Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara-negara Asia Bersiap Hadapi Gelombang Kedua Pandemi Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
AP/Ng Han Guan
Ibu kota China, Beijing pada Rabu (17/6/2020) membatalkan lebih dari 60 persen penerbangan komersial dan meningkatkan kesiagaan di tengah wabah virus corona gelombang kedua.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Gelombang kedua pandemi Covid-19 melanda China dan berpusat di Beijing, dengan sedikitnya 184 kasus baru dilaporkan sejak pekan lalu.

Menyusul kemudian keputusan pihak berwenang membatalkan sejumlah penerbangan domestik, melarang perjalanan keluar dan memberlakukan lockdown sebagian.

Kemunculan kasus-kasus baru dari virus corona di China telah memicu gelombang kekhawatiran akan datangnya gelombang kedua di negara-negara lain.

Kekhawatirann ini terutama terjadi di negara-negara yang telah berhasil mengendalikan pandemi dan kini bergerak maju untuk membuka kembali ekonomi mereka yang lesu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beberapa negara Asia yang telah melonggarkan pembatasan dan memulai kembali beberapa kegiatan ekonomi seperti Jepang, dan Korea Selatan, pada bulan lalu melaporkan kasus baru yang jumlahnya mencapai puluhan.

Melansir SCMP, meski ada ancaman gelombang kedua, para ahli umumnya setuju bahwa pemerintah tiap negara tampaknya lebih siap untuk menghadapinya setelah pengalaman yang mereka dapatkan selama menangani masa awal pandemi.

Namun, para ahli juga menyebut bahwa permasalahan akan tetap ada, terutama dalam menjaga kewaspadaan dan memastikan bahwa klaster-klaster kecil terkendali dengan cepat sehingga tidak akan berubah menjadi infeksi yang lebih besar dan tidak terkendali.

Baca juga: Pandemi Corona, Negara Mana Saja yang Alami Gelombang Kedua?

Asia hadapi gelombang kedua

Paul Ananth Tambyah, presiden dari Asia-Pacific Society of Clinical Microbiology and Infection, mengatakan negara yang paling berisiko terkena gelombang kedua adalah mereka yang masih mengalami penambahan harian kasus penularan lokal.

“Meskipun dapat dikatakan bahwa saat ini masih merupakan ujung dari gelombang pertama, kemungkinan ada banyak rantai transmisi di negara-negara yang belum terputus,” kata Tambyah.

Negara-negara dengan infeksi tinggi yang disinggung oleh Tambyah termasuk India.

Pada hari Jumat (19/6/2020), India mencatat lonjakan kasus harian tertinggi yakni 13.586 kasus virus dan secara total menjadi 380.532, tertinggi keempat di dunia, setelah Amerika Serikat, Brasil dan Rusia.

Korban meninggal dunia di India mencapai 12.573 orang.

Di Pakistan, 136 kematian lainnya dilaporkan pada hari Jumat, menyebabkan angka kematian akibat virus corona menjadi 3.229 dan total kasus infeksi menjadi 165.062.

Di Indonesia, negara ini telah meningkatkan pengujian sampel untuk memenuhi target Presiden Joko Widodo sebesar 20.000 per hari.

Indonesia melaporkan 1.331 kasus baru pada hari Kamis (18/6/2020), peningkatan harian terbesar sejak wabah dimulai secara lokal, sehingga jumlah total kasus menjadi 42.762 hingga Kamis.

Sejumlah tanda membuktikan bahwa pandemi ini akan tetap ada, dan kini negara-negara yang telah mengatasi gelombang pertama sekarang bersiap untuk membendung munculnya gelombang kedua.

Baca juga: Studi: Penggunaan Masker Bisa Cegah Gelombang Kedua Corona Virus

Korea Selatan

Korea Selatan mencatat 49 kasus baru pada hari Jumat, termasuk 32 infeksi lokal, meningkatkan jumlah kasus menjadi 12.306, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea.

Dari kasus-kasus yang ditransmisikan secara lokal, 26 dilaporkan di daerah padat penduduk Seoul dan daerah metropolitan terdekat.

Lee Hoan-jong, Profesor Emeritus di Rumah Sakit Anak Universitas Nasional Seoul, mengatakan bahwa virus itu tidak bisa dipungkiri akan menyebar lebih luas dan lebih cepat, setelah negara itu mengurangi pembatasan sosial sekitar sebulan sebelumnya.

"Gelombang kedua infeksi dapat datang kapan saja sampai vaksin tersedia secara luas atau sekitar 60 persen orang terinfeksi untuk mendapatkan herd immunity," kata Lee.

Otoritas kesehatan Korea Selatan mengatakan negara itu harus bersiap diri untuk kemunculan lebih banyak klaster infeksi di Seoul dan daerah lain, dan memperingatkan bahwa penyebaran pandemi akan merambat hingga musim panas.

Profesor Epidemiologi dari National Cancer Centre, Ki Moran mengatakan pada sebuah seminar minggu lalu bahwa Korea Selatan harus memperketat pembatasan sosial, jika tidak, maka kemungkinan akan ada 800 kasus baru setiap hari dalam waktu satu bulan.

Baca juga: Sempat Dibuka, Ratusan Sekolah di Korea Selatan Kembali Ditutup, Ini Penyebabnya...

Jepang

Situasi mengkhawatirkan juga terjadi di Jepang, di mana para ahli kesehatan mengatakan ada kemungkinan besar gelombang kedua virus corona akan menghantam negara itu.

Pejabat di Tokyo mengkonfirmasi 41 kasus baru pada hari Kamis (19/6/2020), menandai yang ketiga kalinya dalam seminggu bahwa ada lebih dari 40 kasus dalam sehari.

Ini membuat total kasus di Tokyo menjadi 5.674.

Menurut Kazuhiro Tateda, presiden Asosiasi Penyakit Menular Jepang (JAID) dan anggota komite yang dibentuk oleh pemerintah untuk memerangi penyebaran virus, banyak kasus baru-baru ini di Tokyo dapat ditelusuri kembali ke distrik hiburan malam.

Tateda mengatakan bahwa meskipun klaster ini lebih mudah untuk dikendalikan karena mereka terkait dengan bagian kota yang dapat dilacak, selalu ada risiko wabah yang lebih lokal.

"Kami tahu bahwa ada risiko penularan yang lebih rendah di bulan-bulan musim panas, yang berarti ada kemungkinan gelombang kedua ... mulai Oktober hingga seterusnya," tambah Tateda.

Untuk berjaga-jaga terhadap gelombang kedua, pihak berwenang telah menyusun serangkaian pedoman yang harus dipatuhi industri hiburan malam.

Baca juga: 3C, Rahasia Jepang Kendalikan Covid-19 Tanpa Berlakukan Lockdown

Namun, Yoko Tsukamoto, seorang profesor pengendalian infeksi di Universitas Ilmu Kesehatan Hokkaido, mengatakan sulit bagi bisnis untuk mengikuti aturan karena staf (hostess) harus dekat dengan pelanggan untuk menyajikan minuman atau menyalakan rokok.

"Tidak realistis untuk mengharapkan mereka terpisah sejauh dua meter, sehingga pemerintah terjebak antara menjalankan protokol atau mematikan bisnis ini," katanya.

Dia mengatakan pihak berwenang mungkin tidak punya pilihan selain menerapkan kembali keadaan darurat di Tokyo jika kasus naik menjadi 100 dalam sehari.

Tateda yakin bahwa jika keadaan darurat benar terjadi, maka pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat Jepang akan lebih siap dan bereaksi jauh lebih cepat.

"Kami telah memperoleh banyak pengalaman dalam apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan,"

“Kami akan merespons lebih cepat dan lebih efektif serta menerapkan pelajaran yang telah kami pelajari,"

“Pemerintah telah meningkatkan anggaran untuk memerangi Covid-19 dan dokter serta perawat lebih siap untuk menghadapi virus. Mereka siap jika sewaktu-waktu gelombang kedua datang," kata Tateda.

Baca juga: WHO Peringatkan Fase Bahaya Pandemi Corona, Ini Kata Epidemiolog

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: SCMP
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi