Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Gejalanya, Berikut Perbedaan Sakit Kepala karena Migrain dengan Covid-19

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Apakah migrain Anda lebih sering atau lebih buruk sejak pandemi dimulai?

Dokter mengatakan mereka sekarang melihat lebih banyak keluhan dari penderita migrain.

Direktur Low-Pressure Headache Program di Sekolah Icahn Kedokteran di Gunung Sinai di New York Dr Rachel Colman mengatakan, aturan pembatasan selama pandemi cukup memicu sering munculnya migrain. 

Lanjutnya, orang-orang khawatir dan banyak yang mengalami migrain.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden dan Direktur Pelaksana dari Diamond Headache Clinic di Chicago Dr Merle Diamond mengatakan perubahan dalam pekerjaan bisa memicu migrain, karena penderita migrain memiliki syaraf yang sangat peka dan tidak menyukai perubahan.

Melansir CNN, Selasa (23/6/2020), dia melanjutkan, orang-orang juga tidak bangun, bergerak, meregangkan badan, menghidrasi, atau tidur seperti seharusnya. Semua itu dapat menjadi pemicu yang signifikan.

Apakah sakit kepala Anda Covid-19?

Baca juga: Riset Buktikan Yoga Dapat Redakan Gejala Migrain

Beda sakit kepala karena migrain dengan Covid-19

Penderita migrain lama mungkin bisa merasakan perbedaannya. Tapi bagaimana bagi orang yang belum pernah merasakannya?

Diamond menjelaskan, dari apa yang sudah diketahui hingga kini, sakit kepala yang diderita Covid-19 jauh berbeda dari migrain.

Menurut Diamond pada orang yang terinfeksi Covid-19 juga akan disertai dengan gejala lain seperti demam dan batuk yang intens.

"Sakit kepala karena Covid-19 umumnya digambarkan sebagai sensasi yang sangat berat dan meremas. Biasanya itu (sakit kepala) semakin buruk dengan adanya batuk dan demam," jelas Diamond, dilansir CNN, Selasa (23/6/2020).

Sensasi itu terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi sebagai respons terhadap virus dan melepaskan bahan kimia yang disebut sitokin.

Baca juga: Bagaimana Mengelola Stres Pemicu Migrain di Situasi Pandemi?

Sitokin menghasilkan peradangan yang dirasakan sebagai rasa sakit oleh korteks serebral otak.

Sementara itu migrain, lanjut Diamond, akan memberikan sensasi berdenyut mulai dari sedang hingga berat.

Migrain juga terkadang disertai dengan kepekaan terhadap cahaya dan suara bising serta muntah-muntah.

Migrain, sakit kepala tegang, dan sakit kepala klaster menjadi bentuk umum dari sakit kepala.

Dunia medis mengenal ratusan subtipe sakit kepala. Mulai dari sakit kepala karena konsumsi kafein, pengaruh faktor hormonal, hipertensi, sakit kepala pasca-trauma, alergi, sinus, hingga sakit kepala yang disebabkan oleh olahraga.

Baca juga: Alasan Perempuan Lebih Sering Mengalami Migrain

Apa yang harus dilakukan?

Para ahli mengatakan, siapa pun yang menderita sakit kepala atau migrain yang konstan harus menghubungi dokter spesialis sakit kepala untuk mendapatkan bantuan.

Saat ini sebagian besar memeriksa pasien melalui telemedicine dan akan menyelesaikannya hingga akar masalah.

Anggota Dewan Kepemimpinan Profesional Perawatan Kesehatan Yayasan Kesehatan Kepala Nasional Colman mengatakan, selama telemedicine, dia akan menanyakan pasien dengan beberapa pertanyaan.

Hal itu seperti apakah mereka dapat tidur nyenyak, apakah mereka tidak meninggalkan pekerjaan mereka di tempat kerja, apakah mereka tidak berolahraga lagi, dan sebagainya.

Sementara itu untuk mencegah sakit kepala pastikan Anda memiliki hidrasi yang baik, menurut Diamond.

Penting juga untuk bangun, mengambil napas, dan meregangkan setidaknya satu jam sekali. Latihan meditasi dan relaksasi akan sangat membantu. Anda dapat melakukannya dalam 5-10 menit.

Selain itu Anda juga harus menjaga pola makan, tidak bekerja terlalu keras, dan menikmati hari jika bisa.

Baca juga: Punya Gejala Mirip, Ini Beda Sakit Kepala Akibat Migrain dan Sinusitis

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi