaitu mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal Hoegeng, dr Kariadi, dan Profesor Soegarda Poerbakawatja.

Ganjar menyebut bahwa secara resmi, surat pengusulan atas ketiga tokoh tersebut telah dikirim ke Kementerian Sosial agar dapat diproses untuk disampaikan ke Presiden RI Joko Widodo.

"Kejujuran kesetiaan Pak Hoegeng terhadap negara dan kemanusiaan, tekad dan keberanian seorang dr Kariadi, serta ketekunan dan pengabdian Prof Soegarda jadi lecutan untuk generasi penerusnya," tulis Ganjar dalam akun Twitternya, Sabtu (20/6/2020).

Lantas, seperti apa kiprah tiga tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional ini? Berikut profil ketiganya:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenderal Hoegeng

Jenderal Hoegeng lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921. Ayahnya, Sukario Hatmodjo, pernah menjadi kepala kejaksaan di Pekalongan.

Melansir Harian Kompas, 1 Juli 2004, dalam artikel "Hoegeng, Polisi Teladan" oleh Asvi Warman Adam, dikatakan bahwa nama pemberian ayahnya untuk Hoegeng adalah Iman Santoso. 

Saat kecil, Hoegeng sering dipanggil Bugel (gemuk), lama-kelamaan menjadi Bugeng, dan akhirnya berubah jadi Hugeng.

Ia mengenyam pendidikan di HIS dan MULO Pekalogan, kemudian AMS A Yogyakarta. 

Setelah itu, Hoegeng melanjutkan pendidikan di Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia dan kemudian masuk Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Setelah lulus dari PTIK tahun 1952, ia ditempatkan di Jawa Timur dan menjadi Kepala Reskrim di Sumatera Utara.

Baca juga: Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Disebut Gus Dur dalam Humornya

Menolak sogokan

Saat itu, ia menolak rumah pribadi dan mobil yang telah disediakan beberapa cukong judi. Hoegeng juga menolak pemberian modil dinas dari Sekretariat Negara.

Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Polri dan mengumumkan keberhasilannya membekuk penyelundupan mobil mewah tiga tahun setelahnya, yaitu tahun 1971.

Tak lama setelahnya, ia diberhentikan dengan alasan regenerasi. 

Presiden Soeharto sempat menawari Hoegeng menjadi Duta Besar, tetapi ia menolaknya.

Jenderal Hoegeng pun meninggal dunia pada 14 Juli 2004 silam karena stroke yang dideritanya.

dr Kariadi

dr Kariadi lahir di Malang, 15 September 1905. Ia memperoleh gelar dokter dari Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) Surabaya pada tahun 1931.

Banyak penelitian juga telah dilakukannya, termasuk menemukan jenis nyamuk malaria yang belum memiliki nama. Di Kalimantan, ia meneliti adat istiadat pengobatan penduduk, penyakit malaria, dan filariasis. 

Sosoknya dr Kariadi juga dikenal sebagai salah satu korban Pertempuran Lima Hari di Semarang, 15-20 Oktober 1945.

Mengutip Harian Kompas, 12 Agustus 2005, Direktur Umum Rumah Sakit Dokter Kariadi (RSDK) saat itu, dr Gatot Soebroto menyebut bahwa jasa dokter Kariadi sangat besar bagi bangasa dan negara meski tidak turut memanggul senjata. 

"Ia berani mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan masyarakat, waktu itu warga Kota Semarang, yang akan dibunuh tentara Jepang dengan meracuni sumber air di Reservoir Siranda" tuturnya.

Baca juga: Gubernur Ganjar Usulkan Jenderal Hoegeng Jadi Pahlawan Nasional

Pada tanggal 14 Oktober 1945 malam, dr Kariadi yang waktu itu merupakan Kepala Laboratorium RSU Purusara, pergi ke Reservoir Siranda bersama beberapa pemuda.

Mereka mengambil sampel air untuk diteliti karena menyangkut keselamatan warga. Namun, sebelum sampai tujuan, ia dihadang tentara Jepang dan diberondong tembakan.

Saat itu, dr Kariadi sempat dibawa ke RSU Purusara tetapi akhirnya meninggal dunia pada malam itu. 

Tahun 1962, bersama korban yang dimakamkan di tempat lain, makamnya dipindah ke TMP Giri Tunggal dengan upacara dan prosesi besar.

Kemudian berdasar Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 21215/Kab/1964 tanggal 14 April 1964, nama dokter Kariadi diabadikan untuk nama rumah sakit tempatnya terakhir berkarya. Pada Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1968, ia dianugerahi Satyalencana Kebaktian Sosial oleh presiden secara anumerta.

Prof Soegarda

Prof Dr R. Soegarda Poerbakawatja lahir di Desa Prigi, Pubalingga, pada 15 April 1899. 

Mengutip Harian Kompas, 15 April 1983, ia menempuh pendidikan di Kweekschool voor Inlandse Onderwijzers tahun 1918 dan melanjutkan pendidikan ke Hogere Kweekschool pada tahun 1921.

Prof Soegarda mengambil Europese Hoofdacte dan berhasil menempuh ujian dengan sukses untuk Akte Bahasa Jawa. 

Ia menjadi putra Indonesia pertama yang memperoleh ijazah dalam kursus Erupese Hoofdacte. 

Di kalangan pendidikan, nama Soegarda sangat dikenal di Yogyakarta, Jawa Tengah, Papua, dan Aceh. 

Pada tahun 19542-1946, ia menjadi guru  kemudian Direktur SMA Negeri Kotabaru Yogyakarta. Sebelumnya, ia juga menjabat sebagai Kepala Sekolah HIS Keputran.

Ia turut mempersiapkan pendirian Universitas Syiah Kuala di Aceh pada tahun 1961. Setelah itu, Soegarda diangkat menjadi Dekan FKIP Universitas Indonesia.

Dari Jakarta, ia dikirim ke Jayapura untuk mendirikan dan menjadi rektor pertama Universitas Negeri Cenderawasih.

Sebagai pendiri dan rektor pertama Uncen, ia menerima penghargaan terima kasih dari Gubernur Kepala Daerah Provinsi Irian Barat pada 2 Desember 1967.

Selain itu, Prof Soegarda juga mendapatkan piagam Doctor Honoris Causa yang diberikan oleh rektor dan senar Uncen pada 19 Desember 1977, yaitu bertepatan dengan hari Trikora. 

Tak hanya berperan di bidang pendidikan, ia juga diketahui turut aktif dalam bidang sosial, terutama yang berhubungaengan dunia pendidikan. 

Prof Soegarda pun tutup usia pada hari Jumat, 7 Desember 1984 di usia 85 tahun.

Baca juga: Gerhana Matahari Cincin Hari Ini, Cek Waktu dan Lokasinya di Sini

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi