Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Penyebab Warga yang Tetap Langsungkan Pesta Pernikahan di Tengah Pandemi

Baca di App
Lihat Foto
Romanno
Ilustrasi pernikahan
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kabar terinfeksinya sejumlah anggota keluarga dan kerabat oleh Covid-19 setelah menghadiri pesta pernikahan di Semarang ramai di media sosial pada Minggu (21/6/2020).

Menurut pemberitaan Kompas.com, (21/6/2020), warga Kota Semarang tersebut nekat melangsungkan pesta pernikahan dengan melanggar ketentuan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) pada pertengahan Juni 2020.

Adapun dalam pesta pernikahan tersebut ditemukan lima orang positif Covid-19.

Baca juga: Pelayanan Nikah di Luar KUA Kembali Dibuka, Apa Saja Ketentuannya?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wali kota Semarang, Hendrar Prihadi menyampaikan, ketentuan yang dilanggar oleh pihak penyelenggara yakni pesta tersebut dihadiri lebih dari 30 orang.

Akibatnya, sejumlah kerabat dan orang yang hadir pun dikabarkan sakit kritis bahkan meninggal dunia.

Kabar ini kemudian diunggah oleh akun Twitter bernama Nina Noichil, @noichil dan mendapatkan respons tinggi dari warganet lainnya.

Baca juga: Ramai soal Air Rebusan Pare dan Obat Merah untuk Obati Kolesterol, Ini Penjelasan Dokter

Sejauh ini, twit tersebut sudah di-retwit sebanyak 20.900 kali dan telah disukai sebanyak lebih dari 24.600 kali oleh pengguna Twitter lainnya.

Baca juga: Menilik Fenomena Masyarakat yang Nekat Ngemal dan Abaikan Protokol Kesehatan...

Lalu, mengapa masih ada orang yang tetap menggelar pesta pernikahan yang tidak sesuai aturan di tengah pandemi?

Menanggapi hal itu, Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin Makassar Rahmat Muhammad mengungkapkan, orang yang tetap nekat menggelar pesta tersebut dikarenakan mereka masih lebih tunduk pada seremonial kultural.

"Sebagian masyarakat kita masih lebih tunduk pada seremonial kultural yang dijadikan sebagai dasar untuk menunjukkan eksistensinya," ujar Rahmat saat dihubungi Kompas.com, Selasa (23/6/2020).

Menurutnya, momentum pernikahan dengan menggelar prosesi seperti resepsi justru dijadikan sebagai waktu yang tepat dalam menguatkan hubungan silaturahmi baik dengan keluarga atau masyarakat umum, tanpa harus terhalang oleh pandemi Covid-19.

"Hal inilah yang oleh mereka menganggap itu hal biasa, dengan mengikuti protokol kesehatan hanya mempersulit sesuatu yang bisa dilakukan dengan praktis dan mudah," lanjut dia.

Di sisi lain, terselenggaranya pesta pernikahan ini dapat juga dianggap sebagai kegagalan pemerintah atau Satgas Covid-19 dalam mengedukasi masyarakat yang cenderung sudah tidak takut dengan penyakit Covid-19.

Baca juga: Alasan Singapura Tak Rekomendasikan Dexamethasone sebagai Obat Covid-19

Masyarakat belum sadar

Sementara itu, karena kejadian tersebut sudah terjadi, menandakan belum semua masyarakat paham dan mengerti arti pencegahan atas penyakit.

Arti pencegahan yang dimaksud yakni kecenderungan pemerintah pada penindakan.

"Saat terjadi infeksi, masyarakat panik dan percaya bahwa ternyata imbauan pemerintah itu benar," kata dia.

Rahmat mengungkapkan, hal yang perlu ditekankan atau membuat masyarakat sadar akan pentingnya pencegahan penularan virus dapat dilakukan dengan semua warga harus saling mendukung akan pentingnya arti pencegahan itu sendiri.

"Bahwa sehat untuk kita semua, tidak bisa egois dalam kondisi seperti ini, pemerintah termasuk Satgas Covid-19 terus berjibaku dengan informasi yang mengedukasi masyarakat dengan protokol kesehatan yang jelas dan tidak membingungkan," lanjut Rahmat.

Baca juga: Hadapi New Normal, Masih Perlukah Mengenakan Masker?

Selain itu, baik masyarakat maupun pemerintah sebaiknya tidak berjarak untuk hal ini agar timbul kepercayaan satu sama lain.

Sebab, faktor penting yang harus diperhatikan adalah mengembalikan rasa saling percaya daripada saling mencurigai.

Mengenai pesta pernikahan yang digelar, Rahmat mengimbau kepada masyarakat, untuk tidak memaksakan menghadiri undangan berkumpul dalam pesta karena itu bertentangan dengan protokol kesehatan.

"Andai itu masih, tentu tidak mudah juga orang mengundang untuk hajatan tertentu yang berpotensi kecewa karena tidak ada lagi undangan yang hadir, intinya masyarakat belum sadar saja," imbuh dia.

Baca juga: Mengapa Warga di Makassar Tolak Rapid Test? Ini Penjelasan Sosiolog

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: New Normal , Berbahayakah Olahraga Pakai Masker?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi